Menuju konten utama

Perempuan di Antara Aturan Pemerintah dan Agama

Pakaian dan atribut perempuan ternyata penting bagi negara. Itulah mengapa beberapa negara sampai repot mengeluarkan aturan terkait pakaian dan atribut yang boleh dan tidak boleh dipakai oleh perempuan.

Perempuan di Antara Aturan Pemerintah dan Agama
Demo di luar Kedutaan Besar Prancisi, London, Inggris, untuk memprotes sikap Perancis terhadap pakaian Islam, burkini. [Foto/Shutterstock]

tirto.id - Polisi wanita muslim di Skotlandia kini diizinkan berhijab. Skotlandia adalah negara terakhir di wilayah Britania Raya yang pada akhirnya mengizinkan polwan berhijab. Kebijakan baru ini disebut-sebut untuk mendorong kaum minoritas – umat muslim - untuk turut bergabung pada lembaga kepolisian negara tersebut.

Sebelumnya, jika seorang perempuan muslim berhijab ingin masuk dalam lembaga ini, perlu ada persetujuan dari pimpinan lembaga. “Saya senang dengan keputusan ini dan menyambut dukungan dari komunitas muslim dan masyarakat luas serta petugas polisi dan staf,” kata Kepala Kepolisian Skotlandia, Phil Gormley, dikutip dari The Sun.

“Saya berharap bahwa penambahan pada seragam kami ini akan berkontribusi dalam menambah keberagaman dalam staf kami dan menambah keterampilan, pengalaman dan kualitas pribadi,” lanjut Gormley.

Pengumuman ini juga disambut baik oleh Serikat Muslim Polisi Skotlandia (SPMA). Asosiasi ini menilai kebijakan tersebut akan menjadi sebuah pengakuan kebebasan beragama.

“Saya senang Kepolisian Skotlandia mengambil langkah pro-aktif untuk memastikan organisasi kami dipandang inklusif dan mewakili beragam komunitas yang dilayani di negara ini. Tidak diragukan lagi, ini juga akan mendorong lebih banyak Muslimah dan etnis minoritas lainnya akan suka bergabung dengan kepolisian Skotlandia,” ujar Ketua SPMA, Fahad Bashi, dikutip dari Al Araby.

Kebijakan ini diterapkan setelah data statistik terbaru menunjukkan, 127 dari 4.809 pelamar atau 2,6 persen orang yang mendaftar jadi Polisi Skotlandia berasal dari kelompok minoritas. Hal ini dilihat sebagai tantangan baru bagi kepolisian negara tersebut. Mereka pun mencari solusinya dengan melegalkan penggunaan hijab bagi polwan Muslim.

Cerita berbeda datang dari Perancis. Negara tersebut jadi pembicaraan hangat masyarakat dunia akhir-akhir ini gara-gara pakaian wanita. Ini berawal dari seorang perempuan yang diminta oleh aparat setempat untuk mengganti pakaiannya karena mengenakan burkini di pantai perancis. Burkini adalah sejenis pakaian renang yang menutupi tubuh dan kepala perempuan sehingga dipilih oleh perempuan yang berhijab agar bisa beraktivitas di pantai.

Seorang perempuan yang juga sedang berjemur di pantai mengenakan busana lengan panjang tertutup dengan penutup kepala pun diperintah untuk segera mengganti pakaiannya. Selain itu, mereka juga dikenai denda sebesar GBP32. Hal itu karena mengenakan burkini dianggap melanggar peraturan yang ada di Perancis.

Perancis memang telah menetapkan aturan pada tahun 2004 lalu yang melarang adanya warga yang mengenakan simbol-simbol agama tertentu di ruang publik. Tak hanya dilarang menggunakan hijab, negara yang mayoritas beragama Katolik itu juga membatasi penggunaan atribut umat Kristiani dan lainnya. Peraturan ini berlaku bagi warga lokal maupun turis mancanegara.

Yang Melarang dan Yang Mewajibkan

Perancis bukanlah satu-satunya negara yang membatasi perempuan dalam menggunakan atribut keagamaan. Pew Research Center menemukan bahwa sejak tahun sejak 2012, sekitar 50 dari 198 negara dan wilayah yang termasuk dalam studi ini, setidaknya memiliki satu hukum atau kebijakan terkait atribut keagamaan yang dikenakan oleh perempuan. Kebijakan ini tak hanya atribut untuk perempuan muslim tetapi juga agama lainnya.

Dari jumlah itu, 39 negara atau 78 persennya memiliki hukum atau kebijakan yang membatasi perempuan mengenakan busana (yang sesuai dengan ajaran agamanya). Sementara sekitar 12 negara atau 24 persen memiliki setidaknya satu hukum atau kebijakan yang mensyaratkan atau mewajibkan perempuan menggunakan pakaian tertentu.

Namun, di wilayah Rusia ditemukan dua kebijakan yakni larangan dan ada juga kebijakan yang mewajibkan perempuan mengenakan atribut keagamaan. Misalnya di wilayah Stavropol, pemerintah daerah setempat memberlakukan kebijakan yang melarang perempuan mengenakan atribut keagamaan seperti melarang jilbab di sekolah-sekolah. Sedangkan di Chechnya, perempuan diwajibkan memakai jilbab.

