Menuju konten utama

Penjelasan Janggal Pemerintah Soal Pembakaran Surat Suara di Papua

KSP mengatakan surat suara di Papua dibakar KPU. Keterangan ini berbeda dari apa yang disampaikan Bawaslu, bahkan KPU Papua sekalipun.

Penjelasan Janggal Pemerintah Soal Pembakaran Surat Suara di Papua
Petugas Panitia Pemilihan Kecamatan atau PPK melakukan rekapitulasi surat suara di tingkat Kecamatan di Kantor Kecamatan Kendari Barat, Kendari, Sulawesi Tenggara, Senin (22/4/2019). Rekapitulasi perolehan suara Pemilu 2019 di daerah yang masuk dalam daftar wilayah rawan tersebut baru dilaksanakan disebabkan banyaknya kesalahan dalam proses pemungutan suara di 144 TPS dan pihak Bawaslu setempat mengagendakan untuk melakukan pemungutan suara ulang di 3 TPS. ANTARA FOTO/Jojon/ama.

tirto.id - Video pembakaran surat suara di Tingginambut, Puncak Jaya, Papua, beredar di media sosial hari Rabu (24/4/2019). Dalam video itu suara seorang pria menyebut Pilpres 2019 adalah pilpres terburuk sepanjang sejarah.

Dia menyatakan masyarakat tidak mencoblos. Seluruh surat suara diikat dan diberikan kepada paslon nomor urut 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

"Tidak ada pilpres di desa-desa, di distrik-distrik. Semuanya surat suara diikat jadi satu oleh seorang Bupati, dikasihkan ke Bapak Joko Widodo," kata pria itu.

Polisi belum mengetahui siapa pria di dalam video tersebut. Namun Bupati yang diprotes adalah Yuni Wonda.

Video ini langsung direspons Kantor Staf Presiden (KSP). Lewat newsletter nomor 2019-IV-24-NL-10, Deputi V KSP Jaleswari Pramodhawardani mengatakan bahwa setelah dicek, dia bilang benda yang dibakar oleh petugas KPUD Puncak Jaya itu bukanlah dokumen pemilu seperti formulir C1 KWK, rekapitulasi perhitungan suara, dan berita acara perhitungan. Dengan kata lain, bukan sesuatu yang penting.

"Yang dibakar itu dokumen yang tidak diperlukan lagi, agar tidak disalahgunakan," kata Jaleswari dalam keterangan tertulis yang diterima reporter Tirto Rabu sekitar pukul 16.10. Pembakaran dilakukan di Kantor Kecamatan Tingginambut.

Sedangkan dokumen-dokumen pentingnya, kata dia, sudah diamankan ke kantor KPU Mulia, Puncak Jaya, untuk dilakukan rekapitulasi.

Jaleswari lantas bilang bahwa wajar belaka jika masyarakat tak mencoblos karena di sana yang dipakai adalah sistem noken. Dalam sistem ini bukan one man one vote, suara masyarakat diwakilkan kepala suku setempat.

Hal serupa diungkapkan Kasubdit Penerangan Masyarakat Polda Papua AKBP Suryadi Diaz kepada reporter Tirto. Ia bilang surat suara yang dibakar itu adalah sisa yang tak terpakai karena digunakannya sistem noken.

"Yang tidak terpakai yang sudah terbakar itu," katanya.

Pembakaran surat suara memang legal. Ini diatur dalam Surat Edaran KPU RI No 667/PP.10.5/SD/07/KPU/IV/2019. Dalam kasus Gresik, penghancuran surat suara dilakukan oleh KPU dan disaksikan pihak lain, termasuk Bawaslu.

Masalahnya dalam kasus ini belum tentu Bawaslu turut serta. Amandus Situmorang, bagian penindakan Bawaslu Papua, mengatakan dia baru tahu peristiwa ini.

"Terkait video yang beredar, kami baru tahu dan tadi kami koordinasikan dengan jajaran Bawaslu Puncak Jaya juga belum tahu adanya kejadian tersebut. Kami sudah perintahkan jajaran Bawaslu Puncak Jaya untuk mengecek masalah ini dan melakukan investigasi," katanya, Rabu sekitar pukul 12 siang.

Pelaku

Kejanggalan lain adalah soal pelaku pembakaran. Theofransus LLitaay, Tenaga Ahli Utama Urusan Papua KSP, menyebutkan video tersebut adalah hasil editan, terutama suaranya. Dia menduga pria yang bersuara dalam video itu bukanlah warga Tingginambut, apalagi orang KPU.

Namun dia juga tidak tahu siapa orangnya. Dia juga menunggu hasil penyelidikan pihak kepolisian.

"Itu bukan orang di situ, itu dubbing situ. Itu enggak warga situ. Warga situ suaranya enggak mungkin begitu," kata Theo kepada reporter Tirto.

"Itu bukan orang di Kabupaten Puncak Jaya," kata Theo menegaskan.

Namun keterangan bahwa Theofransus (dan Jaleswari) bahwa yang membakar itu adalah petugas KPU berbeda dengan pernyataan Kapolres Puncak Jaya AKBP Ari Purwanto. Dia menyebut pembakaran bukan dilakukan oleh panitia, tapi warga.

"Kami menduga warga tidak paham soal itu dan mereka membakarnya (kotak dan surat suara). Tetapi dokumen penting sudah diamankan atau dibawa oleh PPD dan Panwas Distrik untuk rekap suara di Mulia," kata Ari.

KPU sendiri tak tahu siapa yang membakarnya. Ilham Saputra, Komisioner KPU, mengatakan institusinya sedang melakukan investigasi untuk mengetahui pelaku pembakaran, serta jumlah kotak dan surat suara yang dibakar.

"Sedang diinvestigasi siapa pelaku, berapa kotak dan surat suara yang dibakar. Kami masih menunggu informasi lanjutan dari KPU Puncak Jaya," kata Ilham.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2019 atau tulisan lainnya dari Rio Apinino

tirto.id - Politik
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Rio Apinino
Editor: Jay Akbar