Menuju konten utama
Pandemi Covid-19

Penjelasan Satgas soal Strategi Pemerintah Redam Lonjakan Kasus II

Pemerintah RI saat ini sedang berupaya semaksimal mungkin untuk mengatasi lonjakan kasus kedua yang terus terjadi dalam beberapa pekan.

Penjelasan Satgas soal Strategi Pemerintah Redam Lonjakan Kasus II
Keterangan Pers Juru Bicara Pemerintah Prof Wiku Adisasmito di Kantor Presiden Jakarta, Selasa (12/1/2021). (FOTO/Muchlis Jr/Biro Pers Sekretariat Negara)

tirto.id - Pemerintah Indonesia telah memutuskan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat pada 3-20 Juli 2021 di Jawa-Bali, yang kemudian diperluas ke 15 daerah lain. Langkah ini merupakan bagian dari upaya untuk meredam lonjakan kasus Covid-19 di tanah air.

Data Satgas Penanganan Covid-19 menunjukkan angka kasus baru di Indonesia terus melonjak drastis dalam beberapa pekan hingga Juli 2021. Bahkan, angka penambahan harian kasus baru positif Covid-19 sudah menyentuh angka 56.757 orang pada 15 Juli 2021 kemarin. Penambahan kasus harian itu mulai sedikit turun pada 16 Juli 2021, yakni dengan angka 54 ribu orang.

Lonjakan pesat angka kasus baru dalam beberapa pekan terakhir membuat jumlah kasus aktif di tanah air kini melampaui setengah juta jiwa. Sebanyak 504.915 pasien Covid-19 saat ini menjalani perawatan di rumah sakit maupun isolasi. Kematian pasien Covid-19 pun terus bertambah, hingga totalnya hari ini menjadi 71.397 jiwa, dengan penambahan pada 24 jam terakhir sejumlah 1.205.

Menurut Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito, situasi ini yang mendorong pemerintah berupaya semaksimal mungkin untuk mengatasi tingginya kenaikan jumlah kasus baru sekaligus mencegah lonjakan di kemudian hari.

Wiku mengatakan pemerintah belajar dari pengalaman penanganan lonjakan kasus pertama pada akhir 2020 dan awal 2021 agar gelombang peningkatan kasus kedua kali ini bisa segera berakhir. Maka itu, PPKM Darurat diharapkan bisa mendorong penurunan kasus baru secara signifikan.

"Tentunya berbagai evaluasi dan peningkatan upaya penanganan terus dilakukan agar penurunan kasus dapat terlihat sesegera mungkin," kata Wiku saat konferensi pers daring, seperti dilansir di laman resmi Satgas Covid-19 pada Jumat, 16 Juli 2021.

Merujuk kepada catatan Wiku, ketika terjadi lonjakan kasus pertama beberapa bulan lalu, puncak yang tertinggi terjadi setelah 13 pekan peningkatan, dan baru kemudian bisa menurun lagi.

Sebelum ada lonjakan kasus pertama, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Ketat DKI Jakarta sempat 4 pekan diberlakukan. Namun, pembatasan lalu diperlonggar jadi PSBB Transisi selama 13 minggu. Selama periode itu, jumlah kasus baru meningkat cukup tajam karena bertepatan dengan libur panjang natal dan tahun baru 2021.

Intervensi kebijakan yang lebih ketat, PPKM Jawa-Bali lantas diambil setelah kenaikan kasus sudah berlangsung selama 10 pekan. Dampaknya terlihat usai 3 minggu, dan kemudian angka kasus pun dapat menurun. Menurut Wiku, penurunan angka kasus baru itu sempat bertahan 15 pekan.

Sementara saat ini, lanjut Wiku, dengan lonjakan kasus yang sudah memasuki minggu ke-9 serta intervensi kebijakan pengetatan (PPKM Darurat) yang lebih awal, yaitu minggu ke-8, berkaca dari pengalaman lonjakan pertama, kemungkinan paling cepat penurunan terlihat 3 pekan ke depan.

Wiku menambahkan potensi keberhasilan upaya menurunkan angka kasus baru semestinya lebih besar dibanding ketika lonjakan yang pertama. Sebab, saat ini sarana dan prasarana penanganan Covid-19 sudah lebih baik.

Saat ini, Indonesia telah mengaktifkan 742 laboratorium dengan capaian tes melebihi 300% dari standar yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO). Selain itu, tersedia 120 ribu tempat tidur isolasi dan ICU, serta 7.930 tempat tidur di RS Covid-19.

Sementara saat terjadi lonjakan kasus pertama, hanya ada kurang lebih 45 ribu tempat tidur di ruang isolasi dan ICU RS rujukan Covid-19, serta 2.700 tempat tidur di RS Darurat Wisma Atlet Kemayoran Jakarta. Jumlah laboratorium Covid-19 yang beroperasi saat itu pun berjumlah 223 laboratorium dengan capaian pemeriksaan sekitar 70% dari standar WHO.

Selain itu, berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan PPKM Darurat selama 1 pekan terakhir, sudah mulai terlihat dampak positif. Mobilitas penduduk ke tempat kerja, tempat umum, tempat wisata hingga stasiun sudah terlihat menurun. Hanya saja, penurunan mobilitas ini belum cukup untuk meredam lonjakan kasus baru yang kini telah melampaui angka 50 ribu orang per hari.

Karena itu, menurut Wiku, kini pemerintah pusat terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk memantau kapasitas tempat tidur rumah sakit di setiap wilayah. Rumah sakit di daerah pun diharuskan melakukan konversi tempat tidur untuk pelayanan pasien COVID-19. Apabila konversi sudah melebihi 40% maka perlu segera dibuka rumah sakit khusus COVID-19.

Penambahan tempat isolasi terpusat juga perlu menjadi fokus utama untuk menurunkan beban rumah sakit. Dengan skenario apabila peningkatan kasus mencapai 30%, maka perlu penambahan sekitar 9 ribu tempat tidur isolasi dan 6 ribu tempat tidur ICU.

Penambahan tenaga kesehatan pun menjadi fokus pemerintah. Kebutuhan ini akan diisi mahasiswa tingkat akhir dan perawat yang belum melewati ujian kompetensi (UKom). Hal ini ditujukan untuk membantu penanganan COVID-19 dengan supervisi dari perawat senior. Sementara, penambahan dokter akan diambil dari dokter yang telah menyelesaikan masa studi internship, begitu penjelasan Wiku.

Peningkatan Ketersediaan sumber daya penunjang seperti oksigen dan obat-obatan juga akan dilakukan seluruh unsur kementerian/lembaga dan TNI/Polri dalam pengadaan dan distribusinya mengacu estimasi kebutuhan per provinsi.

"Tentu, intervensi yang dilakukan ini akan sulit terlihat dampaknya dalam penurunan kasus apabila masyarakat tidak turut serta untuk menekan penularan," tegas Wiku.

Banner BNPB Info Lengkap Seputar Covid19

Banner BNPB. tirto.id/Fuad

Baca juga artikel terkait KASUS COVID-19 atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Iswara N Raditya