Menuju konten utama

Perjalanan "Infrastruktur Langit": Mega Proyek Sejak Orde Baru

Proyek "infrastruktur langit" sudah menjadi proyek impian pemerintah sejak 1990-an.

Perjalanan
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara memberikan pemaparan mengenai proyek Palapa Ring Paket Barat, Tengah dan Timur dalam diskusi bersama media di Jakarta, Senin (19/11/2018). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

tirto.id - "Kebetulan pemerintah kita sekarang sudah bisa membangun infrastruktur, baik infrastruktur darat, infrastruktur laut, infrastruktur udara, dan infrastruktur langit. Infrastruktur langit itu adalah melalui Palapa Ring," tutur Calon Wakil Presiden Ma’ruf Amin dalam sesi debat ketiga, Minggu (17/3).

Istilah Palapa Ring bukan ihwal baru dalam persoalan pembangunan infrastruktur di Indonesia karena sudah diwacanakan lintas pemerintahan hingga perlahan direalisasikan. Mega proyek salah satu proyek kebanggaan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama empat tahun terakhir yang mengalami percepatan untuk menyediakan jaringan internet yang andal dan efisien.

Palapa Ring adalah pembangunan infrastruktur berupa pembangunan serat optik di seluruh Indonesia sepanjang 36 ribu kilometer ini, menjadi salah satu target rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2015-2019 yang menghabiskan dana investasi sampai dengan Rp7,7 triliun.

Ini merupakan proyek pembangunan tulang punggung serat optik di seluruh Indonesia, khususnya daerah pelosok yang merupakan wilayah terdepan, terluar dan tertinggal dari NKRI. Wilayah ini dihindari oleh operator seluler lantaran tidak menguntungkan secara bisnis.

Koneksi internet di Indonesia termasuk yang paling jeblok dalam urusan kecepatan. Data yang dirilis oleh Speedtest, situs penguji kecepatan koneksi internet yang disediakan oleh perusahaan asal Kalispell, Montana, AS, menyebutkan Indonesia berada di urutan 118 dari 136 negara di dunia, dalam hal kecepatan unduhan pada perangkat seluler per Februari 2019.

Bhima Yudhistira Ekonom Indef pun menyebut bahwa 'infrastruktur langit' yang merupakan perumpamaan dari infrastruktur internet dan data, masih menjadi masalah di Indonesia lantaran belum menjangkau ke kawasan terpencil, tertinggal dan terjauh di Indonesia. Tak hanya itu, kualitas internet di Indonesia juga masih tertinggal dibandingkan negara-negara lain utamanya di ASEAN.

"Kita ada di 118 di antara negara lain di dunia yang paling lambat internetnya. Kita kalah dengan Vietnam, Filipina, bahkan yang sama-sama negara kepulauan mereka punya akses internet yang lebih baik daripada indonesia. Ini kan yang menjadi concern dalam ranking global lainnya," kata Bhima melansir pemberitaan Tirto sebelumnya.

Era SBY Hingga Jokowi

Proyek Palapa Ring sudah digaungkan sejak 1990-an jelang berakhirnya Orde Baru. Namun berbagai kendala menghadang realisasi proyek ini, mulai dari krisis ekonomi 1998 sampai dengan belum ditemukannya struktur pelaksanaan proyek yang pas. Wacana pembangunan infrastruktur ini mengemuka di ajang Infrastructure Summit I pada Januari 2005.

Ide itulah yang kemudian diadopsi oleh pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi proyek Palapa Ring pada 2007. Konsorsium beranggotakan tujuh perusahaan telekomunikasi untuk membangun jaringan serat optik di kawasan Indonesia Timur sepanjang 10 ribu kilometer pun dibentuk pada 5 Juli 2007.

Pemerintah juga membuka tender skala nasional untuk proyek Palapa Ring pada Oktober 2007. Pembangunan direncanakan mulai pada 2008 dan ditargetkan selesai pada 2013. Sayangnya, proyek ini harus terhenti lagi akibat nilai tukar mata uang dolar AS yang melambung tinggi terhadap rupiah.

Rupiah terdepresiasi sampai dengan 16,86 persen. Posisi rupiah awal tahun 2008 senilai Rp9.417 per dolar AS, namun pada 31 Desember 2008 menembus level Rp11.005 per dolar AS. Kurs bahkan terus merangsek naik menyentuh level Rp12.000 per dolar AS pada 2009. Penurunan nilai tukar rupiah ini memengaruhi harga kabel yang menyumbang sampai dengan lima puluh persen dari biaya proyek karena masih harus diimpor.

Beban semakin berat ketika konsorsium Palapa Ring yang awalnya berjumlah tujuh perusahaan pun mengerucut menjadi tiga perusahaan telekomunikasi, yaitu PT Telkom, PT Indosat dan PT Bakrie Telecom. Perusahaan lain seperti PT Excelcomindo Pratama Tbk, PT Infokom Elektrindo (termasuk PT Mobile-8 Telecom Tbk), PT Powertek Utama Internusa mengundurkan diri dari konsorsium.

Konsorsium Palapa Ring juga merasa keberatan dengan harga yang ditawarkan oleh vendor kabel optik beserta tender proyek, yang terdiri dari NEC Corporation, NSW Fujitsu, dan Alcatel-Lucent. Harga serat optik yang ditawarkan sampai dengan $50 ribu per kilometer. Padahal, anggaran konsorsium hanya senilai $20 ribu per kilometer.

