Menuju konten utama

Peradilan HAM Berat Kasus Paniai: Terdakwa Pilih Tak Ajukan Eksepsi

JPU akan menyiapkan 52 orang sebagai saksi fakta dan 6 saksi ahli pada sidang pelanggaran HAM berat kasus Paniai.

Peradilan HAM Berat Kasus Paniai: Terdakwa Pilih Tak Ajukan Eksepsi
Ilustrasi pengadilan. FOTO/istockphoto

tirto.id - Sidang perdana dugaan tindak pidana HAM berat peristiwa Paniai diselenggarakan di PN Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (21/9/2022). Hanya satu terdakwa yang dibawa ke meja hijau pada perkara yang terjadi pada Desember 2014 lalu di Paniai, Papua, yaitu Mayor Infanteri (Purn) Isak Sattu.

Didakwa Langgar HAM Berat

Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Mayor Infanteri (Purn) Isak Sattu melanggar hak asasi manusia (HAM) berat di Kabupaten Paniai, Papua. JPU Erryl Prima Putra Agoes menjelaskan pada Senin, 8 Desember 2014, sekira pukul 11.00 WIT di Lapangan Karel Gobay dan Koramil 1705-02/Enarotali ​​​​​, terdakwa telah melihat dan membiarkan anggotanya mengambil senjata api dan peluru tajam dari gudang senjata dengan tidak mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut.

Saat massa merangsek masuk ke kantor koramil tersebut, salah satu anggota terdakwa melakukan tembakan peringatan dan memohon petunjuk dan meminta sikap terdakwa selaku perwira penghubung saat itu.

"Namun terdakwa tidak memberikan petunjuk bawahannya agar tidak melakukan tindakan untuk mencegah atau menghentikan melakukan penembakan dan kekerasan yang mengakibatkan empat orang warga sipil mati," kata Erryl yang juga Direktur Pelanggaran HAM Berat pada Jampisus Kejagung RI, dilansir dari Antara, Rabu (21/9/2022).

Dari insiden itu, tercatat 14 orang sebagai korban, yang 10 orang di antaranya mengalami luka-luka dan empat orang meninggal dunia, yakni Alpius Youw, (luka tembak pada punggung belakang sebelah kiri), Alpius Gobay (luka tembak tembus masuk perut kiri dan luka pinggang di sebelah kanan), Yulia Yeimo, (luka tembak tembus di perut sebelah dan keluar dari pinggang sebelah kanan), dan Simon Degei (luka tusuk benda tajam pada dada kanan).

Terdakwa diancam pidana dalam dakwaan kesatu Pasal 42 ayat 1 huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Selanjutnya, dakwaan kedua Pasal 42 ayat 1 huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Kronologi Versi Dakwaan JPU

Dari pembacaan dakwaan, kejadian bermula pada Minggu 7 Desember 2014, pukul 17.30 WIT, warga kampung Ipakiye Tanah Merah (dekat pegunungan) meminta sumbangan kepada pengguna jalan di Jalan Enarotali- Madi Kilometer untuk acara perlombaan Pondok Natal Desember 2014.

Namun, dari arah Enarotali menuju Madi, anggota TNI nyaris menabrak seorang warga bernama Benyamin Kudiai sehingga terjadi cekcok mulut. Anggota TNI itu kembali melanjutkan perjalanan.

Beberapa saat kemudian, sejumlah aparat TNI kembali datang dengan mobil ke Pondok Natal Gunung Merah dan membuat kericuhan serta pemukulan terhadap empat orang yang kini menjadi saksi. Saksi kemudian melaporkan kepada Kepala Distrik Paniai Timur dan ke Polsek Paniai untuk mencari pelaku, namun tidak ditemukan.

Pada 8 Desember 2014, sekira pukul 07.00 WIT, sekelompok orang memblokir jalan di depan Pondok Natal Gunung Merah Jalan Lintas Madi-Enarotali Kilometer 4 hingga menyebabkan akses jalan tertutup. Polisi berusaha melakukan pendekatan, namun tidak berhasil.

Hingga kemudian situasi semakin memanas, dengan massa menuju Lapangan Karel Gobay sambil melakukan tarian perang (Waita). Saat melewati Markas Koramil 1705-02/Enarotali, massa berusaha merangsek masuk meski sudah ditutup atas perintah terdakwa hingga terjadi insiden penembakan tersebut.

Terdakwa Keberatan Atas Dakwaan JPU

Dalam sidang, terdakwa Isak Sattu sempat menyampaikan keberatan atas apa yang disampaikan JPU dalam surat dakwaan. Menurut Isak, uraian kejadian yang disampaikan JPU bahwa kejadian itu direncanakan ialah tidak benar.

"Bahwa dikatakan saya sebagai terdakwa seperti uraian ini, kejadiannya seperti direncanakan. Padahal, kejadiannya itu mendadak. Apa itu bisa disebut direncanakan?" kata Isak.

Kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Paniai terjadi pada 8 Desember 2014 mengakibatkan 14 orang korban, yang empat di antaranya tewas tertembak.

Terdakwa Tak Ajukan Eksepsi

Terdakwa Mayor Infanteri (Purn) Isak Sattu maupun tim kuasa hukumnya memilih tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan JPU.

"Jadi, kami pahami dari segi locus dan tempus. Oleh karena itu, dari segi formal, eksepsi kami tidak ajukan," kata kuasa hukum Syahrir Cakkari.

Dari pembacaan dakwaan oleh JPU, baik dari sisi uraian, rentetan waktu, riwayat kejadian, locus, dan tempus, dia mengatakan hal itu sudah dipahami. Namun, dia menambahkan, masih perlu perbaikan terkait ada keterangan terdakwa tidak dimasukkan ke surat dakwaan.

"Kita berkesimpulan bahwa kita tidak mengajukan eksepsi dan akan masuk pada pemeriksaan perkara. Tadi, diskusi sempat diajukan oleh terdakwa adanya kejanggalan terhadap uraian keterangan disampaikan terdakwa pada saat penyidikan, tapi itu tidak dikutip secara baik di dalam surat dakwaan. Tapi, hal tersebut bisa berkaitan dengan pokok perkara," jelasnya.

Sidang Dijadwalkan Maraton

Lantaran terdakwa maupun penasihat hukumnya tidak mengajukan eksepsi, persidangan dilanjutkan ke proses pembuktian. Ketua Majelis Hakim Peradilan HAM Sutisna Sawati mengatakan persidangan akan digelar maraton, yaitu dua hari dalam seminggu.

Ia menyampaikan menurut aturan pelaksanaan persidangan digelar selama 180 hari, namun kini sudah berjalan 99 hari sejak perkara ini didaftarkan pada 15 Juni 2022. Untuk mengefektifkan waktu tersisa 81 hari, maka akan dilaksanakan sidang dua kali dalam sepekan.

"Sidang akan dilanjutkan pada, Rabu 28 September. Kita akan susun lagi dan agendanya pemeriksaan saksi. Ada saya lihat pengelompokan saksi-saksi, nanti disampaikan. Ditargetkan nanti bisa diputus 7 Desember 2022," ucap Sutisna.

Sementara itu, Ketua JPU Erryl Prima Putra Agoes menyampaikan pihaknya telah menyiapkan saksi fakta sebanyak 52 orang. Ada dari TNI, Polri maupun masyarakat setempat. Selanjutnya, saksi ahli akan dihadirkan sebanyak enam orang. Ia meminta majelis hakim mempercepat sidang mengingat waktu sangat terbatas.

Baca juga artikel terkait PELANGGARAN HAM DI KASUS PANIAI

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Editor: Bayu Septianto