Menuju konten utama

Perang Dagang AS-Cina Reda, INDEF: RI Defisit Hingga Akhir 2019

Tensi perang dagang AS-Cina mereda, INDEF memperkirakan defisit neraca perdagangan Indonesia akan semakin melebar pada angka 10 miliar dolar AS.

Perang Dagang AS-Cina Reda, INDEF: RI Defisit Hingga Akhir 2019
Sejumlah kendaraan melintas saat berlangsung aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (19/3). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.

tirto.id - Meredanya tensi perang dagang Amerika Serikat (AS)-Cina diprediksi belum berdampak positif bagi kinerja ekspor Indonesia. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira menjelaskan sampai akhir tahun 2019, keadaan sebaliknya justru yang akan terjadi yaitu, kinerja ekspor mengalami tekanan.

Akibat dari kondisi ini, Bhima memperkirakan juga defisit neraca perdagangan Indonesia akan semakin melebar di angka 10 miliar dolar AS. Jumlahnya pun menjadi lebih tinggi dibanding taun 2018 yang hanya berkisar di kisaran 8,5 miliar dolar AS.

“Dampaknya kinerja ekspor masih akan tertekan sampai akhir tahun 2019. Defisit perdagangan diperkirakan menembus 10 miliar dolar AS,” ucap Bhima saat dihubungi reporter Tirto pada Senin (1/7).

Minimnya manfaat bagi Indonesia ini, kata Bhima, terjadi karena tarif bea masuk produk impor Cina ke AS belum diturunkan meskipun rencana kenaikan tarif saat ini masih ditangguhkan. Bahkan, Presiden AS, Donald Trump masih memiliki potensi untuk tetap menaikkan tarif dan pajak bagi produk impor AS yang totalnya mencapai 300 miliar dolar AS.

Alhasil Bhima yakin kalau dalam waktu dekat ini belum ada peningkatan signifikan dari perdagangan kedua negara. Imbasnya, permintaan manufaktur AS dan Cina pada negara-negara pemasok kebutuhan bahan baku mereka juga akan tertahan.

“Selama tarif bea masuk belum turun signifikan, permintaan bahan baku dan komoditas dari Indonesia untuk manufaktur AS dan Cina akan menurun,” ucap Bhima.

Terkait surplus neraca perdagangan pada Mei 2019 lalu, Bhima juga mengatakan bahwa nilai positif yang tipis itu akan terjadi sementara. Surplus lebih disebabkan menurunnya kinerja impor dan produksi. Namun, bagi ekspor belum banyak mengalami perbaikan signifikan. Pada bulan-bulan berikutnya bisa dianggap kecil kemungkinan bila dapat surplus lagi.

“Surplus kemarin cuma temporer. Lebih disebabkan anjloknya impor bahan baku dan barang modal karena industri mengurangi kapasitas produksi,” ucap Bhima.

Baca juga artikel terkait PERANG DAGANG AS-CINA atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri