Menuju konten utama

Pengusaha Desak Pemerintah Tunda Kenaikan PPN 11 Persen

Pengusaha memiliki lima alasan untuk meminta pemerintah menunda kenaikan PPN 11 persen.

Pengusaha Desak Pemerintah Tunda Kenaikan PPN 11 Persen
Petugas pajak dengan memakai pelindung wajah dan dibatasi sekat kaca melayani warga wajib pajak dengan layanan langsung atau tatap muka di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama, Solo, Jawa Tengah, Senin (15/6/2020). ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/wsj.

tirto.id - Dewan Pimpinan Daerah Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta mendesak pemerintah agar segera mengeluarkan kebijakan penundaan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen. Kenaikan ini rencananya akan direalisasikan pada 1 April 2022 mendatang.

"Pengusaha berharap pemerintah dapat menunda pemberlakuan kenaikan PPN sebesar 11 persen diawal April 2022 dengan memperhatikan realitas kondisi ekonomi nasional dan global yang saat ini penuh ketidakpastian," kata Ketua Umum DPD HIPPI DKI Jakarta, Sarman Simanjorang kepada Tirto, Kamis (10/3/2022).

Menurut Sarman, kenaikan PPN ini momentumnya tidak tepat dan kurang mendukung dari situasi dan kondisi ekonomi yang ada. Setidaknya ada lima alasan penundaan kenaikan PPN ini harus dilakukan.

Pertama, kondisi ekonomi nasional yang baru mulai bangkit dan belum stabil. Sebab, dalam situasi pandemi, pengusaha baru mulai bangkit. Di sisi lain, ekonomi masyarakat juga baru mulai tumbuh, sehingga daya beli masyarakat masih fluktuatif belum stabil.

Kedua, kondisi ekonomi global karena dampak pandemi COVID-19 belum pulih ditambah dampak perang Rusia-Ukraina yang memicu kenaikan harga minyak dunia. Saat ini harga minyak dunia menyentuh 130,50 dolar AS per barel yang akan berdampak pada kenaikan berbagai komoditas dunia dan harga BBM dalam negeri.

"Pokok pangan dengan bahan baku gandum juga berpotensi akan mengalami kenaikan karena terhentinya impor gandum dari Ukraina," ujarnya.

Ketiga, saat ini Indonesia tengah dihadapkan dengan gejolak kenaikan harga pokok pangan yang dimulai dari minyak goreng, kedelai, daging dan tidak tertutup kemungkinan kenaikan harga pokok pangan lainnya akan naik jika demand dan supply tidak seimbang.

"Dalam hal ini, pemerintah harus segera mengantisipasi mengingat kebutuhan masyarakat menjelang bulan puasa dan Idul Fitri akan naik signifikan," katanya

Keempat, dalam 20 hari ke depan akan memasuki Ramadan dan Idulfitri. Kenaikan harga harga pokok pangan sesuatu yang tidak bisa hindari. Sejauh kenaikan tersebut masih dalam kewajaran tentu tidak akan mengganggu daya beli masyarakat yang masih belum stabil.

"Artinya di sini, tanpa kenaikan PPN pun harga pokok pangan dan lainnya akan naik, apalagi jika PPN naik lagi tentu akan memberatkan masyarakat," ujarnya.

Terakhir, dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 terbuka pemerintah untuk menunda kenaikan PPN tersebut. Dalam Pasal 7 ayat (3) disebut tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen. Artinya kebijakan ini dapat menyesuaikan dengan kondisi ekonomi yang ada.

"Pemerintah harus hati hati dan mempertimbangkan secara seksama dampak pemberlakuan kenaikan PPN ini. Jika dipaksakan akan semakin menekan laju daya beli masyarakat dan memicu inflasi dan akan menghambat percepatan pemulihan ekonomi nasional," ucapnya.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor mengatakan, pihaknya masih mengkaji rencana pemberlakuan tarif PPN baru tersebut. Sebab, hingga saat ini aturan turunan dari Undang-Undang HPP masih digodok bersama tim terkait.

"Ini tim sedang melakukan pembahasan, ketentuan aturan turunan dari UU HPP ini juga sedang difinalkan. Jadi kita belum tahu. Kita masih lihat perkembangan karena kita belum mendapatkan informasi dari tim itu," kata dia kepada wartawan, ditulis Rabu (9/3/2022).

Dia mengatakan, tim tersebut berperan untuk melakukan pembahasan dalam menyiapkan aturan turunan UU HPP. Mulai dari pelaksanaanya seperti apa, hingga melihat perkembangan dinamika terjadi saat ini, termasuk perkembangan harga komoditi di Indonesia.

"Di dalamnya pasti melakukan analisa terkait kondisi terkini perhitungan inflasi dan makro di BKF," sebutnya.

Meski begitu, dirinya tidak berani memastikan apakah aturan kenaikan PPN dari 10 persen menjadi 11 persen bisa berlaku pada 1 April mendatang.

"Kalau saya bilang 1 April nanti saya bilang tetap, ternyata ada penundaan. Tidak tau. Karena lagi dibahas dengan situasi terkini. Walaupun UU menyatakan berlaku 1 April," tutup dia.

Baca juga artikel terkait KENAIKAN PPN atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Bisnis
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Fahreza Rizky