Menuju konten utama

Perburuan Albino di Afrika

Delapan tahun terakhir, terjadi lebih dari 600 serangan terhadap orang-orang albino di 26 negara.

Perburuan Albino di Afrika
Ilustrasi. Keluarga Tanzania sedang duduk di lantai rumahnya. Dalam foto ibu, bibi, dan lima anak-anak, termasuk seorang putra dan seorang putri dengan Albinisme di 'Zanzibar, Tanzania, Afrika Timur. Foto/iStock

tirto.id - Dalam film The Da Vinci Code, seorang pembunuh berkulit terang menjadi sosok yang paling diburu. Ia adalah Silas, jagal yang membunuh korban-korbannya dengan dingin dan begitu tenang. Sosok ini menjadi kontroversial karena warna kulit yang ia miliki. Pucat terang, rambut putih, dan pupil mata yang berbeda dari orang kebanyakan. Dunia modern menyebutnya sebagai orang dengan kondisi tubuh albino, kelainan genetik yang terjadi pada banyak orang di dunia.

Albino adalah kondisi tubuh langka, tidak menular, dan diwariskan secara genetik. Seorang albino mengalami kekurangan pigmen melanin pada kulit, rambut dan matanya. Mereka yang memiliki kondisi tubuh albino kemungkinan besar mewariskan hal tersebut pada anaknya.

Saat ini diperkirakan 17.000-20.000 orang di Afrika Utara dan Eropa memiliki kondisi tubuh albino. Populasi albino paling banyak ada di daerah sub-sahara Afrika. Dipekirakan ada 1.400 orang albino di Tanzania dan 1.000 orang di Zimbabwe.

Albino terjadi di seluruh dunia terlepas etnis dan jenis kelamin. Sayangnya banyak orang yang memiliki gangguan albino ini mengalami diskriminasi. Tidak hanya seorang albino, keluarga mereka mengalami diskriminasi dan gangguan fisik juga.

Misalnya, perempuan yang melahirkan anak albino kerap dianggap penyihir atau telah melakukan perbuatan yang melanggar norma. Perempuan yang melahirkan anak albino bisa diusir oleh suaminya dan ditinggalkan keluarganya. Tak jarang perempuan yang menolak membuang anak albino harus menghadapi tuduhan sebagai penyihir.

Inilah yang membuat pemiliki kondisi tubuh albino banyak yang tak sampai menikah karena berbagai stigma yang melekatinya. Jangankan menikah, bisa bertahan hidup hingga dewasa saja sudah sangat sulit. Salah satu stigma albino adalah akibat perilaku buruk orang tua atau kutukan karena melakukan perbuatan sihir.

Ini memperlihatkan kurangnya pemahaman bahwa albino adalah gangguan alami yang tidak berbahaya bagi orang lain dan tak bisa ditularkan. Beberapa tradisi di Afrika menganggap bahwa orang dengan albino membawa kesialan. Tapi di sisi lain para dukun di Afrika percaya mengkonsumsi bagian tubuh orang albino dapat menambah kesaktian.

Kepercayaan dan mitos terhadap orang-orang albino demikian absurd dan mengerikan. Misalnya, di Zimbabwe ada kepercayaan bahwa orang yang sakit keras karena AIDS bisa sembuh dengan memperkosa perempuan albino.

Ini yang memicu buruknya nasib orang-orang albino: mereka diburu dan dibunuh untuk dimakan. Kondisi itu diperparah dengan ketidakpedulian pemerintah di negara-negara Afrika. Karena berbagai stigma dan takhayul itu, mereka tidak mendapatkan layanan kesehatan yang cukup, pelayanan sosial, perlindungan hukum, dan akses pendidikan yang memadai. Diskriminasi terhadap orang-orang albino membuat mereka tidak bisa meningkatkan kualitas hidup. Karena keterbatasan fisik, kondisi mata yang buruk, dan tubuh yang ringkih terhadap sinar matahari, aktivitas mereka sangat terbatas.

Orang dengan kondisi tubuh albino sangat rentan dengan sinar matahari yang bisa menyebabkan kanker kulit dan kebutaan. Riset yang dipublikasikan pada 2011 oleh journal Dermatologic Clinics menyebutkan bahwa orang dengan gangguan albino tipe OCA di Tanzania 100 persen menunjukkan gejala kerusakan kulit akibat sinar matahari akut. Sementara satu di antara sembilan anak albino memiliki kanker kulit. Angka ini bisa bertambah karena kurangnya pemahaman tentang kesehatan dan menjaga tubuh di kalangan orang albino.

Di Afrika, akses terhadap pendidikan bisa mengubah status dan standar hidup seseorang. Anak-anak albino kerap tidak bisa menikmati layanan dasar ini karena stigma, diskriminasi, dan kondisi tubuh mereka yang rentan. Akibatnya banyak anak albino yang putus sekolah dan jatuh dalam kondisi kemiskinan. Kemiskinan membuat mereka menjadi jauh lebih rentan lagi menghadapi kekerasan dan tindakan-tindakan tidak manusiawi. Mereka dianggap sebagai mutan, hantu, dan demit yang mesti atau boleh dimusnahkan.

Infografik Diskriminasi Albino

Di Afrika sendiri para dukun kerap melakukan ritual khusus untuk memburu anak-anak albino. Banyak kekerasan dan pembunuhan terhadap anak-anak albino yang didiamkan. Anak-anak albino ini dimutilasi dan bagian tubuh mereka dikonsumsi untuk kebutuhan ritual. Setiap bagian tubuh seperti tangan, kaki, rambut, dan jantung bisa digunakan.

Setiap tahun ada lima orang albino yang dilaporkan terbunuh karena praktik ini. Pembantaian ini kemudian berkembang menjadi bisnis sihir yang mengerikan.

Ada orang-orang yang secara sengaja mencari dan menculik anak-anak albino untuk diperdagangkan. Di Tanzania ada kasus mutilasi tangan dan kaki anak-anak albino untuk dijual kembali. Satu anak albino yang utuh dan masih hidup bisa bernilai mencapai $ 75.000.

Kepolisian setempat kerap tidak melanjutkan kasus pembunuhan atau perkosaan jika diketahui korbannya adalah albino. Ini terjadi bukan hanya karena keengganan kepolisian untuk mengusut, tapi juga karena tekanan sosial yang terjadi di masyarakat.

Impunitas ini yang membuat PBB, pada 2013, merasa perlu menjadikan Afrika sebagai benua yang harus mendapat prioritas edukasi tentang albino. Resolusi khusus diadopsi oleh PBB dan lembaga hak asasi manusia Afrika untuk melindungi orang dengan albino dan diharapkan bisa mendorong negara-negara di Afrika untuk semakin peduli dengan isu ini.

Baca juga artikel terkait DISKRIMINASI atau tulisan lainnya dari Arman Dhani

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Arman Dhani
Penulis: Arman Dhani
Editor: Arman Dhani