Menuju konten utama

Perjanjian Pranikah Tak Lagi Tabu, Calon Mempelai Wajib Tahu

Banyaknya kasus perceraian yang ramai di media, meningkatkan kesadaran bahwa perjanjian pranikah manjadi hal yang patut dipertimbangkan.

Perjanjian Pranikah Tak Lagi Tabu, Calon Mempelai Wajib Tahu
Ilustrasi perjanjian pranikah. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Kabar perceraian pesohor Ari Wibowo, pasangan Virgoun-Inara, dan yang terkini Desta, membuat warganet kembali membicarakan pentingnya perjanjian pranikah (prenuptial agreement). Kesepakatan antara calon suami dan istri yang berkekuatan hukum ini bisa untuk mengamankan harta, hingga melindungi anak-anak yang jadi korban perceraian.

Ungkapan bijak,”Sedia payung sebelum hujan.” bisa menggambarkan betapa pentingnya calon mempelai untuk membuat perjanjian pranikah. Kenapa? Karena, kita tidak pernah tahu apa yang terjadi di masa depan. Jika hal terburuk terjadi dalam rumah tangga, perjanjian pranikah bisa mengurangi risiko munculnya banyak sengketa.

Dua sejoli yang menikah, pasti ingin rumah tangganya bahagia, dan hanya maut yang memisahkannya. Namun faktanya, pernikahan di zaman ini rentan dengan perceraian. Penyebab retaknya rumah tangga juga bermacam-macam, mulai dari masalah ekonomi hingga perselingkuhan.

Menurut Data BPS (Badan Pusat Statistik) di tahun 2022, kasus perceraian di Indonesia naik sebesar 15,31% dari 447.743 kasus di tahun 2021 menjadi 516.334 kasus.

Melihat fakta perceraian itu, banyak pakar hukum, diantaranya Hotman Paris dan Elsya Syarif menganjurkan, pasangan yang akan menikah untuk membuat perjanjian pranikah. Banyak yang masih menganggap hal itu tabu.

Ada yang khawatir dianggap tidak mempercayai pasangan hingga takut pikiran perceraian itu bakal menjadi doa. ”Baru akan menikah, kok sudah berpikir untuk cerai. Pamali (tidak pantas) tahu,” begitu alasan yang menolak.

Di sisi lain, pihak yang menikah membutuhkan perlindungan hukum jika pasangannya melakukan tindakan tidak baik. Bila mempelai paham dan bisa berpikir rasional, perjanjian pranikah ini banyak manfaatnya. Jika rumah tangganya retak hingga berujung cerai, potensi konflik keluarga yang biasa terjadi dalam perceraian bisa dikurangi.

Bercermin dari kasus-kasus tersebut, perjanjian pranikah yang masih dianggap tabu oleh masyarakat awam, kini menjadi fenomena baru di kalangan para pesohor, anak orang kaya, dan pengusaha. Mereka banyak yang membuat perjanjian tersebut untuk mengantisipasi jika terjadi perceraian.

Perjanjian pranikah itu sebenarnya sudah diatur dalam UU Perkawinan, pada Pasal 29 ayat 1 UU No.1 Tahun 1974. Intinya, calon mempelai bisa mengajukan perjanjian tertulis sebelum melangsungkan perkawinan. Perjanjian tersebut akan disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan (KUA/Kantor Urusan Agama) atau notaris.

Semula, perjanjian pranikah itu harus ditandatangani sebelum proses ijab kabul. Namun saat ini, jika mengacu pada Putusan MK No.69/PUU-XIII/2015, perjanjian tersebut tidak hanya bisa dilakukan sebelum perkawinan, namun bisa juga dibuat oleh pasangan yang sudah menikah, selama masih terikat dalam perkawinan. Isi perjanjian tersebut juga berlaku pada pihak ketiga yang terkait dengan hal tersebut.

Sedangkan poin-poin yang diperjanjikan dalam perjanjian pranikah biasanya terkait harta bawaan, hak dan kewajiban suami dan istri, hak asuh anak, pemisahan utang, dan mengatur penghasilan masing-masing jika suami dan istri sama-sama bekerja.

Banyak Manfaat

Banyak yang bilang, perkawinan saat ini rentan dengan perceraian. Komitmen pria dan wanita dalam membangun rumah tangga mungkin tidak sekuat orang tua zaman dahulu, sehingga mudah patah jika mengalami masalah. Sebab itu, perjanjian pranikah dinilai penting bagi pasangan pria dan wanita yang ingin membangun rumah tangga.

Sedikitnya ada enam manfaat dari perjanjian pranikah. Pertama, kepastian hukum. Dalam perjanjian ini, pasangan bisa membuat kesepakatan tentang hak dan kewajiban dalam rumah tangga secara tertulis, termasuk dalam masalah pembagian harta, warisan, dan tanggung jawab finansial.

Kedua, perlindungan aset. Perjanjian ini akan melindungi aset masing-masing pasangan yang dimiliki sebelum pernikahan. Bagaimana aset itu akan dibagi jika terjadi perceraian, bahkan kematian sudah bisa disepakati bersama.

