Menuju konten utama

Perang Mobil Listrik yang Makin Memanas di Eropa

Mobil listrik mulai dilihat sebagai mobil masa depan. Tesla adalah salah satu perintisnya. Pabrikan lain dari Eropa kini mulai ancang-ancang mengejar ketertinggalan mereka.

Perang Mobil Listrik yang Makin Memanas di Eropa
Staisun pengisian listrik Tesla Supercharger. FOTO/tesla

tirto.id - Jika kita bertanya mobil mewah apa yang paling laris di Eropa Barat dalam dua tahun terakhir, maka jawabannya mungkin akan terdengar cukup menyakitkan bagi para produsen mobil di Benua Biru itu. Bukan Mercedes Benz ataupun BMW yang menjadi jawaranya, tapi Tesla, terutama dengan Model S-nya.

Pada 2015, menurut data yang dikeluarkan oleh Automotive Industry Data (AID), Tesla berhasil menjual 15.787 unit Model S. Mereka mengalahkan produk unggulan Mercedes, yakni seri S-class yang berhasil terjual 14.990 unit.

Meski pada paruh pertama tahun ini penjualannya turun menjadi 6.430 unit dari 8.443 unit pada periode yang sama tahun lalu, namun banyak analis menilai penurunan itu terjadi lebih kepada masalah suplai daripada menurunnya permintaan.

"Tesla meninggalkan jejak yang mungkin membuat produsen mobil terkemuka lainnya harus mengikuti [mereka] di tahun-tahun mendatang," kata Editor AID Peter Schmidt, seperti dilansir dari Forbes.

Sebagai catatan, wilayah Eropa Barat melingkupi sejumlah pasar mobil besar di Eropa seperti Jerman, yang memiliki pasar mobil terbesar di Eropa, Perancis, Britania, Italia dan Spanyol.

Tentunya hal ini membuat para manufaktur tersebut khawatir. Akhir November lalu, sejumlah perusahaan otomotif akhirnya mengambil tindakan nyata. VW beserta anak perusahaan mobil mewahnya, Audi dan Porsche, bersama BMW, Daimler, dan Ford divisi Eropa memutuskan untuk bekerja sama untuk membuat sejumlah tempat pengisian daya bagi produk mobil listrik mereka di Eropa mulai tahun depan.

Pengisi daya ini merupakan hal vital bagi pengembangan pasar mobil listrik. Salah satu kunci sukses Tesla salah satunya adalah karena semakin meratanya stasiun Supercharger mereka, tidak hanya di Eropa, namun di berbagai belahan dunia. Lagi pula apa gunanya memiliki mobil listrik jika tidak dapat diisi dayanya?

Infografik Supercharger tesla

Chief Executive Officer (CEO) Tesla Elon Musk ketika memperkenalkan Model 3 bulan April lalu mengatakan bahwa ia menjanjikan pengembangan besar terhadap jaringan Supercharger mereka, yakni hingga dua kali lipat pada akhir 2017. Jumlah stasiun Supercharger Tesla di seluruh dunia hingga saat berita ini ditulis adalah 751 stasiun Supercharger dengan 4.749 alat Supercharger. Angka ini akan terus tumbuh hingga lebih dari 1.200 stasiun dan 7.000 pengisi daya di seluruh Amerika Utara, Eropa dan wilayah Asia-Pasifik.

Langkah inilah yang kemudian ditiru oleh ke-6 pabrik otomotif Jerman tersebut. Mereka ingin membuat sekitar 400 situs pengisian sebagai langkah awal dan, pada tahun 2020, memastikan bahwa pelanggan mereka memiliki akses ke ribuan titik pengisian daya.

"Ketersediaan stasiun daya tinggi memungkinkan mobilitas listrik jarak jauh untuk pertama kalinya dan akan meyakinkan semakin banyak pelanggan untuk memilih kendaraan listrik," kata CEO Daimler Dieter Zetsche, seperti dikutip dari Fortune.

Jaringan pengisi daya itu akan dibuat berbasiskan pada apa yang disebut sebagai teknologi sistem pengisian gabungan (CCS). Teknologi ini meningkatkan standar pengisian AC dan DC yang ada dan memungkinkan daya meningkat sangat cepat hingga 350 kWh. Meski demikian, hingga saat ini masih belum ada mobil di pasar yang dapat memanfaatkan tenaga sebesar itu, sebuah hal yang sesungguhnya menunjukkan bahwa kendaraan yang dapat memproses tenaga sebesar itu sedang dalam proses pengembangan.

Sebagai catatan, Supercharger Tesla hingga saat ini mampu menghantarkan daya listrik sebesar 120 kW. Tenaga sebesar ini sudah cukup untuk menambah jarak sekitar 274 km dalam 30 menit.

Apa yang dilakukan oleh Daimler dan kawan-kawannya tersebut sesungguhnya merupakan langkah nyata dari idealisme Daimler yang sejatinya menginginkan adanya standardisasi dalam hal alat pengisian daya bagi kendaraan elektrik.

Perlu diketahui, pada bulan Maret lalu, Daimler sempat mengkritik keputusan Tesla lalu untuk mengembangkan jaringan Supercharger mereka, sebab alat pengisi daya itu hanya dapat digunakan oleh mobil-mobil Tesla.

"Masa depan [dari infrastruktur pengisian listrik] terletak pada standardisasi. Seperti SPBU, kita memerlukan sistem pengisian untuk semua produsen, tidak hanya karena dapat mengurangi biaya infrastruktur, tetapi juga akan lebih nyaman bagi pelanggan," Thomas Weber, Kepala Riset dan Pengembangan Daimler kepada Automotive News Europe.

Pada 2013 lalu, Tesla sudah menegaskan sikap mereka dalam hal ini. Mereka ingin menempatkan standar bagi produsen kendaraan listrik yang lain dan berharap mereka dapat mengikuti Tesla.

Seperti dikutip dari Autoblog, pada saat itu Musk mengatakan bahwa Tesla harus mampu "memecahkan masalah perjalanan jarak jauh dan kita tidak bisa menunggu orang lain untuk setuju dengan strategi kami. Jika kami menunggu semacam konsensus, itu akan memakan waktu terlalu lama. Kita hanya perlu melanjutkan usaha kami dan produsen lainnya dapat meniru kami atau bergabung dengan kami."

Genderang kompetisi sudah dihadirkan oleh kedua belah pihak. Ke depan, kita akan menyaksikan pertarungan seru untuk memperebutkan pasar kendaraan listrik dari dua kubu yang sangat menarik, mereka yang memiliki sejarah panjang dalam dunia otomotif, dan pabrikan populer baru yang sedang memimpin balapan ini.

Baca juga artikel terkait MOBIL LISTRIK atau tulisan lainnya dari Ign. L. Adhi Bhaskara

tirto.id - Bisnis
Reporter: Ign. L. Adhi Bhaskara
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara