Menuju konten utama
Seleksi CPNS 2021

Perilaku Koruptif Demi jadi ASN & Kecurangan CPNS, Apa Penyebabnya?

Kecurangan seleksi ASN terjadi berulang dan masif. Hal ini tak lepas dari pandangan publik bahwa ASN adalah pekerjaan yang mapan.

Perilaku Koruptif Demi jadi ASN & Kecurangan CPNS, Apa Penyebabnya?
Ilustrasi Syarat Pendaftaran CPNS 2021. tirto.id/Fuad

tirto.id - Mabes Polri mengumumkan hasil kinerja penanganan perkara kecurangan calon aparatur sipil negara (CASN) 2021. Kepolisian menangkap dan menetapkan puluhan orang tersangka dalam kasus ini. Ironisnya, 9 di antaranya adalah mereka yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil atau PNS.

“Jumlah tersangka yang ditangkap sampai saat ini berjumlah 30 orang yang terdiri dari 9 PNS dan 21 orang sipil," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri, Kombes Pol Gatot Replo Handoko di Mabes Polri, Jakarta, Senin (25/4/2022).

Mabes menyita 58 ponsel, 43 laptop dan komputer, 9 USB dan 1 alat rekam digital. Sekitar 359 calon ASN didiskualifikasi setelah penelusuran kasus. 81 orang pun dinyatakan lulus, tetapi belum didiskualifikasi.

Mabes Polri mencatat pengguna jasa dikenakan biaya beragam. Rerata suap kepada tersangka yang lolos berada di angka Rp80 juta hingga Rp500 juta. Penanganan dilakukan sejumlah polda dan polres seperti Polda Sulteng, Polda Sulbar, Polda Lampung, Polrestabes Makassar, Polres Sidrap, Polres Palopo, Polres Tana Toraja, Polres Luwu dan Polres Enrekang.

Menteri PANRB Tjahjo Kumolo mengaku siap memproses secara hukum apabila ada ASN terlibat dalam sindikat kecurangan CASN 2021.

“Tidak menutup kemungkinan kalau ada bukti Kementerian PANRB dan BKN terlibat jaringan tersebut. Tim Bareskrim dengan data-data yang ada dan bukti jejak digital pasti ditangkap dan diproses,” kata Tjahjo, Senin (25/4/2022).

Ia menilai, pembentukan satgas adalah bukti ada indikasi kecurangan dalam pelaksanaan CPNS 2021. Tjahjo pun membawa surat permintaan pengusutan kasus CASN 2021.

“Saya datang dan membawa surat kepada Kabareskrim Polri untuk membantu mengusut tuntas jaringan penipuan CPNS dengan berbagai cara. Bareskrim juga membentuk tim serta koordinasi dengan Polda dan Polres seluruh Indonesia,” tegas Tjahjo.

Sementara itu, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana menegaskan, pihaknya akan mencabut Nomor Induk Pegawai (NIP) ASN yang terlibat dalam kasus ini. “Bahwa 81 orang lagi akan kami diskualifikasi dan cabut NIP-nya. Kami masih menunggu nama-nama dari Bareskrim,” ungkap Bima.

Ia juga nemastikan sekitar 225 peserta Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) yang terindikasi melakukan kecurangan untuk didiskualifikasi dari seleksi CPNS 2021. Pemerintah pun memastikan langsung menindak tegas pelaku dan mengusut hingga ke akarnya.

"Investigasi dilanjutkan secara menyeluruh sampai tuntas untuk mengetahui oknum yang berperan dan terlibat," tegas Bima.

"Kedua, adalah mengembangkan penyidikan untuk mencari keterlibatan pihak internal pada tingkat pusat," ungkap Bima.

Mengapa Kecurangan CASN Berulang & Masif?

Peneliti dari The Prakarsa, Eka Afriana Djamhari menilai, kecurangan seleksi ASN terjadi berulang dan masif di hampir di semua wilayah Indonesia. Hal itu tidak terlepas dari pandangan publik bahwa ASN adalah pekerjaan dengan gaji dan tunjangan yang stabil.

“PNS itu adalah pekerjaan yang paling ideal di masyarakat karena di sana mulai dari benefit yang didapatkan, mulai dari gaji sampai tunjangan pensiun, tunjangan kesehatan dan sebagainya itu pasti ada. Artinya PNS ini paket komplit, sangat ideal di masyarakat karena tunjangan pensiun," kata Eka kepada reporter Tirto, Selasa (26/4/2022).

