Menuju konten utama
Periksa Fakta

Periksa Fakta "Konspirasi COVID-19" ala Deddy Corbuzier & Young Lex

Beberapa pernyataan Deddy Corbuzier dan Young Lex dalam video bersifat salah dan menyesatkan (false & misleading).

Periksa Fakta
Header Periksa Fakta. tirto.id/Quita

tirto.id - Pada 19 April lalu, Deddy Corbuzier mengunggah sebuah video di akun YouTube miliknya. Video tersebut merupakan obrolan atau diskusinya dengan rapper Young Lex. Video panjang berdurasi 1 jam 8 menit tersebut berjudul “CORONA HANYA SEBUAH KEBOHONGAN KONSPIRASI ⁉️ (Tonton sebelum video ini ter take down)” (arsip).

Hingga tulisan ini di buat, video tersebut telah ditonton 5 juta kali. Sebagai catatan, Deddy memiliki 8,52 juta pengikut di akun YouTube. Ia menyapa pemirsanya dengan panggilan "smart people".

Selama lima menit pertama video, Deddy dan Young Lex memaparkan sejumlah klaim COVID-19. Contoh-contoh teori yang mereka sebutkan seperti:

Teori-teori dari 5G, 5G itu menghancurkan imunitas tubuh kita sehingga virus-virus bisa masuk dengan gampang.

Ini sebenarnya flu yang ditambahkan cairan kimianya lebih banyak, jadi lebih gampang tersebar.”

Flu yang diganaskan, dibuat di laboratorium supaya lebih ganas dan menyerang orang-orang.”

Deddy telah menjelaskan sejak awal alasannya berdiskusi dengan Young Lex di video itu karena rapper itu menaruh minat pada teori-teori konspirasi. Young Lex juga mendaku sebagai penganut teori bumi datar.

Periksa Fakta Hoaks dan Konspirasi COVID-19

Periksa Fakta Deddy Corbuzier dan Young Lex Sebar Hoaks dan Konspirasi COVID-19. Screnshoot/Youtube/Deddy Corbuzier

Penelusuran Fakta

Dalam video itu, baik Deddy maupun Young Lex acap kali mengutip isu-isu yang tersebar di internet tanpa sumber jelas dan sering mengucapkan pernyataan asumtif melalui kata “katanya”.

Salah satunya, klaim terkait obat flu. Pada menit 3:08, Young Lex mengatakan, “Kan sampai sekarang flu belum ada obatnya.” Ia menanggapi pernyataan Deddy soal COVID-19 merupakan flu yang dibuat lebih ganas.

Menurut CDC, orang dengan gejala flu ringan memang tidak memerlukan perawatan medis atau obat. Istirahat cukup di rumah dan menghindari kontak dengan orang lain agar tak menularkan adalah anjuran lazim untuk mengatasi sakit flu. Antibodi tubuh memang dinilai sudah cukup memulihkan kondisi sakit akibat flu ringan.

Namun, bagi kelompok risiko tinggi atau memiliki penyakit komplikasi, CDC menganjurkan perawatan intensif. Untuk kelompok rentan, ada "antiviral drugs". CDC menyarankan mereka yang memiliki asma, diabetes, dan penyakit jantung untuk menggunakan obat tersebut.

Selain itu, flu musiman oleh virus influenza dapat dicegah dengan pemberian vaksin. Namun, menurut dr. Dewi Metta, SpA selaku dokter spesialis anak di RS Awal Bros Batam, masyarakat Indonesia umumnya belum begitu menyadari pentingnya vaksinasi influenza.

Anak–anak berusia di atas umur enam bulan sudah boleh diberi vaksin influenza. Anjuran ini juga disampaikan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO). "Vaksin ini diberikan untuk mencegah penyakit influenza yang berat. Sementara gejala flu ringan tak perlu,” sebut Metta.

Klaim kedua dari video itu merupakan klaim Deddy. Ia mengatakan, “Satu dari tiga penduduk di bumi terkena cancer, kenapa beritanya tidak dibesar-besarkan seperti ini? Karena katanya penyebarannya beda.”

Upaya membandingkan kanker dan COVID-19 bukan hal tepat.

Pertama, kanker merupakan pertumbuhan sel abnormal di dalam tubuh. Dengan demikian, tentu sel kanker tidak menular, tapi dapat diturunkan secara genetik.

Kedua, COVID-19 merupakan pandemi. Hal ini diumumkan oleh WHO sejak 11 Maret 2020. Pandemi merupakan peningkatan jumlah kasus atau penyakit yang telah menyebar ke beberapa negara atau benua dan menjangkiti banyak orang pada waktu bersamaan. Thus, perbandingan antara kanker dan COVID-19 tidak sebanding karena kanker bukan wabah.

Pada menit ke 3:53, Young Lex menyampaikan, "Coba dibandingkan berapa yang mati karena corona dengan penyakit lainnya? Pasti lebih banyak. Corona mah secuil."