Ketiga, mencegah motivasi pernikahan yang tidak baik. Dengan adanya perjanjian pranikah, suami atau istri tidak bisa menjual aset atau menggunakan uang seenaknya, tanpa persetujuan pasangan yang punya aset tersebut.

Keempat, melindungi kepentingan istri jika suami melakukan poligami. Jika suami memiliki istri lagi, hak-hak istri pertama yang sudah diperjanjikan dalam perjanjian pranikah tidak bisa diganggu gugat.

Kelima, jika suami atau istri memiliki usaha dan bangkrut, pasangannya tidak turut bertanggung jawab atau tersangkut masalah yang dibuat pasangannya.

Infografik Manfaat Perjanjian Pranikah

Infografik Manfaat Perjanjian Pranikah. tirto.id/Fuad

Keenam, mengatur konsekuensi pasca perceraian, terutama jika punya anak, agar hak asuh tidak menjadi sengketa. Misalnya, kedua belah pihak sepakat jika perceraian terjadi akibat perselingkuhan, maka hak asuh diberikan kepada pihak yang tidak melakukan perselingkuhan.

Lalu, siapa yang menanggung biaya hidup hingga biaya pendidikannya juga bisa ditulis dalam perjanjian tersebut. Namun terkait anak, kesepakatan yang dibuat dalam perjanjian pranikah tidak boleh melanggar aturan lain yang terkait. Keputusan final hak asuh anak akan ditetapkan oleh pengadilan atau mengikuti aturan agama.

Ambil contohnya, dalam kompilasi hukum Islam dan perundang-undangan lainnya terkait perlindungan anak, jika terjadi perceraian ayah wajib memberikan nafkah dan membiayai anak sesuai kemampuan hingga mereka mampu mandiri (usia 21 tahun).

Tanggung Jawab Utang

Terkait pihak yang bertanggungjawab membayar utang yang dilakukan oleh pasangan juga menjadi masalah pelik dalam perceraian. Sebagaimana dikutip dari jurnal Dinamika Hukum yang ditulis oleh Haedah Faradz dari Fakultas Hukum Universitas Jenderal Sudirman (Unsoed) Purwokerto, hal tersebut juga bisa disepakati bersama dalam Perjanjian Pranikah.

Berdasarkan ketentuan Pasal 35 UU Perkawinan No.1 Tahun 1974 dan Pasal 121 KUH Perdata, harta bersama juga meliputi semua utang yang dibuat oleh masing-masing suami, istri, baik sebelum perkawinan, setelah perkawinan, bahkan selama perkawinan.

Artinya, bila suami atau istri punya utang, maka pasangannya harus ikut melunasi. Namun, jika Anda tidak mau ikut bertanggung jawab membayar utang pasangan, solusinya adalah membuat perjanjian pranikah. Dengan adanya perjanjian tersebut, maka berlakulah prinsip,”Uang kamu, uang saya juga. Utang Anda, bukan utang saya.”

Dampak perceraian memang banyak. Karena itu, para istri yang biasanya mendapat hak asuh anak penting untuk mengamankan keuangan keluarga. Jika terjadi perceraian, seperti kasus Ari Wibowo, Virgoun, dan Desta, yang ketiganya punya anak, tentu wanita sebagai ibu mau tidak mau akan mengambil alih tanggung jawab keluarga.

Jika nafkah anak dicukupi ayahnya sekalipun, biaya-biaya lain dalam keluarga juga masih banyak. Di sinilah pentingnya punya manajemen keuangan yang baik. Setiap keluarga, idealnya menyiapkan dana darurat untuk biaya hidup setidaknya 6-12 bulan.

Selain punya tabungan, mempunyai perjanjian pranikah juga membantu para ibu dalam memberikan perlindungan terhadap masa depan anak-anak korban perceraian.

Lebih lanjut, berdasarkan penelusuran, biaya pembuatan perjanjian pranikah berbeda-beda tergantung isi perjanjian dan jasa notaris yang digunakan.

Namun umumnya biaya pembuatan termasuk konsultasi ada di kisaran Rp4 hingga Rp10 juta. Biaya ini umumnya belum termasuk jasa pembuatan akte perjanjian pranikah di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil atau Kantor Urusan Agama (KUA) di wilayah masing-masing.

Ada juga notaris yang mematok tarif berdasarkan persentase nilai aset yang diperjanjikan. “Kalau saya tidak pakai itu (persentase). Kita tarifnya bersahabat, tutur notaris lulusan Universitas Indonesia, Rumonda K. Lubis kepada Tirto.id, Rabu (24/05/2023).

Lebih lanjut, Rumonda juga menyampaikan bahwa perjanjian pranikah sejatinya tidak hanya mengatur aset yang dimiliki sebelum menikah, tetapi juga setelah menikah.

"Akan diperoleh di kemudian hari dalam perkawinan atas jerih payahnya, jika terjadi perceraian maka kembali ke milik masing-masing," tambah Rumonda.

Baca juga artikel terkait PERJANJIAN PRANIKAH atau tulisan lainnya dari Suli Murwani

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Suli Murwani
Penulis: Suli Murwani
Editor: Dwi Ayuningtyas