Menuju konten utama

Perempuan Liberal Harus Siap Hadapi Kejutan dari Trump

Suka-tak suka, Donald Trump adalah Presiden Amerika Serikat ke-45 dengan segala karakternya, termasuk bagaimana ia memandang isu perempuan. Para pejuang hak perempuan Amerika Serikat harus bersiap-siap menghadapi pertarungan panjang dengan sang Presiden.

Perempuan Liberal Harus Siap Hadapi Kejutan dari Trump
Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Ibu Negara Melania Trump menghadiri Liberty Ball untuk menghormati pelantikannya di Washington, Amerika Serikat, Jumat (20/1). REUTERS/Jonathan Ernst.

tirto.id - Inagurasi Presiden AS Donald Trump telah hampir seminggu berlalu, namun gaungnya masih terdengar di sudut-sudut media sosial. Salah satu yang paling banyak dibicarakan adalah bagaimana ia memperlakukan istrinya, Melania, sepanjang upacara penobatan itu berlangsung.

Banyak gambar, video dan file gif berlalu-lalang terutama di Twitter, menunjukkan sejumlah momen bagaimana Trump seolah mengacuhkan sang istri, dan bagaimana Melania tampak jengah dan kikuk selama rangkaian acara itu berlangsung.

Salah satu yang paling mencolok adalah ketika pasangan Barack dan Michelle Obama menyambut Trump dan Melania di depan pintu Gedung Putih ketika hari inagurasi tersebut. Ratusan kamera menangkap momen bagaimana Trump meninggalkan Melania, menaiki tangga dan menyalami Barack dan Michelle sendiri. Melania menyusul beberapa saat kemudian, membawa sebuah kotak bingkisan untuk diberikan kepada Obama dan Michelle.

Ahli bahasa tubuh Patti Wood mengatakan sikap Trump menunjukkan bahwa ia sesungguhnya tidak peduli dengan kehadiran Melania pada acara tersebut.

"Menarik bahwa Trump keluar dari mobil dan menaiki tangga dan berjabat tangan bukannya membantu istrinya keluar dari mobil, menunggunya, atau bahkan melihat ke belakang untuk mencarinya," kata Wood, seperti dikutip dari Dailymail.

"Dia bahkan bisa saja menggandeng lengannya untuk membantunya menaiki tangga. Ya, ia akan menjadi presiden, tetapi ada aturan etiket, dan perilaku ini menunjukkan rasa tidak peduli atau hormat atau kehangatan untuknya."

Komentar lebih keras diberikan oleh ahli bahasa tubuh yang lain, Susan Constantine. Constantine, yang pernah memberikan pelatihan bagi sejumlah departemen pemerintah AS dan pengacara ternama, mengatakan bahwa, "Melania hanyalah sebuah obyek bagi [Trump]," seperti dikutip laman Mic.

Situasi itu terus berlanjut hingga dansa pertama Trump dan Melania pada saat pesta dansa inagurasi. Wood menekankan bagaimana Melania mencondongkan badannya menjauh dari suaminya saat mereka berdansa. "Hal itu biasanya menunjukkan, 'Saya tidak ingin bergabung dengan Anda sebagai seorang partner,'" kata Wood. Sementara itu, Trump "menarik [tubuh Melania] secara seksual," menyentuhkan pinggulnya ke pinggul Melania.

Jika melihat apa yang dilakukan Trump terhadap istrinya—termasuk rekam jejaknya yang sering melecehkan wanita, kekhawatiran para pejuang hak-hak perempuan terhadap kepemimpinan Trump jadi semakin beralasan.

Mimpi buruk mereka mungkin sudah dimulai pada Senin (23/01/2017) waktu setempat lalu, ketika Trump mengesahkan kebijakan yang melarang aliran dana negara federal ke grup-grup internasional yang menyediakan informasi tentang aborsi serta mempraktikkannya.

Terlepas dari kontroversi mengenai aborsi, kebijakan yang bernama the Mexico City Policy itu, oleh Juru Bicara Gedung Putih Sean Spicer dikatakan sebagai kebijakan yang menunjukkan bahwa Trump "ingin berpihak kepada semua rakyat AS, termasuk mereka yang belum dilahirkan."

Infografik Trump dan Aborsi

Ini bukan yang pertama kali terjadi di AS. Saat masih menjabat sebagai presiden AS, Ronald Reagan pernah memperkenalkan kebijakan ini pada 1984, tapi pemerintahan Bill Clinton kemudian membatalkannya. George Bush kembali menghidupkan kebijakan itu pada 2001 untuk kemudian dihentikan oleh Barack Obama delapan tahun kemudian.

"Hal ini menunjukkan bahwa salah satu tindakan eksekutif pertama Trump menggabungkan dua hal favoritnya: membungkam siapa saja yang tidak setuju dengan dia dan menindas perempuan," tulis sebuah kelompok advokasi ARAL Pro-Choice America dalam pernyataan mereka, seperti dikutip BBC.

Fakta bahwa pengesahan itu terjadi dua hari setelah Women’s March on Washington pada tanggal 21 Januari lalu semakin memberi keabsahan pernyataan kelompok tersebut: Trump memang sosok misoginis. Aksi Women’s March merupakan upaya untuk membawa kembali solidaritas antar-kelompok yang tercerai-berai untuk melawan rasialisme, seksisme, xenofobia, Islamofobia, anti-semit, misoginisme, homofobia, dan kolonialisme dunia.

Masalah tambahan: Trump juga merupakan orang yang bebal. Wood melihat bahwa Trump umumnya tidak mengubah perilaku atau bahasa tubuhnya ketika berada dalam situasi yang berbeda. "Dia [bersikap] sama di manapun, di dalam situasi apapun," sebutnya.

Jika sang istri Melania saja bisa ia perlakukan hanya sebagai sebuah obyek, wajar jika ia bergeming dan tidak mempedulikan mereka yang menentangnya seperti pada aksi Women’s March.

Dunia internasional telah bereaksi terhadap keputusan Trump soal aborsi itu. Seperti dilaporkan The Guardian pada Rabu (25/01/2017) waktu setempat, sebanyak 20 negara telah mengindikasikan dukungan mereka terhadap rencana Belanda untuk menyediakan dana aborsi internasional yang aman, mengisi lubang $600 juta yang kosong karena kebijakan Trump itu.

Namun, itu baru langkah pertama Trump pada hari-hari pertamanya di Kantor Oval. Para pejuang hak sipil harus bersiap, sebab sangat mungkin Trump akan memberi berbagai kejutan lain di kemudian hari. Contohnya adalah kebijakannya membangun tembok perbatasan Meksiko dan AS yang dikeluarkan oleh sang Presiden pada Rabu (25/01/2017) kemarin waktu setempat.

Dunia, pegiat hak-hak perempuan dan pluralisme, sambutlah kedatangan era Trump.

Baca juga artikel terkait HAK PEREMPUAN atau tulisan lainnya dari Ign. L. Adhi Bhaskara

tirto.id - Politik
Reporter: Ign. L. Adhi Bhaskara
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara
Editor: Maulida Sri Handayani