Eka menambahkan, "Kalau misalnya seseorang masuk [jadi] PNS, kayaknya orang tua kita ingin anaknya jadi PNS karena dilihat PNS itu pekerjaan yang settle, pekerjaan yang aman. Itu terbentuk di masyarakat. Jadi segala cara akan dilakukan oleh orang ini berbondong-bondong untuk masuk jadi PNS.”

Selain itu, kata Eka, faktor orang ingin menjadi PNS ditambah dengan ketidakpastian lapangan kerja. Ia menuturkan, data BPS mencatat lebih dari 50 persen pekerja Indonesia adalah pekerja informal. Masyarakat masih mendapatkan ketidakpastian dalam bekerja sehingga perlu bekerja secara informal.

"Kalau dari kacamata kami ya, hal ini akan terus terjadi karena Indonesia kekurangan pekerjaan layak. Pemerintah gagal menciptakan lapangan kerja," kata Eka.

Jika pekerjaan layak sudah memadai, kata Eka, maka pandangan publik bahwa bekerja sebagai PNS adalah pekerjaan ideal akan hilang.

Di sisi lain, proses seleksi juga perlu diperbaiki. Saat ini, sistem yang ada masih belum transparan dalam sisi rekrutmen karena penilaian dibuka secara terbatas. Eka menilai masih ada ruang ketidaktransparanan itu yang membuat muncul celah-celah permainan.

Ia pun kembali menekankan bahwa solusi ideal mencegah adanya transaksional hingga korupsi seleksi ASN hanya bisa diselesaikan dengan tersedianya lapangan kerja layak.

“Penekanannya benar nih. Pemerintah kalau misalnya menciptakan lapangan kerja baik, yang lebih layak, nggak akan kayak gitu [rebutan jadi PNS] sebenarnya," kata Eka.

Sementara itu, Deputi Direktur Transparansi Internasional Indonesia (TII), Wawan Heru Suyatmiko menuturkan, aksi kecurangan ASN hingga mengarah upaya koruptif terjadi akibat stigma publik terhadap pekerjaan ASN.

“Ini kukira lebih ke konstruksi berpikir kebanyakan masyarakat kita yang melihat ASN sebagai salah satu profesi yang menjanjikan masa depan, bukan ke esensi pelayanan publik," kata Wawan kepada Tirto.

Wawan menuturkan, sistem korup dalam rekrutmen akhirnya memicu buruknya pelayanan publik. Hal itu tidak lepas dari konsekuensi penerimaan yang buruk di instansi publik.

Menurut Wawan, penindakan dalam kecurangan CASN 2021 harus mendapat atensi serius dari pemerintah. Pertama, BKN harus mengevaluasi sistem rekrutmen saat ini yang berbasis IT. Ia menuturkan, "BKN perlu evaluasi total pola rekrutmen ini. Karena klaimnya, kan, sudah berbasis IT harusnya ‘jual-beli’ dan proses tatap muka sudah tidak dimungkinkan.”

Kedua, kata Wawan, Ombudsman dan KemenpanRB sudah menemukan modus yang sama, bukan kali pertama. Dengan kata lain, pengawasan rekrutmen harus lebih ketat dan lebih kuat. Ketiga, peran KASN perlu diperluas, bukan saja pengawasan pada mereka yang sudah jadi ASN tapi juga ke calon.

Akan tetapi, Wawan lebih mendorong agar proses rekrutmen ASN dirombak total. Ia menyarankan proses seleksi melibatkan asesor independen sehingga tidak ada ruang celah kecurangan termasuk upaya koruptif.

“Model rekrutmen KPK lewat ‘Indonesia Memanggil’ yang lalu, bisa jadi contoh/praktik baik sebenarnya. Tapi apalah daya sekarang KPK di-ASN-kan, ya justru turun standarnya," kata Wawan.

Wawan menambahkan, “Selama panitia seleksinya adalah pihak pengguna, bukan vendor rekrutmen yang profesional dan terbuka, ya kemungkinan ini besar sekali (kecurangan).”

Baca juga artikel terkait CPNS 2021 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz