Menuju konten utama

Penolakan Dokter Disabilitas, Komitmen Hapus Diskriminasi Disoal

Komitmen pemerintah menghapus diskriminasi disabilitas dipertanyakan oleh Forum Kesejahteraan Penyandang Cacat Tubuh Indonesia (FKPCTI).

Penolakan Dokter Disabilitas, Komitmen Hapus Diskriminasi Disoal
Logo disabilitas. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Ketua Forum Kesejahteraan Penyandang Cacat Tubuh Indonesia (FKPCTI) Mahmud Fasa mempertanyakan komitmen pemerintah untuk hapus diskriminasi terhadap disabilitas.

Hal ini menyusul kasus Dokter Gigi, Romi Syofpa Ismael digagalkan menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) oleh Bupati Solok Selatan lantaran menyandang disabilitas.

"Ini adalah PR besar kita dan warning pemerintah, ini UU kita diuji lho diuji sejauh mana komitmen pemerintah untuk sejauh mana [peduli disabilitas]," kata Mahmud saat dihubungi, Rabu (24/7/2019).

Pemerintah memang telah membuat UU nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Pasal 53 ayat (1) beleid tersebut menyatakan pemerintah, pemerintah daerah, BUMN, dan BUMN wajib mempekerjakan orang difabel paling sedikit dua persen dari keseluruhan total pegawai.

Pada ayat berikutnya, pemerintah mewajibkan perusahaan swasta menyediakan ruang 1 persen dari total pegawai untuk kaum disabilitas.

Kasus ini, kata dia, menunjukkan pemerintah belum memiliki keberpihakan pada orang-orang disabilitas.

Mahmud menyebut, kasus Romi hanyalah satu dari sekian banyak kasus diskriminasi terkait pekerjaan terhadap kaum disabilitas.

"Kebetulan karena tidak dekat dengan aktivis, sehingga tidak didengar suaranya," ujar dia.

Oleh karena itu, Mahmud menuntut pemerintah untuk mempertegas posisinya dalam menghapus diskriminasi terhadap disabilitas.

Semestinya, pemerintah menjadi contoh dalam pemberdayaan disehingga pemerintah punya posisi yang kuat ketika hendak mendorong swasta untuk memberdayakan kaum disabilitas.

"Misalkan Kementerian Tenaga Kerja mau menindak perusahaan swasta yang tidak mempekerjakan disabilitas, kalau dibalik bagaimana? 'Anda sendiri sudah menggunakan belum?'" ujar Mahmud.

Mahmud juga mengatakan, saat ini pihaknya masih menunggu respons Bupati Solok Selatan. Jika surat pembatalan itu, tak dianulir, dia berencana menggugat Bupati ke ranah pidana.

Merujuk pasal 145 UU Penyandang Disabilitas telah tegas mengatur setiap orang yang menghalang-halangi dan atau melarang kaum disabilitas mendapat haknya, ia terancam pidana 2 tahun penjara dan denda Rp200 juta.

Baca juga artikel terkait DISABILITAS atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Zakki Amali