Menuju konten utama

Perintah Teddy ke Dody Dinilai Jadi Multitafsir karena Ada Emoji

Perintah Teddy Minahasa ke Dody Prawiranegara mengganti sabu dengan tawas dinilai menjadi multitafsir saat pesan kedua disertai emoji tertawa.

Perintah Teddy ke Dody Dinilai Jadi Multitafsir karena Ada Emoji
Terdakwa kasus peredaran narkotika Irjen Pol Teddy MInahasa menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Jakarta, Senin (20/2/2023). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/rwa.

tirto.id - Psikolog Forensik, Reza Indragiri Amril dihadirkan sebagai ahli meringankan dalam sidang kasus narkoba dengan terdakwa Irjen Teddy Minahasa.

Dalam keterangannya, Reza menilai percakapan antara Teddy Minahasa dengan Dody Prawiranegara tentang perintah mengganti barang bukti sabu dengan menggunakan tawas adalah kalimat yang multitafsir.

Mulanya, tim penasihat hukum terdakwa Teddy Minahasa, menunjukkan dua gambar percakapan antara Teddy dengan Dody. Gambar pertama ditunjukkan perintah mengganti sabu dengan tawas untuk bonus anggota tanpa emoji.

"Dari gambar ditampilkan apa yang bisa anda tafsirkan?" tanya kuasa hukum terhadap Reza di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (16/3/2023).

"Menurut saya dengan melihat dua potongan komunikasi ini absolut, perintah, di dalamnya mengandung kriminal inten, niat jahat," ujar Reza.

Kuasa hukum Teddy lalu menanyakan gambar kedua, yaitu perintah yang sama dari Teddy kepada Dody disertai emoji tertawa.

Reza lalu menjelaskan bahwa makna kalimat tersebut menjadi berubah lantaran adanya elemen emoji yang ditambahkan. Hal tersebut, kata Reza, berkaitan dengan teori dalam ilmu psikologi yang biasa disebut disonansi, sehingga makna kalimat tersebut menimbulkan ketidakharmonisan atau multitafsir.

"Tadi saya katakan berdasarkan riset dan juga sudah dijadikan sebagai kebijakan di lembaga yudisial di negara lain, tidak bisa kita pisahkan atau nihilkan elemen emoji dalam percakapan tersebut," ucap Reza.

Menurut Reza begitu pesan berikutnya ditambahkan emoji tertawa, pesan bersifat perintah tidak lagi absolut, tetapi menjadi relatif.

"Begitu ditampilkan emoji tertawa, tafsiran saya atas pesan yang pertama menjadi relatif. Tidak lagi absolut seperti tadi, tapi menjadi relatif. Artinya multitafsir. Apakah bercanda ataukah lainnya. Ini yang jelas menjadi relatif," tuturnya.

Kasus narkoba ini bermula ketika Teddy, yang menjabat sebagai Kapolda Sumatra Barat, diduga menginstruksikan AKBP Dody untuk menukar 5 kilogram sabu dengan tawas.

Teddy Minahasa sebelumnya telah didakwa dengan Pasal 114 ayat 2 subsider Pasal 112 ayat 2 juncto Pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

Ia didakwa menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara narkotika golongan I hasil sitaan Polres Bukittinggi sebanyak lima kilogram.

Tindak pidana itu turut melibatkan AKBP Dody Prawiranegara, Kompol Kasranto, Aiptu Janto P. Situmorang, Linda Pujiastuti, Muhammad Nasir, dan Syamsul Maarif.

"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan, tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika golongan I bukan tanaman, yang beratnya lebih dari 5 (lima) gram," kata jaksa saat membacakan dakwaan di PN Jakbar, Kamis (2/2/2023).

Baca juga artikel terkait SIDANG KASUS NARKOBA TEDDY MINAHASA atau tulisan lainnya dari Fatimatuz Zahra

tirto.id - Hukum
Reporter: Fatimatuz Zahra
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Bayu Septianto