Menuju konten utama
Sejarah Indonesia

5 Teori Masuknya Islam ke Indonesia, Apa Saja?

Ada beberapa teori sejarah masuknya Islam ke Indonesia, yakni Teori Gujarat, Teori Arab, Teori Persia, Teori Cina, dan Teori Coromandel. 

5 Teori Masuknya Islam ke Indonesia, Apa Saja?
Foto Masjid Agung Demak, salah satu bukti teori masuknya Islam ke Indonesia melalui jasa wali sanga. Umat muslim mengikuti pengajian Ramadan di serambi Masjid Agung Demak, Bintoro, Demak, Jawa Tengah, Minggu (20/5). ANTARA FOTO/Aji Styawan

tirto.id - Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), hingga akhir 2021, terdapat 238,09 juta jiwa atau 86,93 persen penduduk tanah air yang tercatat beragama Islam.

Namun, jamaknya penduduk muslim di Nusantara dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satunya berkaitan dengan sejarah panjang masuknya Islam ke Indonesia.

Agama Islam masuk ke Nusantara Indonesia melewati perjalanan panjang. Salah satu agama samawi itu dibawa oleh kaum muslim dari berbagai belahan bumi.

Apa Saja Teori Masuknya Islam ke Indonesia?

Ada beberapa hipotesis yang menjelaskan tentang teori masuknya Islam ke Indonesia. Meskipun berbeda-beda, masing-masing teori tersebut merujuk pada satu kesimpulan: Islam dibawa oleh orang-orang dari berbagai bangsa.

Sebagian dari mereka ada yang datang ke Nusantara untuk berdagang sembari berdakwah. Ada pula kaum ulama atau ahli agama yang memang datang ke Nusantara untuk menyebarkan ajaran Islam.

Setidaknya ada 5 teori masuknya Islam ke Indonesia. Kelima teori sejarah masuknya Islam ke Indonesia tersebut yakni Teori Gujarat (India), Teori Arab (Mekkah), Teori Persia (Iran), dan Teori Cina. Penjelasan masing-masing teori bisa disimak di bawah ini.

1. Teori Gujarat Masuknya Islam ke Indonesia

Teori sejarah masuknya Islam ke Indonesia yang pertama adalah Teori Gujarat, dicetuskan oleh G.W.J. Drewes. Kemudian, hipotesis ini dikembangkan oleh Snouck Hurgronje, J. Pijnapel, Willem Frederik Stutterheim, J.P. Moquette, serta Sucipto Wirjosuparto.

Orientalis terkemuka asal Belanda, Snouck Hurgronje, menjelaskan Teori Gujarat masuknya Islam ke Indonesia melalui buku Revue de l'histoire des religions (1894). Menurutnya, Islam telah lebih dulu berkembang di kota-kota pelabuhan Anak Benua India.

Orang-orang Gujarat telah lebih awal membuka hubungan dagang dengan Indonesia dibanding pengusaha dari Arab. Menurut Hurgronje, peniaga Arab baru datang pada periode berikutnya. Orang-orang Arab tersebut mayoritas merupakan keturunan Nabi Muhammad, baik yang bergelar “sayid” maupun “habib".

Pada 1912, giliran J.P. Moquette yang memberikan afirmasi atas Teori Gujarat. Bukti yang disodorkannya ialah batu nisan Sultan Malik Al-Saleh yang wafat pada 17 Dzulhijjah 831 H/1297 M di Pasai, Aceh.

Menurut Moquette, batu nisan sultan pertama di Indonesia tersebut bercorak sama dengan nisan yang terdapat di Kambay, Gujarat.

Moquette akhirnya berkesimpulan bahwa batu nisan tersebut diimpor dari Gujarat, atau setidaknya dibuat oleh orang Gujarat atau orang Indonesia yang telah belajar kaligrafi khas Gujarat. Bukti Teori Gujarat lainnya adalah kesamaan Mazhab Syafi’i yang dianut masyarakat muslim di Gujarat dan Indonesia.

Pendapat Moquette itu mendapat dukungan dari para ahli sejarah lain, seperti Kern, Winstedt, Bousquet, Vlekke, Gonda, Schrieke, dan Hall. Mereka sependapat bahwa Gujarat merupakan tempat asal datangnya Islam ke Nusantara.

Kendati demikian, Teori Gujarat tak lepas dari kritik. Argumentasi Moquette, misalnya, ditentang oleh S.Q. Fatimi. Ia berpendapat, mengaitkan seluruh batu nisan di Pasai, termasuk yang ada di makam Maulana Malik al-Saleh, dengan corak makam Gujarat adalah keliru.

Menurut penelitian Fatimi, yang dihimpun dalam Journal of Southeast Asian History Volume 6 Issue 2 (2009), bentuk dan gaya batu nisan Malik al-Saleh berbeda sepenuhnya dengan batu nisan yang terdapat di Gujarat dan batu-batu nisan lain yang ditemukan Nusantara. Bentuk dan gaya batu nisan itu justru mirip dengan batu nisan yang terdapat di Bengal. Oleh karena itu, seluruh batu nisan itu hampir bisa dipastikan berasal dari Bengal.

Infografik Teori Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia

Infografik Teori Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia. tirto.id/Fuad

2. Teori Arab Masuknya Islam ke Indonesia

Teori sejarah masuknya Islam ke Indonesia yang berikutnya diperkirakan berasal dari Timur Tengah, tepatnya Arab. Teori Arab (Mekah) ini didukung oleh J.C. van Leur, Anthony H. Johns, T.W. Arnold, serta Abdul Malik Karim Amrullah atau Buya Hamka.

Menurut Buya Hamka, Islam sudah menyebar di Nusantara sejak abad ke-7 M. Hamka dalam buku Sejarah Umat Islam (1997) menuliskan beberapa bukti yang menunjukkan bahwa Islam masuk ke Nusantara berkat orang-orang Arab.

Bukti Teori Arab yang diajukan Hamka adalah naskah kuno dari Cina yang menyebutkan bahwa sekelompok bangsa Arab telah bermukim di kawasan Pantai Barat Sumatra sejak 625 M. Di wilayah yang pernah dikuasai Kerajaan Sriwijaya itu juga ditemukan nisan kuno bertuliskan nama Syekh Rukunuddin, wafat pada 672 M.

Teori dan bukti yang dipaparkan Hamka tersebut didukung oleh T.W. Arnold. Sejarawan asal Inggris tersebut menjelaskan, kaum saudagar Arab cukup dominan dalam aktivitas perdagangan di Nusantara.

Sebagian dari pedagang Arab tersebut kemudian menikah dengan warga lokal dan membentuk komunitas muslim. Mereka bersama-sama kemudian melakukan kegiatan dakwah Islam di berbagai wilayah Nusantara.

3. Teori Persia Masuknya Islam ke Indonesia

Teori sejarah masuknya Islam ke Indonesia yang ketiga adalah Teori Persia. Hipotesis, yang menyatakan bahwa ajaran Islam di Nusantara awalnya dibawa oleh pedagang Persia (sekarang wilayah Iran) pada abad ke-13 M, tersebut didukung oleh Umar Amir Husen dan Husein Djajadiningrat.

Abdurrahman Misno dalam Reception Through Selection-Modification: Antropologi Hukum Islam di Indonesia (2016) menuliskan, bukti Teori Persia menurut Djajadiningrat adalah tradisi dan kebudayaan Islam di Indonesia yang punya kesamaan dengan Persia.

Salah satu contohnya adalah seni kaligrafi yang terpahat di batu-batu nisan bercorak Islam di Nusantara. Ada pula budaya Tabot di Bengkulu dan Tabuik di Sumatra Barat yang serupa dengan ritual di Persia setiap 10 Muharam.

Akan tetapi, ajaran Islam yang masuk dari Persia kemungkinan adalah Syiah. Kesamaan tradisi tersebut serupa dengan ritual Syiah di Iran. Teori ini cukup lemah karena mayoritas pemeluk Islam di Indonesia adalah bermazhab Sunni.

4. Teori Cina

Teori masuknya Islam ke Indonesia yang ke-4 adalah Teori Cina. Menurut hipotesis ini, ajaran Islam berkembang di Cina pada masa Dinasti Tang (618-905 M), dibawa oleh panglima muslim dari kekhalifahan di Madinah semasa era Khalifah Usman bin Affan, yakni Saad bin Abi Waqqash.

Bahkan, salah satu wilayah di Tiongkok, Kanton, pernah menjadi pusatnya para pendakwah muslim dari Cina.

Jean A. Berlie dalam buku Islam in China (2004) menyebut, relasi pertama antara orang-orang Islam dari Arab dan bangsa Cina terjadi pada 713 M. Teori Cina meyakini, Islam masuk ke Indonesia bersamaan dengan migrasi orang-orang Cina ke Asia Tenggara. Mereka masuk lewat Sumatra bagian selatan Palembang pada 879 atau abad ke-9 M.

Bukti Teori Cina adalah banyak pendakwah Islam keturunan Cina yang punya pengaruh besar di Kesultanan Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa, seiring dengan keruntuhan Kemaharajaan Majapahit pada perjalanan abad ke-13 M. Sebagian dari mereka disebut wali sanga.

Kesultanan Demak didirikan oleh Raden Patah, putra Raja Majapahit dari istri seorang perempuan asal Cina yang telah masuk Islam. Raden Patah yang memiliki nama Cina, Jin Bun, memimpin Demak bersama wali sanga sejak 1500 M.

5. Teori Coromandel masuknya Islam ke Indonesia

Selain 4 teori masuknya Islam ke Indonesia yang disebutkan di atas, ada hipotesis lain yang tak kalah populer, yakni Teori Coromandel (Malabar).

Menurut Teori Coromandel dan Malabar, masuknya Islam ke Indonesia pada awalnya dibawa oleh orang-orang Malabar. Wilayah Malabar termasuk bagian dari kawasan pesisir India timur.

Tokoh sekaligus sejarawan yang mencetuskan Teori Malabar ialah Thomas W. Arnold dan Morrison. Morisson menyampaikan analisis yang memperkuat hipotesis dari Arnold.

Bukti Teori Coromandel, sebagaimana dijelaskan oleh Arnold, adalah kesamaan mazhab fikih yang dianut penduduk Islam di Malabar dan Nusantara. Keduanya sama-sama menganut Mazhab Syafi’i. Maka itu, Arnold meyakini para pedagang ataupun saudagar yang datang dari India dan mengawali penyebaran Islam ke Nusantara ialah orang-orang Malabar (Coromandel), bukan Gujarat.

Morrison kemudian memperkuat hipotesis yang disampaikan Arnold. Dia mengajukan bukti, saat terjadi islamisasi di wilayah Pasai pada 1292 M, Gujarat masih di bawah kekuasaan kerajaan Hindu.

Karena itu, Morisson berpendapat kecil kemungkinan penyebaran agama Islam di Pasai dirintis oleh pedagang dari Gujarat. Argumennya juga didasarkan pada laporan Tome Pires yang berjudul Suma Oriental.

Baca juga artikel terkait MASUKNYA ISLAM KE INDONESIA atau tulisan lainnya dari Ilham Choirul Anwar

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Ilham Choirul Anwar
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Iswara N Raditya
Penyelaras: Fadli Nasrudin