Menuju konten utama

Penyebab Kasus Gizi Buruk Masih Ada di DKI Jakarta

Gizi buruk masih banyak ditemui di Jakarta. Kasus terbanyak ditemukan di Jakarta Pusat.

Penyebab Kasus Gizi Buruk Masih Ada di DKI Jakarta
Warga beraktivitas di depan rumahnya di kawasan pemukiman kumuh, Benhil, Jakarta, Selasa (5/12/2017). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

tirto.id - Sebagai ibu kota Indonesia, DKI Jakarta ternyata menyimpan sejumlah ironi. Satu dari sekian banyak ironi yang tersimpan adalah keberadaan penyakit gizi buruk. Penderita gizi buruk di ibu kota tersebar di lima wilayah kota administrasi.

Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Koesmedi Priharto mengungkap, penderita gizi buruk di ibu kota salah satunya karena padatnya pemukiman penduduk.

“Ada yang orang Jakarta, ada yang dari luar, ada yang sejak lahir memang jelek, dari masa hamil karena penyakit atau asupan [gizi] enggak baik, ada yang lahirnya baik terus makannya kurang, ada yang karena penyakit menular seperti TBC, HIV/AIDS,” kata Koesmedi kepada Tirto, Sabtu (3/2/2018).

Menurut Koesmedi, keberadaan gizi buruk di DKI Jakarta merupakan hal yang wajar. Ia membandingkan keberadaan penderita gizi buruk di ibu kota dengan pasien penyakit serupa di kota-kota besar lain di belahan dunia.

“Di Singapura, di London saja ada gizi buruk,” katanya.

Berdasarkan data yang dimiliki instansinya, Koesmedi mengungkapkan, wilayah penyumbang pasien gizi buruk terbanyak di DKI Jakarta justru terdapat di pusat kota. Ia mengungkap, Kota Administrasi Jakarta Pusat menjadi wilayah penyumbang penderita gizi buruk terbanyak sepanjang 2017.

Meski mengungkap keberadaan wilayah penyumbang penderita gizi buruk terbanyak pada 2017, Koesmedi tak dapat menunjukkan data nyata ihwal jumlah penderita penyakit itu di DKI Jakarta. Kepada Tirto, ia berjanji menunjukkan data penderita gizi buruk yang lengkap pada Senin, 5 Februari mendatang.

Terungkapnya Gizi Buruk di DKI Jakarta

Berdasarkan data yang dihimpun tim riset Tirto dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan buku Saku Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) Tahun 2016, proporsi balita Indonesia yang berusia 0 hingga 59 bulan dengan gizi buruk dan gizi kurang pada 2013 mencapai 19,6 persen. Angka ini meningkat dari 17,9 persen pada 2010.

Peningkatan terlihat pada proporsi balita dengan kategori gizi kurang. Pada 2007, tercatat ada 13 persen anak berusia 0-59 bulan yang kekurangan gizi. Porsinya meningkat mencapai 14,9 persen pada 2015. Hingga, di 2016, berkurang 0,5 persen menjadi 14,4 persen balita yang dikategorikan sebagai gizi kurang.

Keberadaan penderita gizi buruk di ibu kota terungkap setelah Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara Muhammad Helmi memaparkan data milik instansinya.

Menurut Helmi, penderita gizi buruk tercatat mencapai 194 anak yang tersebar di 6 kecamatan di Jakarta Utara pada Januari 2017.

“Dari 194 anak sekarang tinggal 34,” ungkap Helmi saat dihubungi Tirto, Jumat 2 Februari 2018.

Infografik Periksa Data Gizi Buruk

Helmi mengungkap gizi buruk di Jakarta disebabkan beberapa hal di antaranya kesulitan ekonomi keluarga dan kurangnya pendidikan orang tua dalam memberikan asupan bersih dan bergizi kepada anak.

Selain dua hal tadi, gizi buruk juga disebabkan absennya pemerintah melakukan deteksi dini penderita gizi buruk di Jakarta Utara. "Karena itu, dari Januari 2017, kami turunkan petugas di tingkat kelurahan untuk melakukan deteksi dini," kata Helmi.

Penyakit yang biasanya ditemui pada penderita gizi buruk di Jakarta Utara adalah Tuberkulosis (TBC) dan rakhitis.

Pada kesempatan terpisah, Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno mengungkap penderita gizi buruk juga bisa muncul akibat kesalahan gaya hidup dan kurangnya informasi ihwal makanan sehat.

“Kami sosialisasinya, kalau saya sih inginnya ibu-ibu dijemput bola lah. Komunitas ini yang OK OCare, dokter-dokter yang relawan, bisa turun juga untuk membantu,” ujarnya di Jakarta Creative Hub.

Pemukiman Kumuh Sebabkan Gizi Buruk

Keberadaan penderita gizi buruk di kawasan perkotaan dianggap umum terdapat pada lokasi padat penduduk. Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti Nirwono Joga mengungkap, penderita kekurangan gizi di kawasan metropolitan bisa ditemukan apabila penataan kota berjalan buruk.

Menurut Nirwono, gizi buruk banyak diderita masyarakat di perkampungan kumuh karena pengaruh lingkungan yang jelek dan keterbatasan air bersih. Selain itu, buruknya sistem sanitasi dan pekerjaan yang tidak pasti menambah parah kondisi di perkampungan kumuh.

"Itu memperburuk kondisi ekonomi keluarga, serta kondisi kesehatan dan tumbuh kembang anak," kata Nirwono kepada Tirto.

Ia berkata, ada empat solusi untuk mengatasi masalah gizi buruk yang diderita masyarakat kota. Pertama, penataan lingkungan harus dilakukan meliputi perbaikan jalan, lingkungan, dan saluran air. Penyediaan akses air bersih, perbaikan sanitasi yang sehat dan higienis, serta perbaikan tata pemukiman juga harus dilakukan.

Kedua, masyarakat harus diberdayakan untuk mandiri memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan budidaya tanaman sayuran. Ketiga, pemerintah daerah harus membangun bank-bank sampah dan komposer.

“Keempat, anak-anak muda dilibatkan dalam penataan dan pengelolaan lingkungan, jadikan kampung-kampung kreatif tematik,” katanya.

“Perbaikan kampung pemukiman, penyediaan lapangan kerja, peningkatan kesejahteraan warga, pada akhirnya akan meningkatkan kemampuan masyarakat memenuhi kebutuhan gizi layak,” ujar Nirwono menambahkan.

Baca juga artikel terkait GIZI BURUK atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Mufti Sholih