Menuju konten utama

Perjalanan Karier Didi Kempot: Sang Maestro Campursari

Maestro campursari Didi Kempot meninggal dunia pada Selasa, 5 Mei 2020.

Perjalanan Karier Didi Kempot: Sang Maestro Campursari
Penyanyi Didi Kempot tampil membawakan sejumlah lagu hits-nya pada hari pertama Synchronize Fest 2019 di Gambir Expo, Kemayoran, Jakarta, Jumat (4/10/2019). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/aww.

tirto.id - Berita hari ini digegerkan dengan kematian sang maestro campursari Didi Kempot, Selasa, 5 Mei 2020. Berbagai ucapan duka pun menghiasi laman media sosial, bahkan tagar #SobatAmbyarBerduka sempat menjadi trending topic di Twitter.

Didi Kempot adalah bukti bahwa konsistensi merupakan sebuah keniscayaan yang harus ditempuh oleh seorang musikus, apalagi jenis musik yang ia pilih adalah campursari bahasa Jawa, yang sudah pasti hanya bisa dimengerti sebagian golongan saja.

Tapi Didi Kempot mampu membuktikan itu semua, karier bermusiknya justru moncer di masa tua, bahkan lagu-lagunya mampu diterima oleh mereka yang tidak mengerti bahasa Jawa sekalipun.

"Setiap saya konser di mana aja penontonnya juga bukan dari Jawa saja, ada yang kuliah dari mana dan suku manapun ada di situ," kata Didi seperti dilansir dari Antara. "Mereka bisa terhanyut, alhamdulillah meskipun bukan orang Jawa tapi terhibur dengan budaya tradisional," ujarnya.

Karier Musik Didi Kempot

Didi Kempot lahir dari keluarga seniman di Surakarta, pada 31 Desember 1966. Tak heran kalau Didi terjun ke dunia seni, orang-orang terdekatnya juga berkecimpung di dunia yang sama.

Ayahnya, Ranto Edi Gudel adalah pemain ketoprak di Jawa Tengah. Ibunya, Umiyati Siti Nurjanah merupakan penyanyi tradisional di Ngawi. Sementara kakaknya, Mamiek Prakoso, pelawak yang tenar lewat grup Srimulat.

Ia mulai terjun ke dunia musik pada pertengahan 1980-an sebagai pengamen di jalanan, dari Yogyakarta sampai Jakarta. Dari sana pula, namanya yang semula Didi Prasetyo berubah menjadi “Didi Kempot”—merujuk pada singkatan Kelompok Penyanyi Trotorar.

Alasannya memilih campursari pun dimulai dari rasa prihatin karena hanya sedikit anak-anak muda yang tertarik akan musik ini.

“Di situ saya melihat, waktu itu [di campursari] ada almarhum Mas Manthous, kalau keroncong dulu ada Waljinah, Mus Mulyadi. Makin ke belakang, kok, anak-anak muda kurang tertarik ke situ. Akhirnya, saya mencoba membuat lagu yang sekiranya anak-anak muda mau menerima gitu,” katanya kepada Warning Magz pada 2017.

Pada akhir 1980-an, ia pun merilis debutnya di kancah campursari dengan “We Cen Yu”. Dan baru menemukan kesuksesan melalui lagu “Stasiun Balapan”. “[...] Dalam intervalnya di tengah tak kasih sentuhan gitar yang tententeng [berdendang], ada Spanish-nya dikit. Ternyata mereka tertarik, dalam arti, dipasarkan dalam bentuk CD, ya, laku habis,” kenang Didi.

Perlahan, Didi Kempot semakin populer di kancah campursari. Total, Didi Kempot telah membikin puluhan album dan ratusan lagu. Saking banyaknya, ia sendiri kadang lupa pernah menulisnya.

Meski demikian, ia baru mendapatkan kesuksesan besar sebagai penyanyi campursari dalam setahun belakangan ini, bahkan digandrungi para anak muda yang menyebut mereka sebagai Sobat Ambyar.

Selain faktor kedekatan emosional, penyebab terkenalnya Didi Kempot juga tak luput dari internet. Dengan internet, lagu-lagu Didi Kempot, yang sebelumnya terbatas peredarannya, kini menjadi lebih mudah diakses.

Selain itu, kontribusi para influencer juga ikut mengerek popularitas Didi Kempot di kalangan anak muda. Ghofar Hilman, misalnya, mengajak Didi Kempot untuk jadi bintang tamu acara #NGOBAM (Ngobrol Bareng Musisi) di akun YouTube-nya. Video ini ditonton lebih dari 5 juta kali kali. Akun YouTube Ghofar Hilman sendiri punya jumlah subscriber sebanyak 824 ribu.

Lagu lain yang mengantarkan namanya menjadi semakin dikenal adalah "Cidro" dari album pertamanya dulu kurang terkenal di Indonesia, tapi justru menjadi pintu yang menghubungkan Didi dengan penggemar di mancanegara, khususnya Suriname dan Belanda.

Lagu tersebut dibawa oleh seorang turis Suriname di Indonesia yang berdomisili di Belanda. Setelah diputar di radio Amsterdam, lagu tersebut meledak dan digemari di sana. “Saya keluar negeri itu pada 1993. Itu ke Suriname dan Belanda. Nah sekarang kalau saya datang ke Suriname, pasti selalu disambut oleh menteri yang ada di sana dan ditonton presiden. Wis koyo pejabat lah (sudah kayak pejabat lah),” ujarnya kepada Gofar.

Februari lalu, Didi Kempot mendapatkan Lifetime Achievement di ajang Billboard Indonesia Music Awards 2020. Setelah tiga dekade bermusik dan menulis ratusan lagu berbahasa Jawa, dua tahun belakangan karya Didi Kempot semakin digemari oleh anak-anak muda.

Ia pun didapuk oleh berbagai pihak untuk menjadi duta seni hingga duta e-commerce. Sebelum pembatasan sosial akibat pandemi virus corona (COVID-19), Didi Kempot sempat menggelar konser "Tresno Ambyar" awal tahun ini.

Didi Kempot pun ikut andil dalam konser amal dari rumah untuk membantu orang yang terkena dampak COVID-19 pada April 2020. Maret lalu, dia pun meramaikan konser #dirumahaja untuk menghibur orang-orang yang berdiam diri di rumah selama pandemi sekaligus menggalang donasi.

Namun, pada hari ini Didi Kempot menghembuskan nafas terakhirnya. Ia berpulang dengan meninggalkan banyak karya yang melekat di hati pendengar. Selamat jalan Didi Kempot!

Baca juga artikel terkait DIDI KEMPOT atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Musik
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Agung DH