Menuju konten utama

Per Agustus 2019, Defisit Neraca Dagang Tembus US$1,81 miliar

BPS mengumumkan neraca perdagangan Indonesia selama Januari-Agustus 2019 tercatat masih defisit US$1,81 miliar

Per Agustus 2019, Defisit Neraca Dagang Tembus US$1,81 miliar
Suasana aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (14/8/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.

tirto.id - Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan defisit neraca perdagangan Indonesia selama Januari-Agustus 2019 tercatat US$1,81 miliar, turun 57 persen dari defisit pada periode yang sama tahun lalu sebesar US$4,16 miliar.

“Neraca perdagangan Agustus surplus US$85,1 juta. Tapi ini belum seusai harapan tetapi bisa memberi sinyal positif dan bisa memperbaiki neraca perdagangan,” ucap Kepala BPS Suhariyanto di Jakarta, Senin (16/9/2019).

Dari data BPS, surplus di Agustus 2019 ini ditopang oleh surplus neraca nonmigas di angka US$840,2 juta. Nilai pada nonmigas ini sementara mampu mengimbangi neraca migas yang masih defisit di angka US$755,1 juta.

Pada Agustus 2019, ekspor berada di angka US$14,28 miliar. Nilai ini turun 7,50 persen secara month to month (mtom) dari Juli 2019 senilai US$15,45 miliar. Namun jika dibandingkan dengan Agustus 2018, turun 9,99 persen.

Menurut Suhariyanto turunnya ekspor ini disebabkan karena fluktuasi harga komoditas. Dia mencontohkan volume ekspor batu bara sebenarnya naik 8,46 persen, tetapi harganya turun 44 persen secara tahunan (year on year/yoy). Alhasil ekspor komoditas nonmigas pun tetap turun.

Hal yang sama juga terjadi pada sawit dan karet yang masing-masing turun 19,42 persen dan 6,25 persen. Namun, untuk karet, kasusnya masih sama yaitu disebabkan penurunan volume, meskipun harga komoditasnya naik.

Ekspor yang naik selama Agustus 2019 hanya terjadi pada pertanian sebanyak 12 persen secara yoy. Namun, kontribusinya hanya 2,37 persen terhadap total ekspor. Sementara itu, ekspor nonmigas dan migas tercatat turun.

“Upaya memacu ekspor akan menghadapi tantangan luar biasa. Perekonomian global sedang melambat. Negara tujuan ekspor sedang melambat dan harga komoditas masih fluktuasi agak tajam,” ucap Suhariyanto.

BPS juga mencatat ada penurunan impor sebanyak 8,35 persen secara mtom dan 15,60 persen secara yoy menjadi US$14,20 miliar. Realisasi impor dinilai turun tajam, sehingga turut menyelamatkan neraca saat penurunan ekspor terjadi.

Penurunan impor umumnya terjadi pada barang konsumsi, bahan baku dan bahan penolong. Sejumlah barang yang turun di antaranya adalah PVC, prime steel, human medicine, inverter listrik, stastion wagon hingga mobil mewah (sport car).

“Jadi ekspornya turun, tapi impor turun lebih tajam,” ucap Suhariyanto.

Baca juga artikel terkait NERACA PERDAGANGAN atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Ringkang Gumiwang