Secara keseluruhan, negara-negara Eropa paling banyak memberlakukan larangan mengenakan atribut keagamaan. Studi Pew Research Center menunjukkan bahwa undang-undang yang membatasi kemampuan perempuan untuk mengenakan busana keagamaan dapat ditemui di sekitar 18 negara. Salah satunya adalah Perancis.

Ada pula Belgia yang sejak 2011 melarang orang mengenakan pakaian yang juga menutupi wajah di tempat umum. Alasan pelarangan tersebut adalah terkait faktor keamanan. Dalam hal ini untuk membantu polisi dalam mengidentifikasi orang.

Pada tahun 2012, Inggris juga memutuskan agar orang Kristen tidak menggunakan atribut keagamaan seperti kalung salib saat bekerja, termasuk para perawat. Bagi pemerintah, kebutuhan kesehatan dan keselamatan pasian di rumah sakit jauh lebih penting. Namun tak ada larangan terkait penggunaan pakaian muslim di Inggris.

Austria, Bulgaria, Kroasia, Denmark, Jerman, Italia, Kosovo, Belanda, Norwegia, Makedonia, Rusia, Spanyol, Swedia, Swiss dan Ukraina juga adalah negara Eropa yang memberlakukan larangan tersebut dengan alasan keamanan.

Sebaliknya, di Timur Tengah dan Afrika Utara, empat negara seperti Irak, Libia, Arab Saudi dan Sudan yang mayoritas beragama Islam, memiliki yang undang-undang yang mengharuskan perempuan untuk mengenakan pakaian yang dianjurkan oleh agama Islam. Misalnya di Arab Saudi, perempuan diharuskan untuk menggunakan abaya (jubah longgar hitam) di tempat umum. Hal itu tak terlepas dari Saudi yang penggabungan antara hukum Islam dan tradisi padang pasir dalam berbagai kebijakannya.

Sedangkan Aljazair, Mesir, Israel dan Oman malah memiliki kebijakan yang membatasi perempuan dalam mengenakan atribut keagamaan setidaknya dalam beberapa situasi. Di Mesir misalnya, pemerintah melarang karyawan perempuan dari maskapai penerbangan nasional untuk mengenakan jilbab di tempat kerja hingga tahun 2012.

Di kawasan Asia Pasifik, sekitar 6 negara memberlakukan kebijakan ini. Afganistan, Bangladesh, Brunei, Indonesia, Iran dan Malaysia adalah enam negara tersebut. Di Indonesia misalnya, terdapat 79 peraturan lokal untuk mengenakan jilbab di tahun 2013. Sementara perempuan Iran diminta menggunakan hijab di tempat umum.

Terdapat 11 negara yang membatasi perempuan mengenakan atribut keagamaan di Asia Pasifik. Di India misalnya, beberapa sekolah dan perguruan tinggi di daerah-daerah tertentu melarang mahasiswa Muslim dan guru mengenakan jilbab. Begitu pun yang terjadi di Singapura. Beberapa karyawan sektor publik, perwira militer dan karyawan sekolah dilarang mengenakan jilbab di tempat kerja.

Di sub-Sahara Afrika, hanya Somalia yang memberlakukan kebijakan agar perempuan mengenakan hijab. Sedangkan Ethiopia, Kenya, Mali, Mozambik dan Nigeria malah membatasi perempuan menggunakan atribut keagamaan dalam beberapa situasi.

Perempuan di Mozambik misalnya, tidak diperbolehkan memakai jilbab dalam foto-foto resmi untuk dokumen penting. Anak-anak perempuan juga dilarang menggunakan cadar yang menutupi wajahnya atau burqa saat di sekolah.

Di Kenya, beberapa sekolah pemerintah melarang siswa yang berjilbab atau seragam lainnya untuk masuk. Kebijakan ini juga mempengaruhi umat Akorino yang menggabungkan tradisi Afrika dalam ibadah Kristen, dan pengikutnya baik laki-laki atau perempuan biasanya menutupi kepala mereka.

Untuk Benua Amerika, hanya Kanada yang melarang perempuan menggunakan cadar saat mengambil sumpah menjadi warga negara Kanada. Selain itu, perempuan juga tidak diperbolehkan menggunakan jilbab saat menjadi saksi di pengadilan dan untuk foto resmi untuk kartu identitas. Alasannya agar mudah teridentifikasi.

Ada negara yang melarang, ada yang mewajibkan hijab. Mereka yang melarang sebagian besar karena faktor keamanan atau memudahkan polisi dalam mengidentifikasi orang. Ditambah lagi dengan adanya berbagai aksi bom yang menghantui Eropa misalnya.

Sedangkan yang mewajibkan lebih banyak dari negara yang kebijakannya mengadopsi dari aturan agama mayoritas. Rupanya, urusan pakaian dan atribut perempuan sedemikian penting sehingga negara pun harus mengaturnya.

Baca juga artikel terkait BURKINI atau tulisan lainnya dari Yantina Debora

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Yantina Debora
Penulis: Yantina Debora
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti