Menuju konten utama

Penyerang Novel Dituntut Rendah, Komnas HAM: Lukai Pembela HAM

Komnas HAM nilai jaksa tak hanya turut melukai Novel Baswedan tetapi juga melukai para pembela Hak Asasi Manusia (HAM).

Penyerang Novel Dituntut Rendah, Komnas HAM: Lukai Pembela HAM
Terdakwa kasus penyiraman air keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan, Ronny Bugis (tengah) meninggalkan ruangan usai menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jakarta, Kamis (19/3/2020). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/wsj.

tirto.id - Komnas HAM menyoroti rendahnya tuntutan jaksa penuntut umum terhadap dua terdakwa kasus penyerangan terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Komnas HAM berpendapat tuntutan jaksa yang hanya satu tahun penjara itu bukti bahwa jaksa tak hanya turut melukai Novel tetapi juga melukai para pembela Hak Asasi Manusia (HAM).

"Tuntutan jaksa itu melupakan bahwa peristiwa tersebut juga merupakan serangan terhadap HRD (human right defender atau pembela HAM). Jadi dalam konteks Komnas HAM, tidak hanya dilihat sebagai peristiwa biasa, namun serangan pada HRD," kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam saat dihubungi reporter Tirto, Jumat (12/6/2020).

Jaksa penuntut umum perkara penyiraman air keras Novel Baswedan menyatakan 2 terdakwa penyerangan, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette bersalah dalam kasus penyiraman air keras. Jaksa pun menuntut kedua terdakwa 1 tahun penjara dalam pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (11/6/2020).

Anam mengatakan penyerangan terhadap Novel tidak hanya merugikan Novel secara individu, tetapi merugikan kepentingan publik, terutama dalam pemberantasan korupsi.

Anam berpendapat, pemerintah melupakan peran pembela ham sebagai pilar penjaga kepentingan publik. Kemudian, pemerintah juga belum melihat kasus tersebut sebagai kebijakan penegakan hukum. Jaksa seharusnya bisa menjelaskan alasan mereka menuntut rendah.

"Itu yang harus dijelaskan oleh jaksa, padahal dalam pemahaman yang biasa secara hukum serangan terhadap petugas harus ada perhatian lebih, makanya juga dibuka peluang pemberatan," kata Anam.

Anam mengingatkan tuntutan rendah bisa menimbulkan dampak buruk berupa penyerangan terhadap penegak hukum lain, termasuk pegawai KPK lain. Ia mengingatkan, penyerangan terhadap penegak hukum juga diakomodir dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

"KUHP memberi perhatian terhadap itu," kata Anam.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri juga berpendapat putusan Novel sebagai sebuah tantangan bagi KPK.

Dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Jumat (12/6/2020), Ali mengatakan kasus penyerangan Novel Baswedan merupakan ujian bagi rasa keadilan dan nurani penegak hukum.

"Karena secara nyata ada penegak hukum, pegawai KPK yang menjadi korban ketika ia sedang menangani kasus-kasus korupsi besar saat itu," kata Ali.

Ali pun mengaku KPK sudah mendengar isi tuntutan kepada terdakwa penyerang Novel yang hanya 1 tahun penjara. KPK pun mendengar kekecewaan Novel serta suara publik yang menyesalkan isi tuntutan. Lembaga antirasuah berharap agar majelis hakim bisa memutus perkara dengan menjatuhkan hukuman maksimal terhadap para pelaku penyerangan.

"KPK berharap majelis hakim akan memutus dengan seadil-adilnya dengan menjatuhkan hukuman maksimal sesuai dengan kesalahan dan perbuatan yang terbukti nantinya serta mempertimbangkan rasa keadilan publik, termasuk posisi Novel Baswedan sebagai korban saat menjalankan tugasnya menangani kasus korupsi," tegas Ali.

Baca juga artikel terkait PENYERANGAN NOVEL BASWEDAN atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto