Menuju konten utama

Penyebab Layanan Pinjaman Online Kerap Picu Masalah

OJK menilai layanan peminjaman online bermasalah diminati banyak orang karena di Indonesia ada kelompok masyarakat yang kerap butuh pinjaman cepat. 

Penyebab Layanan Pinjaman Online Kerap Picu Masalah
Ilustrasi fintech lending. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Hendrikus Passagi menyebut sebagian masyarakat Indonesia kerap membutuhkan pinjaman dalam waktu cepat.

Sayangnya, kata dia, kebutuhan itu justru dipenuhi oleh penyedian layanan pinjaman online atau Fintech P2P Lending yang memiliki kualitas buruk.

"Di Indonesia berkembang satu kelompok masyarakat yang underserve [tak terlayani] yaitu [mereka yang] membutuhkan uang dalam waktu cepat," kata Hendrikus di Jakarta, pada Rabu (12/12/2018).

Menurut dia, di Indonesia sebenarnya juga masih banyak kelompok unbanked atau mereka yang tidak mampu mengakses layanan perbankan karena terkendala aset dan jaminan. Anehnya, kata dia, sebagian masyarakat yang memiliki rekening di bank dan sejumlah aset, justru tertarik memakai layanan pinjaman jalur cepat.

Sementara Fintech P2P Lending, kata Hendrikus, selama ini terbagi dalam tiga kelompok berdasar layanannya.

Kelas pertama memberikan pinjaman secara tertutup yaitu hanya bagi anggota atau nasabah yang telah terdaftar. Yang kedua, memberikan pinjaman dengan sejumlah syarat berupa jaminan kepemilikan yang berbeda dari Bank pada umumnya.

Sedangkan kelompok ketiga, memberikan pinjaman dengan mudah kepada siapa pun tanpa syarat maupun jaminan. Hendrikus menyebut kelompok ketiga ini menjadi sumber maraknya masalah pinjam-meminjam online yang belakangan dikeluhkan masyarakat.

Sebab, menurut dia, kemudahan meminjam justru mengganjar konsumennya dengan bunga yang tinggi sehingga tidak jarak berujung pada kasus tidak bisa membayar.

"Kalau kelas tiga, [jumlahnya] hanya kurang dari sepertiga [fintech] yang terdaftar di OJK. Fintech P2P Lending yang buat media heboh umumnya kelas tiga. Tidak jelas orang yang meminjamkannya dan siapa yang menerima," ucap Hendrikus.

Dia pun meminta masyarakat agar waspada dengan Fintech P2P Lending ilegal yang hingga kini telah ditindak sebanyak 404 perusahaan. Ia mengimbau masyarakat untuk membaca dan memahami persyaratan dan ketentuan dalam P2P Lending serta benar-benar memperhitungkan kesanggupan untuk membayar sebelum meminjam.

Baca juga artikel terkait FINTECH atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Addi M Idhom