Deddy melanjutkan, "Katanya, belum ada orang meninggal yang pure karena corona doang. Pasti orang-orang kena diabetes meninggal, jantung meninggal, asma. Coronanya sendiri belum ada nih, mati gara-gara Corona. Katanya loh ya, gue nggak tahu!”

Pernyataan yang sama pernah disampaikan Indro Cahyono. Indro mengklaim korban meninggal COVID-19 tidak hanya disebabkan oleh wabah itu, melainkan komplikasi penyakit yang mereka bawa seperti ginjal, diabetes, stroke, dan jantung.

Namun, menurut dokter spesialis paru yang bertugas di RSUP Persahabatan Jakarta, Erlina Burhan, pernyataan Indro bahwa korban COVID-19 meninggal hanya dikarenakan penyakit penyerta tidak tepat. Logikanya, orang yang sakit itu tidak lantas akan meninggal jika tidak terkena COVID-19.

"Dia bilang orang meninggal karena stroke, hipertensi, sakit gula, dan lain-lain. Sekarang coba dibalik. Orang yang sakit stroke, jantung, hipertensi kalau enggak ada corona, enggak mati, kan?" kata Erlina melalui sambungan telepon, Jumat (17/4/2020).

Pernyataan Deddy yang lain mengenai angka kematian COVID-19. Dalam video, Deddy menyebut dugaan angka kematian COVID-19 lebih sedikit dari data yang ada. "Siapa tahu angka meninggal COVID itu dibesar-besarkan?” sebutnya.

Laporan New York Times pada 21 April 2020 memaparkan data kematian di 11 negara dan kota di dunia dapat mengindikasikan krisis sebenarnya dari pandemi COVID-19. Negara-negara dan kota ini adalah Spanyol, Inggris & Wales, New York, Perancis, Belanda, Istanbul, Jakarta, Belgia, Swiss, dan Swedia.

Dalam sebulan terakhir, angka kematian di negara dan kota di atas jauh lebih banyak dari angka kematian dalam waktu satu tahun. Kematian ini tak hanya disebabkan infeksi virus corona baru SARS-CoV-2 penyebab COVID-19, tapi juga orang-orang yang tidak mendapatkan perawatan di rumah sakit karena fasilitas kesehatan kewalahan.

Di Jakarta, misalnya, tercatat 1.000 angka kematian terkait COVID-19 pada 21 April 2020. Angka yang dicatat Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ini merupakan akumulasi dari data kematian pasien positif dan pasien dalam pengawasan (PDP).

Klaim selanjutnya yang dibahas Deddy terkait vaksin, utamanya vaksin Hepatitis B.

Pada menit ke 7:33, ia berkata: "Ada satu artikel, kalian boleh cari di YouTube, namanya 'depopulation with vaccination.' Jadi mendepopulasi manusia di bumi dengan vaksinasi. Jadi menarik sekali vaksin Hepatitis B."

"Kalau secara logika, Hepatitis B itu kebanyakan hanya bisa kena sama pekerja seksual, transfusi darah, sama orang HIV. Tapi vaksin Hepatitis B disuntikkan ke anak-anak, yang mana balita tersebut punya cita-cita jadi prostitusi apa gimana?"

Perlu diketahui, selain penularan yang terjadi melalui hubungan seksual tanpa kondom dan berbagi jarum suntik dengan penderita hepatitis B, penyakit ini juga dapat ditularkan dari perempuan hamil kepada bayi dalam kandungan. Sementara Hepatitis B sering kali tidak menimbulkan gejala sehingga penderita tidak menyadari dia telah terinfeksi.

Banyak negara saat ini secara rutin memvaksinasi bayi demi imun hepatitis B. Studi Baruch S. Bumberg dari Fox Chase Cancer Center, Amerika Serikat, menunjukkan vaksinasi hepatitis tak cuma mengurangi risiko infeksi, tetapi bisa menurunkan kanker hati. Ujungnya, selain bayi lebih sehat, ia tak membebani ekonomi negara.

Sebagai catatan, selain video mengenai teori konspirasi COVID-19, Deddy Corbuzier mengunggah beberapa kali video berjudul bombastis. Salah satunya video berjudul SEKOLAH BIKIN KITA BODOH. Kemudian, video opini mengenai bunuh diri di BUNOH DIRI KOK DI TWITTER.. YA ELLAH (GILBHAS). Ada juga video mengenai kelompok rentan berjudul KENAPA ORANG BISA JADI BANCI⁉️... 😎 (DOKTER BOYKE MANIA).

Kesimpulan

Berdasarkan penelusuran fakta di atas, beberapa pernyataan Deddy Corbuzier dan Young Lex dalam video itu bersifat salah dan menyesatkan (false & misleading).

Baca juga artikel terkait PERIKSA FAKTA atau tulisan lainnya dari Irma Garnesia

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Irma Garnesia
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara