Menuju konten utama

Pentingnya Mencegah Penipuan dengan Audit Travel Umrah

Kementerian Agama mulai meningkatkan pengawasan terhadap travel umrah melalui sistem informasi online guna mencegah penipuan. Cukupkah?

Pentingnya Mencegah Penipuan dengan Audit Travel Umrah
Umat muslim melaksanakan ibadah Haji di Mekkah. FOTO/Istock

tirto.id - Ramdan, warga asal Cijerah, Bandung—tidak menyangka rencana berangkat ibadah umrah pada 16 Desember 2017 harus ditunda menjadi 28 Januari 2018 oleh biro perjalanan umrah yang jadi pilihannya.

“Saya sudah pakai kain ihram mau berangkat, eh dibatalin. Alasannya jemaah yang berangkat overload,” katanya, seperti dilansir dari Antara. Pria berumur 56 tahun ini mengaku sudah membayar Rp150 juta untuk biaya perjalanan umrah untuk tujuh orang.

Pada 28 Januari 2018, Ramdhan harus menelan kekecewaan karena kembali batal berangkat dengan alasan serupa. Rasa kecewa semakin besar, ketika Ramdhan menemukan informasi bahwa direktur utama agen umrah pilihannya ditangkap polisi.

Kejadian gagal berangkat umrah hingga penipuan oleh biro perjalanan umrah akhir-akhir ini semakin marak. Satu persatu, bos travel umrah ditangkap aparat. Kasus yang paling menyedot perhatian adalah First Travel. Kasus penipuan First Travel saat ini tengah dalam tahap proses Pengadilan Negeri Depok.

Selain First Travel, masih ada biro perjalanan umrah dan haji yang terbukti melanggar aturan. Pada tahun ini, sebanyak empat biro perjalanan umrah dan haji telah dicabut izin usahanya oleh Kementerian Agama.

Empat biro itu antara lain PT Amanah Bersama Ummat (Abu Tours), SBL, Mustaqbal Prima Wisata dan Interculture Tourindo. Khusus Abu Tours, SBL dan Mustaqbal Prima Wisata, izin mereka dicabut karena gagal memberangkatkan jemaahnya.

Bisnis travel umrah memang menjanjikan. Apalagi di Indonesia—sebagai salah satu negara dengan jumlah Muslim terbanyak di dunia—permintaan untuk umrah sangatlah besar. Gara-gara itu, para pelaku bisnis travel umrah di Indonesia juga sangat banyak.

Jumlah penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) yang terdaftar di Kementerian Agama saat ini mencapai 906 penyelenggara. Namun, jumlah PPIU kemungkinan besar lebih dari itu mengingat masih ada biro perjalanan yang tidak berizin.

Kementerian Agama (Kemenag) menemukan 20 biro travel haji dan umrah beroperasi secara ilegal atau tanpa izin di Yogyakarta, ketika Kementerian Agama melakukan penyisiran mulai Mei 2017.

Melihat banyaknya PPIU yang gagal memberangkatkan para jemaahnya, Kemenag mulai meningkatkan pengawasan. Hal itu ditandai dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Agama No. 8/2018 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah.

Dalam beleid itu, pengawasan Kemenag terhadap PPIU akan lebih ketat. Hal itu dikarenakan, luas cakupan yang akan diawasi akan meliputi tujuh hal, lebih banyak ketimbang sebelumnya yang hanya tiga hal.

“Dulu itu [pengawasan] memang sifatnya hanya sekadar laporan perjalanan. Nah, sekarang kami perluas cakupannya, mulai dari pendaftaran sampai dengan jemaat pulang,” ujar Arfi Hatim, Direktur Umrah dan Haji Khusus Kemenag kepada Tirto.

Sebelum beleid mengenai PPIU direvisi, cakupan pengawasan Kemenag hanya tiga hal yakni dari sisi rencana perjalanan, kegiatan operasional pelayanan jemaah, dan ketaatan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan untuk saat ini, pengawasan akan meliputi pendaftaran, pengelolaan keuangan, rencana perjalanan, kegiatan operasional pelayanan jemaah, pengurusan dan penggunaan visa, indikasi penyimpangan, dan ketaatan terhadap aturan perundang-undangan.

Guna mempermudah pengawasan terhadap kegiatan PPIU, Kemenag juga akan meluncurkan Sistem Informasi Pengawasan Terpadu Umrah dan Haji Khusus (SIPATUH). Dengan sistem itu, Kemenag akan mengawasi PPIU secara online.

Sistem ini memuat informasi tentang pendaftaran jemaah umrah, paket perjalanan tawaran PPIU, penyediaan tiket yang terintegrasi dengan maskapai penerbangan, dan akomodasi yang terintegrasi dengan sistem muassasah di Arab Saudi.

SIPATUH juga memuat informasi alur pemesanan visa yang terintegrasi dengan Kedutaan Besar Arab Saudi, validasi identitas jemaah yang terintegrasi dengan Ditjen Dukcapil, serta data keberangkatan dan kepulangan jemaah yang terintegrasi dengan pihak imigrasi.

Melalui sistem ini, jemaah akan memperoleh nomor registrasi sebagai bukti pendaftaran telah sesuai peraturan. Dengan nomor itu, jemaah bisa memantau persiapan yang dilakukan PPIU, mulai dari pengadaan tiket, akomodasi, hingga penerbitan visa.

Agar pengawasan secara online ini berhasil, Kemenag meminta seluruh PPIU untuk segera melakukan registrasi ulang paling lambat hingga April 2018. Setelah melakukan registrasi, PPIU akan mendapatkan user id dan password.

Infografik Pengawasan Travel Umrah

Perlu Audit Keuangan

Langkah Kemenag meningkatkan pengawasan travel umrah melalui revisi PMA dan sistem informasi online, memang sebuah upaya perbaikan. Namun demikian, ada beberapa catatan yang layak untuk juga dilakukan Kemenag.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai revisi PMA dan sistem informasi online masih belum cukup menjamin, bahwa kasus kecurangan yang dilakukan PPIU tidak terulang lagi ke depannya.

“Saya kira belum maksimal kalau hanya itu. Perlu juga bekerja sama dengan lembaga lain, menambah SDM hingga mengedukasi jemaah akan hak-haknya,” kata Staf bidang Pengaduan Konsumen dan Hukum YLKI Abdul Baasith kepada Tirto.

Selain itu, YLKI juga menekankan perlunya audit keuangan terhadap PPIU yang ada guna menjamin pengelolaan keuangan dijalankan sesuai dengan standar yang berlaku, sehingga menutup peluang perbuatan kecurangan (fraud).

Belajar dari kasus fraud atau penipuan yang terjadi di bisnis travel umrah akhir-akhir ini, Kemenag dinilai belum cukup aktif dalam melakukan audit keuangan. Kemenag baru melakukan audit setelah muncul laporan kecurangan atau korban.

Kalangan akademisi juga sepakat perlunya audit keuangan terhadap PPIU mengingat usaha yang dilakukan PPIU hampir mirip dengan apa yang dilakukan lembaga keuangan, yakni menghimpun dana dari masyarakat.

“Biasanya kan umrah itu tidak langsung berangkat. Ada jangka waktunya. Di saat yang sama, PPIU menghimpun dana. Jadi ada peluang dana itu disalahgunakan,” tutur Akademisi bidang ilmu ekonomi dari Universitas Indonesia Telisa Aulia Falianty kepada Tirto.

Dunia usaha saat ini memang terus berkembang. Hal yang biasa dilakukan sektor keuangan, kini juga bisa dilakukan oleh sektor non keuangan. Menurut Telsia, praktik itu disebut dengan shadow banking.

Dengan kondisi itu, maka seharusnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa masuk untuk mengatur dan mengaudit travel umrah karena melakukan praktik shadow banking. Hal ini penting agar dana yang disimpan, tidak disalahgunakan.

Dalam UU No 21 tahun 2011 tentang OJK memang hanya diatur definisi lembaga jasa keuangan mencakup Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

Nah, untuk Lembaga Jasa Keuangan Lainnya juga hanya menyebutkan pergadaian, lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan lembaga yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, serta lembaga jasa keuangan lain yang dinyatakan diawasi oleh OJK. Artinya masih ada ruang untuk PPIU masuk, apalagi ada kegiatan mengumpulkan dana masyarakat.

Upaya menarik peran OJK dalam pengawasan PPIU memang masih belum jadi aksi nyata. Pihak Kemenag memang berencana akan melakukan audit terhadap paran agen travel umrah. Kemenag juga akan melakukan MoU dengan soal OJK soal pengawasan pengelolaan keuangan.

“Tapi [audit keuangan] itu belum. Nanti bertahap,” ujar Arfi Hatim, Direktur Umrah dan Haji Khusus Kemenag.

Melihat animo masyarakat untuk ber-umrah yang masih tinggi, pemerintah memang sudah saatnya mengawasi lebih ketat biro-biro perjalanan umrah dan haji. Tidak hanya dari sisi operasional saja, tetapi juga dari sisi keuangan dengan kewajiban audit keuangan untuk mendeteksi dini penipuan agen umrah. Pengawasan tak boleh setengah hati.

Baca juga artikel terkait TRAVEL UMRAH atau tulisan lainnya dari Ringkang Gumiwang

tirto.id - Bisnis
Reporter: Ringkang Gumiwang
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Suhendra