Menuju konten utama

Perintah Kurban di al-Quran dan Hikmah Kisah Nabi Ibrahim-Ismail

Pensyariatan kurban dalam Islam berkaitan dengan kisah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS.

Perintah Kurban di al-Quran dan Hikmah Kisah Nabi Ibrahim-Ismail
Dokter hewan memeriksa kualitas dan kelaikan daging kurban usai disembelih di Rumah Potong Hewan, Bandung, Jawa Barat, Jumat (31/7/2020). Pemerintah Kota Bandung memindahkan penyembelihan hewan kurban bagi warga Bandung ke Rumah Potong sebagai bentuk penerapan protokol kesehatan masa adaptasi kebiasaan baru. ANTARA FOTO/Novrian Arbi/pras.

tirto.id - Ibadah kurban dianjurkan untuk dikerjakan setiap tahunnya pada hari raya Idul Adha dan tiga hari tasyrik. Pada tahun ini, Idul Adha jatuh pada Jumat, 31 Juli 2020. Adapun hari tasyriq jatuh pada 1-3 Agustus 2020.

Ibadah kurban hukumnya sunah muakkadah atau amat ditekankan pengerjaannya. Perintah bagi umat Islam untuk berkurban ini tertera dalam Alquran surah Al-Hajj ayat 34:

"Dan bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan [kurban], agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka berupa hewan ternak. Maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan sampaikanlah [Muhammad] kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh [kepada Allah]," (Q.S. Al-Hajj [22]: 34).

Selain itu, Allah SWT juga berfirman dalam surah Al-Kautsar mengenai perintah berkurban ini:

"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah (Al-Kautsar [108]: 1-2).

Ibadah kurban memiliki sejarah panjang dalam Islam. Perintah kurban pernah diberikan kepada Nabi Ibrahim AS, yang bermula dari mimpinya menyembelih anaknya sendiri, Ismail AS.

Hal ini didasarkan pada riwayat Zaid bin Arqam, mereka [para sahabat] berkata: "Wahai Rasulullah SAW, apakah kurban itu? Rasulullah SAW menjawab: 'Kurban adalah sunahnya bapak kalian, Nabi Ibrahim'," (H.R. Ahmad dan Ibnu Majah).

Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail disebut di Al-Quran surah As-Shaffat ayat 99-113. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir, bahwa Nabi Ibrahim sempat menanti kehamilan dari istri pertamanya, Sarah, dalam waktu yang sangat lama.

Lantas, ketika usia Sarah kian menua dan tampak sulit mengandung, ia meminta agar Ibrahim AS menikahi budak mereka, Siti Hajar. Sarah berharap, dari Siti Hajar, Ibrahim bisa memperoleh anak yang ia dambakan.

Beberapa waktu kemudian, Siti Hajar hamil dan mengandung Ismail. Ketika anak pertamanya itu lahir, Ibrahim berusia 86 tahun.

Pada suatu waktu, ketika Ismail sudah tumbuh besar, Ibrahim bermimpi bahwa ia menyembelih anaknya. Awalnya ia ragu bahwa mimpi itu adalah wahyu. Namun setelah Ibrahim merenung dan memikirkannya, sampailah ia pada kesimpulan bahwa Allah SWT memintanya untuk menyembelih anaknya sendiri, Ismail.

Choirul Mahfud (2014) dalam "Tafsir Kontekstual Ibadah Kurban dalam Islam" yang terbit di Jurnal Humanika menyebutkan, setelah mimpi itu, tampaklah keteladanan Nabi Ibrahim yang merupakan seorang ayah yang demokratis di keluarga, dan mengutamakan dialog, serta tidak memaksakan kehendaknya sendiri.

Ketika diperintahkan untuk menyembelih anaknya, Nabi Ibrahim tidak lantas menunaikan perintah itu, namun bertanya terlebih dahulu kepada putranya, Ismail: "Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?" (Q.S. As-Shaffat [37]: 102).

Jadi, Ibrahim mengajak dialog, meminta pendapat, masukan, dan persetujuan Ismail. Kemudian, Ismail dengan penuh ikhlas menyambut baik perintah itu. Jawaban Ismail itu tertera di ayat yang sama: "Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintah­kan kepadamu,” (Q.S. As-Shaffat [37]: 102).

Hal ini membuktikan bahwa cinta Ibrahim dan Ismail kepada Allah SWT melebihi segalanya. Cinta itu mengalahkan nafsu-nafsu duniawi, serta menundukkan keinginan keduanya atas perintah Allah SWT.

Namun, saat Nabi Ibrahim mulai menyembelih Ismail, Allah SWT mengganti Ismail dengan seekor kambing gibas, yang bulunya panjang, tebal, dan keriting. Hal ini juga disebutkan dalam al-Quran.

"Lalu Kami panggil dia, Wahai Ibrahim! Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu. Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar," (Q.S. Ash-Saffat [37]: 104-107).

Dengan demikian, salah satu hikmah dari ibadah kurban adalah mengingat ketakwaan Ibrahim dan Ismail kepada Allah SWT. Hal ini sebagaimana disampaikan KH Said Aqil Siroj, Ketua Umum PBNU, bahwa umat Islam diajarkan untuk meneladani kisah Nabi Ibrahim dan Ismail dengan menjalankan ibadah kurban. Teladan itu adalah kesabaran dan keberserahan diri keduanya kepada Allah SWT.

"Dari situlah disyariatkan kita berkurban. Ini [ibadah kurban] juga merupakan salah satu bagian kecil dari ibadah sosial kita," kata Said sebagaimana dilansir NU Online.

Baca juga artikel terkait IDUL ADHA 2020 atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Abdul Hadi
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Addi M Idhom