Menuju konten utama

Perludem Sebut Efek Ekor Jas Tak Bekerja di Pemilu Serentak 2019

Efek ekor jas di pemilihan presiden tak berdampak pada perolehan suara pemilu legislatif.

Perludem Sebut Efek Ekor Jas Tak Bekerja di Pemilu Serentak 2019
Logo perludem. Logo perludem

tirto.id - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) masih menemukan sejumlah masalah pada Pemilihan Umum (Pemilu) serentak pada 2019 lalu.

Pemilu lalu disebut masih tidak berdampak secara signifikan pada perolehan suara yang didapatkan partai pengusung presiden di Pemilu legislatif. Efek ekor jas (coat tail effect) tak terjadi dan menyebabkan kebingungan di tengah masyarakat.

Padahal, salah satu tujuan digelarnya Pemilu serentak ialah menghadirkan efek ekor jas.

"Tapi kalau kita lihat coat tail effect faktanya tidak berjalan secara signifikan. Pemilih kebingungan dan invalid vote atau surat suara tidak sah tinggi dan yang terakhir adalah kompleksitas tata kelola penyelenggaraan," kata peneliti Perludem Heroik M. Pratama di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan pada Minggu (2/2/2020).

Heroik menjelaskan, pada Pemilu 2014 lalu berhasil memenangkan Joko Widodo sebagai Presiden. Namun, nyatanya kemenangan itu tak berdampak signifikan ke perolehan pada Pemilu berikutnya di 2019.

Pada Pemilu 2019 PDIP hanya memperoleh 27.053.961 (21,4 persen) suara alias naik 2 persen dari Pemilu 2014 yang meraup 23.673.018 (19,4 persen) suara.

Begitu pula dengan Partai Gerindra, Ketua Umumnya Prabowo Subianto ikut Pemilihan Presiden pada 2014 dan 2019. Namun, nyatanya perolehan suara mereka tidak banyak terdongkrak, pada 2019 Gerindra meraup 17.594.839 (13,9 persen) suara hanya naik 1,8 persen dari Pemilu sebelumnya yan meraih 14.750.043 (12,1 persen) suara.

Menurut dia, bila efek ekor jas ditelaah pada koalisi pengusung calon, rupanya tampak ada hasilnya. Partai pengusung Joko Widodo-Ma'ruf Amin total meraup 76.838.786 (60,8%) suara.

"Artinya coalitional effect ini bekerja. Namun, pertanyaannya kemudian apakah ini pure karena efek koalisi tersebut atau jangan-jangan sebetulnya karena di periode kedua ini partai pengusung Pak Jokowi sebagai presiden terpilih itu lebih banyak daripada pengusungnya di 2014?" kata dia.

Permasalahan coat tail effect juga tercermin pada pemilu legislatif 2019 di tingkat daerah. Di Jawa Barat, Prabowo Subianto berhasil meraup 59,9 persen suara sementara partai pengusungnya hanya memperoleh 48,6 persen suara.

"Ketika kami lacak lebih jauh dan kami wawancarai beberapa parpol pengusungnya, memang beliau memetakan, dia bilang ketika memang di wilayah kabupaten/kota tertentu yang jadi basis salah satu pasangan calon yang berbeda dia memilih untuk tidak mengkampanyekan pasangan calon tersebut," kata Heroik.

Heroik juga mensinyalir pemilihan serentak antara lembaga nasional dan lembaga daerah sebagai penyebab coat tail effect tidak terjadi.

"Diserentakkannya Pemilu DPRD bisa jadi salah satu penyebab coat tail effect itu tidak signifikan, karena fokus pada pemilih bukan hanya pada lembaga nasional saja tapi juga lembaga daerah," kata dia.

Baca juga artikel terkait PILKADA SERENTAK 2020 atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Politik
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Zakki Amali