Menuju konten utama

Pengusutan Kasus Korupsi di Kemensos & Potensi Coreng Citra PDIP

Kemunculan kasus korupsi di Kemensos menandakan tidak belajar dari insiden korupsi yang menyeret Juliari Batubara.

Pengusutan Kasus Korupsi di Kemensos & Potensi Coreng Citra PDIP
Petugas membagikan bantuan sosial tambahan berupa 10 kilogram beras kepada warga di Kelurahan Harapan Jaya, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (5/8/2021). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/wsj.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali membuka penyidikan kasus di Kementerian Sosial. Kali ini, lembaga antirasuah menyidik dugaan korupsi penyaluran bantuan sosial beras di era Menteri Sosial Tri Rismaharini.

“KPK mulai penyidikan baru terkait dugaan korupsi dalam pekerjaan penyaluran bantuan sosial beras untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) Tahun 2020 s/d 2021 di Kemensos RI,” kata Plt. Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri dalam keterangan, Rabu (15/3/2023).

Ali mengatakan, perkara tersebut disidik setelah KPK menerima laporan aduan masyarakat. Penyelidikan tersebut lantas dinaikkan status ke penyidikan karena dinilai menemui bukti permulaan yang cukup dan akan segera menetapkan tersangka.

“Ketika penyidikan ini kami anggap telah tercukupi untuk pengumpulan alat buktinya, maka identitas dari para pihak yang ditetapkan sebagai tersangka, kronologi dugaan perbuatan pidana sekaligus pasal yang disangkakan akan kami sampaikan pada publik," kata Ali.

Ali pun berharap agar pihak yang dipanggil penyidik kooperatif dalam pengungkapan perkara. Ia pun meminta agar masyarakat ikut mengawal kasus. Pria yang juga jaksa itu memastikan KPK akan menangani sesuai koridor hukum.

“Kami pastikan setiap tahapan yang dilakukan KPK berdasarkan koridor hukum," kata Ali.

Tirto pun berupaya meminta tanggapan dari Sekjen Kemensos, Harry Hikmat maupun Plt Kepala Biro Humas Kementerian Sosial, Romal Uli Jaya Sinaga tentang penyidikan Kemensos. Namun hingga naskah ini dirilis belum mendapatkan respons.

Kasus yang terjadi di Kementerian Sosial era Jokowi ini bukan kali pertama. Sebagai catatan, Kementerian Sosial di era kedua pemerintahan Jokowi dipimpin oleh kader PDIP hingga saat ini, yakni Juliari Batubara dan Tri Rismaharini.

Setelah dilantik pada Oktober 2019, Jokowi menunjuk Juliari (mantan Bendahara PDIP). Juliari lantas menjadi pesakitan KPK karena diduga terlibat dalam kasus korupsi pengadaan bantuan sosial untuk penanganan virus Corona.

Dalam kasus tersebut, KPK menuntut Juliari dihukum 11 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan karena diduga menerima uang suap Rp32,4 miliar. Juliari pun dituntut untuk membayar uang pengganti Rp14,5 miliar dan dicabut hak pilih.

Pada 23 Agustus 2021, Juliari divonis bersalah dengan hukuman sedikit lebih berat dari tuntutan hakim. Ia divonis 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Juliari juga terbukti menerima Rp32,4 miliar dan memungut fee Rp10 ribu ke setiap penyedia bansos. Ia pun dikenakan pidana pengganti Rp14,59 miliar dan dikenakan pencabutan hak politik selama 4 tahun.

Kursi kosong menteri sosial akhirnya diserahkan kepada Tri Rismaharini. Dalam pemaparan di depan DPR pada 2022, Risma sempat mengklaim bahwa bantuan sosial Kemensos akan tepat sasaran lewat data terpadu kesejahteraan sosial dan cek bansos.

“DTKS semakin kredibel dan akuntabel. Apabila ada masyarakat yang tidak menerima karena dihalangi oleh RT, bisa masuk di cekbansos,” ujar Risma kala itu.

JULIARI BATUBARA DIVONIS 12 TAHUN PENJARA

Terdakwa mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani sidang pembacaan putusan secara virtual di gedung ACLC KPK, Jakarta, Senin (23/8/2021). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/wsj.

Kemensos Tidak Belajar dari Kasus Juliari

Pegiat antikorupsi dan peneliti PUKAT UGM Yogyakarta, Zaenur Rohman menilai, kemunculan kasus korupsi di tubuh Kemensos menandakan institusi itu tidak belajar dari insiden korupsi Juliari. Ia menilai Kementerian Sosial juga tidak mengalami perubahan dalam pencegahan korupsi setelah kasus Juliari.

“Poin yang pertama adalah tidak ada perbaikan setelah terungkapnya kasus korupsi Juliari Batubara itu ya. Itu yang pertama," kata Zaenur, Rabu (15/3/2023).

"Yang kedua pejabat baru dalam hal ini menteri yang baru, Tri Rismaharini juga ternyata ketika hadir ke Kementerian Sosial, ya belum dapat melakukan perubahan berarti dan bahkan terulang kembali kasus korupsi yang bisa jadi ini tidak jauh berbeda dengan kasus korupsi yang dilakukan oleh Juliari. Yang berbeda adalah pelaku-pelakunya," lanjut Zaenur.

Zaenur menilai, kejadian penyidikan bansos beras menandakan bahwa bansos masih menjadi area rawan korupsi. Ia mengatakan, bentuk korupsi hulu kerap berkutat pada upaya permainan hingga persekongkolan pengadaan barang dan jasa yang merujuk pada satu kelompok tender. Kemudian ada juga semacam kickback, upaya suap dan/atau gratifikasi dalam proyek tersebut. Bentuk lain korupsi bisa berupa upaya markup.

Di sisi hilir, korupsi kerap berbentuk pemotongan biaya bantuan yang di mana penerima dimintai sejumlah uang. Bentuk lain adalah pemberian bantuan secara salah sasaran.

“Nah, jadi tipologi korupsi dana bantuan sosial ya dari dulu sampai sekarang tidak mengalami perubahan dan kasus korupsi beras bansos PKH ini semakin menambah panjang daftar korupsi yang terkait dengan bantuan sosial, padahal ya bantuan sosial itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk mengurangi beban penderitaan bagi masyarakat terdampak," kata Zaenur.

Zaenur pun menilai aksi tersebut sangat jahat dan sudah benar KPK melakukan penindakan. Namun penindakan belum tentu menyasar pada Menteri Sosial saat ini, Tri Rismaharini. KPK perlu menelusuri apakah kasus tersebut hanya menyasar rekanan atau sampai tahap tertentu.

“Kita belum mendapatkan informasi yang jelas dari KPK gitu, karena ini juga KPK masih melakukan pemeriksaan saksi-saksi, tentu itu harus kita tunggu bagaimana perkembangan di KPK," kata Zaenur.

KPK juga tidak boleh sebatas pada upaya penindakan, tetapi juga pencegahan korupsi. KPK perlu me-review sistem bantuan sosial agar tidak ada korupsi lagi.

“Nah kalau ini ada banyak kasus yang telah terjadi ya di Kemensos, maka harusnya KPK memang mulai melakukan review sistem terhadap bantuan sosial ya mulai dari perencanaan pengadaan sampai kepada penyaluran dan memberikan pendampingan," kata Zaenur.

Berpengaruh ke Citra Politik PDIP?

Analis politik dari Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo menilai, kasus korupsi yang menyasar pada kader PDIP tidak akan berpengaruh banyak. Ia mengacu pada hasil FGD di era 2021 yang dihadirinya usai eks Mensos Juliari Batubara diproses hukum KPK. Ia mengaku, banyak pemilih PDIP tetap akan memilih PDIP karena figur Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

“Jadi menurut saya dari perspektif itu, kita bisa lihat bahwa pemilih PDIP sifatnya masih banyak pemilih tradisional sehingga kalau pun ada kasus korupsi lagi di Kemensos dan itu akan melibatkan kader PDIP, saya pikir PDIP tidak akan terpengaruh banyak selama Bu Mega aman-aman saja," kata Kunto.

Kunto yakin suara PDIP tidak akan berubah banyak akibat kasus korupsi yang berpotensi menyasar kader PDIP di masa depan. Ia menilai elektabilitas partai baru terganggu jika pihak yang korupsi adalah ketua umum partai.

Akan tetapi, kasus korupsi yang melibatkan kader PDIP di Kemensos bisa menjadi alat politik bagi partai lain untuk menyerang PDIP.

“Ini akan menjadi amunisi politik buat lawan-lawannya PDIP untuk kemudian menyerang PDIP di pemilu 2024, tapi sekali lagi seberapa efektif ini sbg peluru saya pikir nggak gede-gede banget efeknya gitu," kata Kunto.

Di sisi lain, ia menilai, dampak buruk jika ada menteri yang tersandung kasus korupsi tidak akan berpengaruh banyak pada Jokowi yang notabene akan mengakhiri masa jabatan di 2024. Ia juga menilai PDIP tidak perlu kawatir dengan isu korupsi, malah PDIP bisa menetralisir isu negatif jika membuat kader-kadernya semakin berkomitmen pada isu korupsi.

Juru Bicara PDIP, Deddy Sitorus menegaskan, PDIP tidak pernah berurusan dengan korupsi. Ia menegaskan bahwa semua adalah aksi individu sehingga tidak bisa serta-merta dikaitkan dengan partai.

“Itu tindakan perorangan. Jadi tidak perlu disangkut pautkan dengan partai. DPP selalu tegas atas isu korupsi, siapapun terlibat tidak mendapat bantuan apa pun dan pemecatan seketika," kata Deddy, Rabu (15/3/2023).

Deddy mengakui bahwa partai tidak bisa menguasai perilaku orang dalam 24 jam. Ia menegaskan PDIP selalu konsisten mengingatkan kader untuk tidak korupsi dan menerapkan sanksi jika ada yang terlibat.

Deddy mengklaim tidak menyoalkan isu korupsi disasarkan kepada PDIP imbas dari penyidikan korupsi Kemensos. "Kalau isu itu mau dipakai orang, ya silakan saja karena itu hak mereka. Sepanjang tidak mengait-ngaitkan dengan partai, silakan saja," kata Deddy.

Baca juga artikel terkait KORUPSI BANSOS atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz