Menuju konten utama

Perselisihan antara Cina dan India yang Tak Kunjung Usai

Cina dan India pernah berhadapan di medan perang terkait masalah perbatasan yang menyebabkan ribuan korban jiwa.

Perselisihan antara Cina dan India yang Tak Kunjung Usai
Papan tanda di perbatasan Cina dan India di Bumla, Arunachal Pradesh. FOTO/REUTERS

tirto.id - Cina dan India memiliki beberapa kesamaan. Keduanya merupakan dua kekuatan baru global, memiliki senjata nuklir, ekonomi yang sedang berkembang, perluasan anggaran militer dan tampaknya bersaing untuk memiliki pengaruh di wilayah di Asia Selatan, Samudra Hindia, Teluk Persia, hingga Afrika.

Merasa sama-sama kuat, dua negara besar di Asia itu juga bersaing dalam hal wilayah perbatasan. Baru-baru ini, Cina menuntut India untuk segera menarik pasukannya di dataran tinggi Doklam, Himalaya yang sesungguhnya masuk dalam wilayah sengketa.

“Sudah lebih dari satu bulan sejak insiden ini dimulai dan India masih menduduki wilayah Cina secara ilegal,” kata Kemenlu Cina.

Wilayah yang menjadi sengketa itu berada di persimpangan antara India, Cina, dan Bhutan. Wilayah itu sesungguhnya menjadi sengketa antara Cina dan Bhutan, sedangkan India hadir atas permintaan Bhutan—yang memiliki kedekatan hubungan—untuk menghadapi Cina. Sudah lebih dari 30 tahun sengketa itu berlangsung, tapi hingga saat ini belum ditemukan jalan keluar yang tepat untuk semua pihak.

Masalah perbatasan itu kembali mencuat saat Cina membangun jalan di wilayah Doklam yang menurut Cina merupakan bagian dari wilayahnya, bukan milik Bhutan apalagi India. Mereka berpendapat tak ada pelanggaran yang dilakukan.

“Itu adalah fakta yang tak terbantahkan yang didukung oleh bukti historis dan yurisprudensi,” kata juru bicara kementerian luar negeri Cina Lu Kang.

Di sisi lain, Bhutan mengharapkan Cina mematuhi kesepakatan bersama dan tetap mempertahankan status quo di wilayah tersebut. Dari sisi India, meski dataran tinggi itu bukan wilayah dari India, tapi negara ini cukup peka terhadap pembangunan jalan yang dilakukan Cina di perbatasan pada Juni lalu. Hal itu karena dataran tinggi Doklam memiliki kepentingan strategis bagi Delhi, yakni geopolitik.

Pembangunan jalan raya di dataran tinggi itu akan memberi akses bagi Cina untuk bisa menuju daerah yang sering disebut “chicken's neck”, yakni sebuah wilayah di timur laut. Wilayah itu dapat menjadi salah satu pintu masuk menuju teritori India sebab menghubungkan sebagian besar negara bagian di India.

“Pembangunan tambahan dapat mengurangi keseimbangan kekuatan lokal yang akan menguntungkan Cina, yang pada dasarnya akan membuat India lebih rentan terhadap invasi jika terjadi konfrontasi militer dengan Beijing,” Kata peneliti senior di Royal United Services Institute (RUSI) London, Shashank Joshi, kepada CNN.

Namun, di balik tudingan Cina soal pasukan India di perbatasan, sesungguhnya di atas ketinggian 5.000 meter di Himalaya, Cina juga mempersiapkan pasukannya dan menggelar latihan militer sebagai ujicoba para pasukan gerak cepatnya.

Mereka dilengkapi dengan navigasi digital, rudal anti-pesawat, dan peluncur roket. Selain itu, sejumlah pejabat India juga mengatakan bahwa kini terdapat 300 tentara dari kedua negara di wilayah perbatasan itu yang hanya berjarak 150 meter.

Pasukan India dan Cina yang berhadapan di wilayah perbatasan itu seperti membuka memori lama. Bukan kali ini saja India dan Cina berhadapan lewat pasukan di wilayah perbatasan. Setelah 13 tahun Mao Zedong memproklamasikan negara Republik Rakyat Cina, kedua negara itu terlibat dalam perang hebat terkait perbatasan yang dikenal dengan Sino–Indian War tahun 1962.

Infogrrafik sejarah perselisihan cina dan india

Pada perang tersebut, pasukan Cina melewati dua perbatasan yang berbeda yakni melalui Ladakh dekat Kashmir dan McMohan Line yang berada di Arunachal Pradesh yang hingga kini masih disengketakan oleh kedua negara. Perang tersebut menewaskan 1.383 tentara India dan 722 tentara Cina.

Selain itu, mereka yang terluka mencapai 1.047 dari pihak India dan 1.697 dari pihak Cina. Korban kebanyakan berjatuhan karena kondisi ekstrem karena berada di ketinggian ribuan kaki dan tak mendapat perawatan medis. Perang ini menjadi catatan kelabu bagi hubungan diplomatik antara Delhi dan Beijing.

Militer India dan Cina juga pernah bertempur di Nathu La sebuah jalur perdagangan kuno yang melalui Himalaya yang dulunya merupakan bagian dari Jalur Sutra. Wilayah itu terpaksa ditutup dan dibuka kembali pada 2006. Setelah Insiden Nathu La, Cina dan India juga terlibat dalam pertempuran di Cho La. Wilayah yang tak jauh dari Nathu La.

Ketegangan juga mewarnai perbatasan Cina dan India di Arunachal Pradesh. Provokasi Cina di wilayah tersebut, membuat India kemudian mengirim tentara ke wilayah itu. Hingga saat ini, India bersikeras memasukkan Arunachal Pradesh sebagai salah satu negara bagian dan masuk dalam teritorinya meski dikecam Cina dan pada Mei lalu meresmikan jembatan terpanjang 9 kilometer yang menghubungkan Arunachal Pradesh dengan utara Assam.

Mantan Wakil Sekretaris Jenderal PBB, Shashi Tharoor mengkritisi konflik perbatasan Cina dan India yang tak kunjung usai. Menurutnya, tujuan strategis Cina dan India pada dasarnya sama yakni melakukan transformasi domestik, mempercepat pertumbuhan di berbagai sektor, mempertahankan otonomi strategis hingga melindungi rakyatnya.

“Ini semua tak dapat diraih dengan konflik tetapi hanya dengan kerja sama. Sudah saatnya dua negara mulai saling berbicara tentang bagaimana caranya agar mereka dapat mencapai hal-hal itu,” kata Shashi Tharoor.

Masalah perbatasan memang cukup krusial. Selain di Himalaya, Cina juga masih harus berhadapan dengan negara ASEAN terkait sengketa perbatasan di Laut Cina Selatan. Konfrontasi di Laut Cina Selatan itu tak jarang membuat ketegangan di kawasan.

Sengketa batas yang berlarut-larut hingga menimbulkan konflik juga terjadi di Dataran Tinggi Golan, Jalur Gaza, dan Tepi Barat antara Israel dan Palestina. Sudah lebih dari ribuan orang menjadi korban dari masalah perbatasan itu.

Indonesia sendiri juga memiliki beberapa masalah perbatasan seperti perbatasan dengan Timor Leste, Malaysia (di Kalimantan) dan di Laut Cina Selatan. Langkah pemerintah Indonesia cukup agresif untuk segera membenahi perbatasan dengan membangun pos-pos perbatasan hingga mengubah peta Indonesia, bahkan mengganti Laut Cina Selatan menjadi Laut Natuna Utara untuk perairan yang berada di utara kepulauan Natuna itu.

Baca juga artikel terkait KONFLIK PERBATASAN atau tulisan lainnya dari Yantina Debora

tirto.id - Politik
Reporter: Yantina Debora
Penulis: Yantina Debora
Editor: Maulida Sri Handayani