Menuju konten utama

Pepesan Kosong Bernama Kontrak Politik

Beberapa kontestan Pemilu memilih meneken kontrak politik untuk semakin meyakinkan komitmen mereka terhadap janji atau program demi meraih suara. Kontrak pun diteken, tapi akhirnya bisa jadi hanya pepesan kosong belaka.

Pepesan Kosong Bernama Kontrak Politik
Calon Gubernur (Cagub) DKI Jakarta nomor urut tiga Anies Baswedan berpidato saat menghadiri Peringatan Maulid Nabi Muhammad dan Haul Pendiri Yayasan Addiniyah Attahariyah di Yayasan Addiniyah Attahariyah, Jakarta, Minggu (4/12). Anies Baswedan mengatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu kunci penting untuk perubahan. ANTARA FOTO/Rosa Panggabean.

tirto.id - Kontrak politik sudah jamak dilakukan oleh kandidat peserta Pemilihan Umum (Pemilu), baik di pusat atau daerah. Sejumlah calon bersedia melakukan kontrak politik untuk mendapat dukungan pemilih. Ini pun terjadi pada Pemilukada DKI Jakarta 2017 mendatang.

Dari tiga pasangan calon yang akan bertarung pada Pilkada DKI 2017, hanya pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno yang bersedia menorehkan tangan dalam sebuah kontrak politik saat berkampanye. Anies sempat menandatangani kontrak politik dengan Forum Tanah Merah Bersatu, serta warga Kampung Guji Baru yang terletak di Jalan Duri Kepa, Jakarta Barat.

Berkebalikan dengan Anies-Sandi, pasangan Agus Harimurti-Sylviana Murni justru memilih untuk tidak mengobral janji dengan kontrak politik. Alasannya: putra sulung SBY ini menghindari berpikir sempit dengan cara membuat kontrak politik saat kampanye. Agus dan pasangannya lebih memilih membuat kontrak politik bila sudah terpilih jadi gubernur.

“Saya tidak mau obral janji, bagi saya kontrak politik yang sah adalah ketika seorang dilantik menjadi pejabat publik dalam hal ini Gubernur Jakarta,” tegas Agus seperti dikutip dari Antara.

Setali tiga uang dengan Agus, sang pasangan petahana, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat menganggap rencana program kerja mereka otomatis sudah menjadi kontrak politik. Ahok tidak mau direpotkan dengan agenda kontrak politik dengan warga demi mendulang suara. Barangkali Ahok sudah belajar dari pengalaman sebelumnya.

Infografik Kontrak Politik

Pepesan Kosong

Saat Ahok yang berpasangan dengan Joko Widodo (Jokowi) dalam Pemilukada DKI Jakarta 2012 lalu, sempat menjadikan kontrak politik sebagai cara mendulang suara warga Jakarta. Misalnya, kontrak politik yang ditandatangani oleh Jokowi dengan Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) Jakarta, Serikat Becak Jakarta (Sebaja), Komunitas Juang Perempuan (KJP), dan Urban Poor Consortium (UPC).

Pada waktu itu, dalam kontrak politik tersebut ada tiga poin pokok, yang salah satunya adalah komitmen pasangan Jokowi-Ahok yang tidak akan menggusur permukiman kumuh, dan hanya akan menata. Belakangan, dokumen kontrak politik tersebut disebar oleh warga Pasar Ikan Luar Batang di Penjaringan, Jakarta Utara setelah mengetahui bahwa Pemprov DKI akan menggusur mereka.

Bagaimana dengan kontrak politik yang ditandatangani Anies Baswedan? Saat menyambangi warga Tanah Merah, Jakarta Utara, pada awal Oktober lalu, Anies Baswedan disodori kontrak politik oleh warga. Mereka yang tergabung dalam Forum Tanah Merah Bersatu mengaku siap memenangkan Anies apabila ia bersedia menandatangani kontrak politik yang telah disiapkannya.

Dalam kontrak politik itu, warga meminta agar Anies tidak melakukan penggusuran apabila terpilih sebagai gubernur DKI pada Februari 2017. Warga meminta Anies melegalisasi kampung-kampung yang ditempati warga selama 20 tahun yang tanahnya tidak bermasalah, serta akan mengakui haknya dalam bentuk sertifikasi hak milik.

Selain itu, warga meminta Anies agar pemukiman yang kumuh tidak digusur, tapi ditata seperti kampung deret yang juga pernah jadi program Jokowi-Ahok 2012. Poin lain yang diminta warga adalah agar Anies mengkaji ulang dan merevisi Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi DKI dalam hal zonasi. Mantan menteri pendidikan tidak boleh mengubah fungsi permukiman menjadi pusat perniagaan, apartemen, serta lahan terbuka hijau. Gayung bersambut, Anies tidak keberatan dengan isi kontrak politik yang diajukan oleh Forum Tanah Merah Bersatu itu.

“Kalau saya terpilih sebagai gubernur, Insya Allah ini semua akan terlaksana,” ujar Anies seperti dikutip Antara.

Anies boleh saja menebar pesona dengan kontrak politiknya. Namun, strategi kampanye dengan kontrak politik dinilai tidak akan memberikan efek yang signifikan. Pengamat politik dari lembaga penelitian Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, masyarakat Jakarta sudah bosan dengan janji-janji dan kontrak politik. Apalagi sudah banyak kasus kontrak politik yang ditandatangani calon kepala daerah dengan masyarakat tapi berakhir jauh dari janji manis.

“Seringkali ujung cerita dari kontrak politik tidak jelas, karena masyarakat cenderung apatis dan cuek setelah calonnya terpilih jadi kepala daerah. Dalam kampanye dan pendidikan politik, cagub kekinian itu tidak banyak janji, justru kalau banyak janji-janji, publik semakin tidak empati,” kata Pangi dikutip dari Antara.

Sikap Ahok dan Agus yang tak mau bermain-main dengan kontrak politik, barangkali mereka telah bercermin dari Pemilukada 2012 lalu. Di sisi lain, Anies yang memilih kontrak politik juga bisa jadi ingin memetik pengalaman Jokowi-Ahok yang sukses mendulang suara. Namun, apakah pepesan kosong masih laku dijual?

Baca juga artikel terkait KONTRAK POLITIK atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Politik
Reporter: Abdul Aziz
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Suhendra