Menuju konten utama

Penyebab Kinerja KPK Era Agus Rahardjo Belum Maksimal Menurut ICW

ICW menilai sejumlah masalah yang terkait dengan penindakan, pencegahan, alokasi anggaran, sumber daya manusia hingga konsolidasi internal membuat kinerja KPK belum maksimal. 

Penyebab Kinerja KPK Era Agus Rahardjo Belum Maksimal Menurut ICW
Ketua KPK Agus Rahardjo menyampaikan keterangan pers terkait hasil pengembangan kasus dugaan suap terhadap sejumlah anggota DPRD Provinsi Jambi di gedung KPK, Jakarta, Jumat (28/12/2018). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto.

tirto.id - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di masa kepemimpinan Agus Rahardjo cs belum maksimal. Sebagai informasi, era kepemimpinan Agus cs di KPK akan berakhir pada tahun ini.

Peneliti ICW Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan, Kurnia Ramadhana menyatakan ada sejumlah masalah yang menyebabkan kinerja KPK pada beberapa tahun terakhir tidak maksimal.

"Kinerja KPK di masa kepemimpinan Agus Rahardjo Cs belum maksimal karena banyak masalah dan sampai hari ini publik belum terasa terjelaskan," kata Kurnia di kantor ICW, Jakarta, Minggu (12/5/2019).

Kurnia menjelaskan masalah-masalah tersebut terkait dengan penindakan, pencegahan, anggaran, sumber daya manusia hingga konsolidasi internal lembaga Komisi Antirasuah. Berikut ini analisis ICW mengenai masalah terkait masalah di sektor-sektor tersebut:

1. Penindakan Korupsi

Menurut Kurnia, dalam hal penindakan, KPK belum menerapkan pendekatan asset recovery secara maksimal. Sebab, dalam catatannya, dari 313 perkara yang ditangani KPK di era kepemimpinan Agus Rahardjo cs, pasal UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) hanya dikenakan dalam 15 kasus korupsi.

Selain itu, rata-rata lama hukuman penjara bagi koruptor dalam tuntutan jaksa KPK sepanjang 2016-2018 hanya sekitar 5 tahun 7 bulan penjara. Angka rata-rata itu masih termasuk dalam kategori ringan.

“Permintaan pencabutan hak politik terhitung minim (42 dari 88 kasus). Serta, masih ada 18 tunggakan perkara besar yang belum dilanjutkan,” kata Kurnia.

Disparitas tuntutan juga disorot oleh ICW. Misalnya, Kurnia mencatat, jaksa KPK menuntut mantan GM PT Hutama Karya, Budi Rachmat Kurniawan dengan hukuman lima tahun penjara. Padahal, ia dinyatakan telah merugikan keuangan negara sebesar Rp40 miliar.

Sementara Mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi dituntut dengan hukuman 12 tahun penjara di perkara korupsi e-KTP.

"Padahal keduanya didakwa dengan aturan serupa, yakni Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ujar Kurnia.

2. Pencegahan Korupsi

ICW menilai KPK era kepemimpinan Agus Rahardjo cs juga masih belum masif melakukan berbagai kegiatan sosialisasi dan diseminasi informasi ke publik untuk pencegahan korupsi.

“Strategi pencegahan KPK belum merespons kebutuhan publik saat ini. Mereka masih berfokus pada kelompok masyarakat tertentu,” ujar Kurnia.

Dia pun menganggap KPK belum secara maksimal menggunakan data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LKHPN) dan gratifikasi untuk mendeteksi indikasi korupsi.

Kurnia menyatakan mandat koordinasi, supervisi, dan monitoring dengan lembaga penegak hukum lain juga belum maksimal dilakukan.

3. Penyerapan Anggaran

ICW juga mencatat kinerja KPK era kepemimpinan Agus Rahardjo cs dalam penyerapan anggaran juga belum memuaskan.

Menurut Kurnia, total rata-rata penyerapan anggaran KPK pada 2015-2017 sebesar 85,93 persen. Kurnia berpendapat hal itu bertolak belakang dengan permintaan penambahan anggaran KPK tiap tahun.

"Penambahan jumlah anggaran dapat diikuti dengan memaksimalkan penyerapan anggaran untuk program pencegahan dan pemberantasan korupsi," tambah Kurnia.

4. Sumber Daya Manusia

ICW mengkritik cara KPK selama ini dalam pengelolaan sumber daya manusia. Kurnia mengatakan KPK hingga kini belum memiliki cetak biru mengenai pengelolaan sumber daya manusia (SDM).

Hal ini, kata Kurnia, menunjukkan KPK belum serius dalam upaya meningkatkan tata kelola dan manajemen SDM.

Kurnia menambahkan pimpinan KPK periode saat ini juga lambat dalam merespons kisruh di internal lembaga Antirasuah, seperti terkait dugaan penghambatan proses penanganan perkara.

5. Konsolidasi Internal

Konsolidasi di internal KPK dinilai ICW bermasalah. Salah satu indikasinya, kata Kurnia, KPK belum secara tegas menegakkan sanksi bagi setiap pelaku pelanggaran kode etik di internal lembaga ini.

Kurnia mengatakan setidaknya ada tujuh kasus dugaan pelanggaran etik di masa kepemimpinan Agus Rahardjo cs. Kasus-kasus itu seperti pertemuan orang dari internal KPK dengan pihak yang diduga terlibat kasus korupsi hingga dugaan perusakan alat bukti.

“Tapi, penanganan pelanggaran etik ini masih belum jelas,” ujar Kurnia.

Dia menambahkan, KPK juga masih harus memaksimalkan upaya meminimalisir penyerangan terhadap pegawai maupun pimpinan KPK.

ICW mencatat dalam rentang 10 tahun terakhir, ada 19 ancaman ataupun kriminalisasi yang dialami oleh pegawai maupun pimpinan KPK.

Di era kepemimpinan Agus Rahardjo cs, ada dua kasus yang paling menyita perhatian publik, yakni penyerangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan dan teror bom palsu di rumah pimpinan Komisi Antirasuah.

Baca juga artikel terkait KINERJA KPK atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Addi M Idhom