Menuju konten utama

Penyidik Akan Konfrontasi Kivlan dan Habil Soal Pemberian Uang

Kivlan akan dikonfrontasi dengan Iwan dan Habil soal pemberian uang untuk membeli senjata api yang diduga akan digunakan membunuh pejabat negara.

Penyidik Akan Konfrontasi Kivlan dan Habil Soal Pemberian Uang
Mantan Kepala Staf Komando Strategis Angkatan Darat (Kas Kostrad) Mayjen TNI Purnawirawan Kivlan Zein (tengah) menghadiri unjuk rasa menuntut diusutnya dugaan kecurangan Pemilu 2019 di Kantor Bawaslu RI, Jakarta, Kamis (9/5/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra./hp.

tirto.id - Penyidik Direskrimum Polda Metro Jaya rampung memeriksa tersangka dugaan kepemilikan senjata api ilegal, Kivlan Zen, Senin (17/6/2019) sekitar pukul 22.00 WIB. Ia diperiksa selama 10 jam sejak pukul 11.00 WIB.

Kivlan diperiksa terkait aliran dana dari tersangka percobaan pembunuhan Habil Marati, politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

"Tadi hanya konfirmasi tentang aliran dana, lebih kurang 23 pertanyaan," ujar Kuasa Hukum Kivlan, Muhammad Yuntri di Polda Metro Jaya, Senin (17/6/2019) malam.

Kliennya membantah uang yang diterima dari Habil digunakan untuk pembelian senjata api dan merencanakan pembunuhan. Tapi, lanjut Yuntri, uang itu untuk demo antikomunis pada 11 Maret 2019 di Monas, Jakarta Pusat lalu.

"Jadi kami bantah semua, tidak ada keterlibatan aliran dana yang mengarah kepada pembunuhan dan pengadaan senjata. Tidak ada," tegas Yuntri.

Kivlan mengaku telah menerima uang dari Politikus PPP, Habil Marati senilai 4.000 dolar Singapura atau Rp42.400.000.

"Mengakui tapi tidak sesuai dengan tuduhan. Uang itu hanya untuk demonstrasi, tidak berkaitan sama sekali dengan masalah pembelian senjata dan [rencana] membunuh," ujar Yuntri.

Dalam pemeriksaan, sambung Yuntri, kliennya memberikan nomor rekening ke penyidik guna memeriksa aliran dana.

Yuntri menyatakan uang Rp50 juta itu diberikan Kivlan kepada anak buahnya yakni Iwan Kurniawan, tersangka kepemilikan senjata api ilegal. Uang itu direncanakan untuk tur ke daerah-daerah mengantisipasi gerakan komunis.

"Lalu Iwan ditugaskan untuk demonstrasi dan dia menyanggupi bawa seribu orang dari Banten. Nyatanya tidak ada dan kemudian ia menghilang," terang Yuntri.

Kivlan dan Habil saling kenal mengenal sejak tahun lalu melalui grup di WhatsApp, namun tidak terlalu akrab.

Habil memberikan uang secara sukarela ke Kivlan dan tidak ada imbalan apa pun. Habil diduga sebagai donatur eksekutor empat pejabat negara target pembunuhan. Ia menyerahkan uang Rp60 juta kepada para calon eksekutor.

Nama Habil disebut dalam investigasi majalah Tempo berjudul 'Tim Mawar dan Rusuh Sarinah' terbitan pada 10 Juni 2019.

Besok (18/6/2019), penyidik berencana mengonfrontasikan keterangan Kivlan dengan Iwan Kurniawan dan Habil Marati untuk membuktikan purnawirawan TNI itu bersalah atau tidak atas tuduhan kepemilikan senjata api ilegal dan percobaan pembunuhan.

Bila tuduhan tidak terbukti, tim kuasa hukum meminta polisi menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3).

"Kemungkinan akan diadakan gelar perkara atau antara semua saksi yang terlibat. Kalau tidak terbukti, maka kami minta kasus ini ditutup," ucap Yuntri.

Kivlan ditetapkan sebagai tersangka kepemilikan senjata api ilegal pada Rabu (29/5/2019) dan ditahan di Rumah Tahanan Polisi Militer Guntur, Jakarta Selatan, selama 20 hari.

Baca juga artikel terkait AKSI 22 MEI atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Zakki Amali