Menuju konten utama

Pengusaha Tunggu Keputusan Pemerintah Kaji 900 Komoditas Impor

Gapmmi masih menunggu keputusan pemerintah terkait 900 komoditas impor.

Pengusaha Tunggu Keputusan Pemerintah Kaji 900 Komoditas Impor
Kendaraan membawa peti kemas dengan latar belakang area bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (15/8/2018). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja.

tirto.id - Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) masih menantikan keputusan pemerintah yang hendak mengerem laju impor 900 komoditas. Langkah tersebut bakal dilakukan pemerintah sebagai upaya untuk menekan defisit pada neraca perdagangan.

Meski pemerintah telah menekankan bahwa komoditas yang dikaji ialah barang konsumsi, namun Gapmmi tetap khawatir apabila ada bahan baku untuk makanan dan minuman yang ternyata masuk dalam daftar tersebut.

“Kami harap-harap cemas karena sekarang pun [untuk mendapatkan bahan baku] nggak gampang. Tidak ada satupun bahan baku impor yang tidak melalui perizinan,” kata Wakil Ketua Gapmmi Bidang Kebijakan Publik, Rachmat Hidayat, di kawasan Menteng, Jakarta pada Rabu (29/8/2018).

Lebih lanjut, Rachmat mengatakan bahwa industri saat ini masih tergantung dengan komoditas seperti tepung terigu, gula, dan garam yang diimpor. Selain karena faktor komoditas yang tidak bisa ditanam di Indonesia seperti halnya tepung terigu, Rachmat menekankan bahwa impor gula dan garam dilakukan karena kebutuhannya tidak cukup apabila hanya mengandalkan produksi dalam negeri.

Rachmat pun menyebutkan Gapmmi akan menunggu terlebih dahulu keputusan yang akan dikeluarkan pemerintah. Apabila nantinya memang mengharuskan untuk adanya substitusi impor, Rachmat mengatakan para pengusaha di sektor makanan dan minuman akan mengutamakannya untuk memenuhi kebutuhan bahan baku dulu.

“Impor itu adalah alternatif terakhir yang kami lakukan. Kalau memang [bahan baku] ada di dalam negeri, kami tidak perlu repot-repot impor,” ungkap Rachmat.

Masih dalam kesempatan yang sama, Ketua Komite Perdagangan dan Industri Bahan Baku Farmasi dari Gabungan Pengusaha Farmasi, Vincent Harijanto, juga mengaku akan menunggu keputusan dari pemerintah terlebih dahulu. Kendati demikian, Vincent mengklaim rencana pengereman laju impor tersebut tidak akan berdampak besar pada industri farmasi.

Menurut Vincent, sekitar 80-90 persen obat saat ini sudah diproduksi di dalam negeri. Sedangkan 10 persen sisanya impor karena memang belum bisa diproduksi di Indonesia. Ia mencontohkan obat yang impor tersebut salah satunya adalah obat anti kanker.

“Setelah [tahun] 1970, industri produksi obat di Indonesia sudah berkembang. Sehingga pemerintah pun tidak menganjurkan impor obat jadi. Kalau sudah bisa bikin sendiri, buat apa impor?” kata Vincent.

Baca juga artikel terkait IMPOR atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Bisnis
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Maya Saputri