Terjadinya penyusutan jumlah perusahaan telekomunikasi, dan melambungnya nilai tukar dolar AS, tingginya harga kabel laut, membuat ‘dream project’ awalnya berasal dari gagasan “Nusantara 21” ini, harus masuk fase pertimbangan ulang.

Konsorsium akhirnya menunjuk vendor baru yaitu Huawei Marine pada akhir November 2009. Huawei Marine terpilih sebagai pemasok yang menggarap proyek Palapa Ring tahap 1, yang menghubungkan Mataram dan Kupang, yang merupakan konsorsium tiga perusahaan.

PT Telkom resmi menggarap proyek Palapa Ring tahap 1, yang kemudian diresmikan pembangunan jaringannya oleh Presiden SBY. Huawei menang tender yang digelar oleh PT Telkom, karena harga penawaran yang diajukan lebih kompetitif dibandingkan pesaing lainnya. Angka investasi yang dikeluarkan PT Telkom sekitar Rp500 miliar atau $50 juta dengan kurs saat itu.

Nilai investasi ini lebih rendah dibanding perkiraan awal yang mencapai $75 juta. Selain Palapa Ring tahap 1, pemerintah juga mempunyai proyek Palapa Ring tahap II, yang merupakan pembangunan jaringan serat optik nasional meliputi sektor utara Indonesia Timur.

Infografik Infrastruktur Langit

Infografik Infrastruktur Langit. tirto.id/Fuad

Setelah pemerintahan berganti di bawah Presiden Jokowi, pada 2015 dimulai kembali tender Palapa Ring dengan skema pembiayaan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Pembangunan proyek infrastruktur ini bisa berjalan lantaran dana investasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya sebesar 20 persen. Sedangkan sisa 80 persen berasal dari investor.

Inilah pembangunan proyek yang terbagi dalam tiga wilayah atau tiga paket, mencakup Paket Barat, Paket Tengah, dan Paket Timur. Paket Barat menjangkau wilayah Riau dan Kepulauan Riau (sampai dengan Pulau Natuna), dengan total panjang kabel serat optik sekitar 2 ribu kilometer.

Di wilayah ini, tahapan konstruksi yang berjalan efektif sejak Maret 2016 telah selesai dan resmi beroperasi sejak Maret 2018. Nilai kontrak sebesar Rp3,48 triliun untuk masa konsesi selama 15 tahun sampai dengan 2023.

Palapa Ring Paket Tengah juga sudah tuntas 100 persen pada 22 Desember 2018 dan telah diujicobakan pada 18 Januari 2019 lalu di Tahuna, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. Total panjang kabel serat optik yang menjangkau wilayah Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku Utara (sampai dengan Kepulauan Sangihe-Talaud) sekitar 2.700 kilometer terdiri dari kabel serat optik darat dan kabel laut. Nilai kontrak untuk Palapa Ring Paket Tengah mencapai Rp3,5 triliun dengan kontrak konsesi selama 15 tahun.

Sementara itu, Palapa Ring Paket Timur yang jangkauan bentangannya mencapai 8.500 kilometer, mencakup wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, Papua Barat, dan Papua. Konstruksi fisik telah mencapai 73 persen. Total panjang kabel serat optik sekitar 8.454 kilometer dengan nilai kontrak Rp14 triliun selama 15 tahun.

Mega proyek ini menyisakan satu pembangunan yaitu infrastruktur Palapa Ring Paket Timur, Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika menargetkan penyelesaian pada pertengahan 2019 ini.

“Sekarang pembangunan laut sudah selesai. Persoalannya tinggal menyelesaikan menara-menara,” ucap Anang Latif, Direktur Utama BAKTI melansir Antara.

Menurut Anang, melihat kemajuan pembangunan saat ini, BAKTI memperkirakan Palapa Ring Paket Timur akan selesai dibangun pada Juni. Pelaksanaan uji coba dan jaringan akan dilaksanakan selama satu bulan. Dengan begitu, pada Juli 2019, infrastruktur Palapa Ring Paket Timur sudah dapat beroperasi.

Selain pembangunan jaringan infrastruktur serat optik Palapa Ring sebagai "infrastruktur langit", ada juga satelit yang dapat menyebarkan sinyal internet dengan teknologi high throughput satellite (HTS). Satelit ini akan menyediakan jaringan internet pita lebar atau bandwidth dengan kapasitas 15 Gbps.

Pada 21 Februari lalu, PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) meluncurkan Satelit Nusantara Satu berteknologi HTS dari Cape Canaveral, Florida, AS. Peluncuran menggunakan tenaga dorong roket Falcon 9 milik SpaceX. Satelit Nusantara Satu merupakan satelit Indonesia pertama berteknologi HTS dengan kapasitas 15 Gbps. Ini artinya, bobot kapasitas tersebut tiga kali lipat dibandingkan satelit konvensional.

Nusantara Satu memiliki kapasitas 26 transponder C-band dan 12 transponder Extended C-band serta 8 spot beam Ku-band. PSN akan meluncurkan satelit Nusantara Dua pada 2020 disusul Nusantara Tiga pada 2022.

Baca juga artikel terkait PALAPA RING atau tulisan lainnya dari Dea Chadiza Syafina

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Dea Chadiza Syafina
Editor: Suhendra