Menuju konten utama

Penyebab Fenomena Klitih Jogja & Cara Mengatasinya Menurut Sosiolog

Eksistensi dan regenerasi menjadi hal yang membuat fenomena klitih di Jogja hingga saat ini masih tumbuh subur.

Penyebab Fenomena Klitih Jogja & Cara Mengatasinya Menurut Sosiolog
Ratusan anggota organisasi masyarakat (Ormas) melakukan aksi di halaman Polda DIY, Sleman, DI Yogyakarta, Senin (3/2/2020). ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/foc.

tirto.id - Klitih menjadi salah satu topik yang ramai diperbincangkan bahkan menjadi trending topic di Twitter pada Selasa (28/12/2021).

Tagar #YogyaTidakAman #Klitih hingga #SriSultanYogyaDaruratKlithih ramai diperbincangkan usai seorang warganet mengisahkan kejadian klitih yang ia alami.

Lantas banyak warganet di Twitter yang juga berbagi cerita klitih yang mereka temui atau dialami sendiri. Tagar tersebut juga menjadi respons kejahatan jalanan yang terjadi di Yogyakarta hingga saat ini.

Sosiolog di Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Wahyu Kustiningsih saat dihubungi redaksi Tirto pada Rabu (29/12/2021) menjelaskan bahwa klitih dalam bahasa Jawa atau arti yang sebenarnya berarti mengisi waktu luang dengan melakukan hal yang positif.

Namun kemudian bergeser karena ada tindakan yang merugikan atau kejahatan seperti pembacokan.

Fenomena klitih yang pemahamannya bergeder pada tindak kejahatan hingga saat ini masih terus terjadi karena menurut Wahyu kurang ada ruang ekspresi untuk remaja.

"Saat ini ruang bagi anak muda untuk mengekpresikan dirinya sangat terbatas, gimana bisa minta anak muda melakukan hal positif kalau enggak ada fasilitas yang mendukung," katanya.

Selain itu, Wahyu juga menjelaskan, bahwa eksistensi dan regenerasi menjadi hal yang membuat fenomena klitih di Jogja hingga saat ini masih tumbuh subur.

"Klitih enggak selesai-selesai karena ada regenerasi kalau kita bilang klitih sebagai kenakalan, ada unsur eksistensi. Anak muda yang sedang eksistensi cari jati diri. Kalau ditangkap bisa jadi enggak ada penyesalan, semakin ditangkap semakin menunjukkan power-nya ke grupnya," ujarnya.

Wahyu menyarankan, untuk bisa menyelesaikan kasus klitih yang ada di Jogja harus melibatkan berbagai pihak mulai dari orang tua (keluarga), masyarakat, dan tentunya pemerintah daerah serta kepolisian.

Selain itu, menurutnya penggunaan CCTV juga bisa dimaksimalkan untuk memantau keamanan yang ada di Jogja dari gangguan klitih.

"CCTV bisa dimaksimalkan, saya yakin aparat tahu daerah-daerah yang rawan, kenapa enggak memaksimalkan CCTV," pungkasnya.

Sementara itu, senada dengan Wahyu, Wakil Kepala Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Brigjen Pol R. Slamet Santoso mengakui kasus "klitih" atau kejahatan jalanan yang terus terjadi di provinsi ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan upaya penegakan hukum.

“Memang klitih ini kita harus selesaikan secara komprehensif, tidak bisa hanya dengan penegakan hukum," kata Slamet Santoso saat Jumpa Pers Akhir Tahun 2021 di Yogyakarta, Rabu (29/12/2021).

Slamet menuturkan kasus klitih atau kejahatan jalanan selama 2021 tercatat sebanyak 58 kasus dengan jumlah pelaku mencapai 102 orang. Jumlah kasus tersebut meningkat dibandingkan tahun lalu yang tercatat sebanyak 52 kasus.

Dari 102 pelaku, kata Slamet, sebagian besar atau 80 orang di antaranya masih berstatus pelajar, selebihnya pengangguran.

Mengenai fenomena itu, menurut dia, Polda DIY telah melakukan analisis dan evaluasi yang kesimpulannya diperlukan penguatan pada upaya preemtif atau pencegahan, selain tindakan hukum.

Peran orang tua, menurut dia, menjadi salah satu kunci untuk menekan munculnya kasus kejahatan jalanan itu karena tidak sedikit orang tua yang memfasilitasi sepeda motor untuk putra-putrinya kendati belum cukup umur.

“Belum cukup umur tapi dibelikan sepeda motor, itu bahaya," ujar Slamet.

Kemudian untuk membina karakter para remaja yang berpotensi terlibat dalam kejahatan jalanan, Polda DIY akan menggandeng Dinas Pendidikan dan Dinas Sosial di kabupaten/kota untuk memberikan penyuluhan kepada para siswa.

Penyuluhan di sekolah, menurut dia, harus berkelanjutan mengingat para pelajar yang masuk DIY berasal dari berbagai daerah dari Sabang sampai Merauke beserta budaya masing-masing yang melekat.

“Untuk DIY itu 'never ending process' guna kegiatan penyuluhan karena setiap tahun siswa dan mahasiswanya berganti terus sehingga kita terus menyosialisasikan tentang hal-hal kebaikan," kata dia.

Dalam waktu dekat, lanjut Slamet, patroli berskala besar bakal digencarkan mulai dari level polda, polres, hingga polsek untuk memastikan jalanan aman dari kasus kejahatan.

Selain itu, Polda DIY akan berkoordinasi dengan Dinas Pekerjaan Umum serta Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) DIY untuk memastikan seluruh jalan mendapatkan lampu penerangan serta CCTV.

“Tidak boleh ada daerah atau jalan-jalan di wilayah Yogyakarta yang gelap," tutur Slamet.

Baca juga artikel terkait KLITIH JOGJA atau tulisan lainnya dari Nur Hidayah Perwitasari

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Nur Hidayah Perwitasari
Editor: Iswara N Raditya