Menuju konten utama

Penyintas KS Desak Nadiem Awasi Implementasi Permendikbud 30/2021

Desakan tersebut menyusul pengalaman pahit FA sebagai korban kekerasan seksual di lingkungan kerjanya.

Penyintas KS Desak Nadiem Awasi Implementasi Permendikbud 30/2021
Ilustrasi stop kekerasan. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Seorang staf pengajar di salah satu Perguruan Tinggi Negeri, berinisial FA, mendesak Mendikbudristek Nadiem Makarim mengawal implementasi Permendikbud 30/2021 di kampus.

Desakan tersebut menyusul pengalaman pahit FA sebagai korban kekerasan seksual di lingkungan kerjanya.

FA membuat cuitan di akun Twitternya dan mengunggah surat terbuka untuk Mas Menteri pada Minggu (21/11/2021). Per hari ini, unggahan FA telah direspons banyak orang (1.499 unggah ulang, 81 kutipan, dan disukai 2.669).

"Kenapa butuh notice Mas Menteri? Agar menteri bisa kawal ketat prosesnya dan agar kampus merasa terdesak karena akan disorot menteri," ujar FA kepada Tirto, Senin (22/11/2021).

Dalam surat terbuka yang FA tulis. Ia menceritakan kisah pilunya sebagai korban pelecehan seksual secara verbal oleh rekan kerjanya di salah satu PTN di Indonesia.

Pelaku kerap bercanda dengan konteks vulgar menjadikan alat kelamin pria dan sanggama sebagai bahan candaan dan menggoda korban, mengirimi korban pesan rayuan, memanggil korban dengan sebutan 'ayang' dan 'istriku', hingga secara sengaja mempraktikkan gestur berciuman di hadapan korban.

Semua kejadian tersebut membuat FA trauma. Sebelum ia bersuara di media sosial. Pada 19 November 2018, FA sempat melaporkan peristiwa pahit tersebut via surat elektronik kepada pejabat dekanat di tempatnya bekerja.

Dalam laporan tersebut, FA tidak meminta kampus memberikan sanksi kepada pelaku. Ia hanya meminta pihak kampus menerapkan sosialisasi dan edukasi tentang pelecehan seksual bagi para pekerja di sana. Namun hingga pelaku pensiun pada Oktober 2019, laporan FA tak pernah digubris pihak kampus.

Ia juga menyadari bahwa pihak kampus tidak memiliki mekanisme penanganan kekerasan seksual, baik untuk penanganan terhadap pelaku dan pemulihan bagi korban. Terlebih lagi, secara umum, dunia pendidikan di Indonesia tidak memiliki payung hukum untuk mengatur semua itu.

Sehingga harapan FA merasa terpenuhi usai Kemendikbudristek menerbitkan Permendikbud 30/2021.

"Karena pasal-pasal dan poin-poinnya adalah yang saya butuhkan sekali pada waktu itu, ucap FA.

Berkelindan dengan surat tersebut, FA meminta Kemendikbudristek untuk mengawasi proses implementasi Permendikbud tersebut di tingkat kampus. Ia ingin setiap kampus memiliki mekanisme pencegahan kekerasan seksual, sehingga pengalaman yang ia alami tak terulang kepada civitas akademik lainnya.

"Maka itu saya berpendapat Permendikbud No. 30 Tahun 2021 dari sisi saya sebagai korban, bahwa ini penting untuk disegerakan menjadi acuan untuk buat regulasi di kampus," tukas FA.

Baca juga artikel terkait PENYINTAS KEKERASAN SEKSUAL atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Hukum
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Nur Hidayah Perwitasari