Menuju konten utama

Pengurus Mapala Unisi UII Siap Diproses Secara Hukum

Segenap pengurus organisasi intrakampus Unisi Universitas Islam Indonesia (UII) menyatakan siap diproses secara hukum oleh kepolisian menyusul kekerasan yang mengakibatkan tiga mahasiswa meninggal dunia setelah mengikuti pelatihan dasar bertajuk “The Great Camping”

Pengurus Mapala Unisi UII Siap Diproses Secara Hukum
Kampus Universitas Islam Indonesia. [Foto/ist]

tirto.id - Segenap pengurus organisasi intrakampus Unisi Universitas Islam Indonesia (UII) menyatakan siap diproses secara hukum oleh kepolisian menyusul kekerasan yang mengakibatkan tiga mahasiswa meninggal dunia setelah mengikuti pelatihan dasar bertajuk “The Great Camping” di Gunung Lawu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

"Jika hasil investigasi mengarah adanya kejanggalan seperti kekerasan fisik sehingga menyebabkan korban jiwa, saya selaku ketua mapala dan segenap pengurus siap mempertanggungjawabkan itu semua. Kami akan bersikap kooperatif menjunjung tinggi proses hukum," kata Ketua Mahasiswa Pecinta Alam Unisi Universitas Islam Indonesia Imam Noorizky dalam jumpa pers di Kampus UII, Yogyakarta, Jumat, (27/1/2017) seperti dikutip dari Antara.

Imam mengatakan pihaknya akan menerima apapun hasil investigasi dari dua tim pencari fakta yang dibentuk oleh Universitas Islam Indonesia (UII).

"Kami menerima apapun hasilnya," tegasnya.

Seperti telah diberitakan sebelumnya, selain menewaskan tiga mahasiswa, kegiatan yang diikuti 34 mahasiswa itu juga mengakibatkan 10 mahasiswa mengalami luka-luka dan hingga kini masih dirawat di Rumah Sakit JIH Yogyakarta.

Terkait hal itu, baru pada Jumat Imam mewakili Mapala Unisi mengadakan jumpa pers dan menyampaikan permohonan maaf.

"Sebenarnya kami langsung melakukan koordinasi dan komunikasi secara cepat kepada pihak rektorat. Tetapi disepakati semua informasi kepada masyarakat hanya disampaikan humas UII agar tidak terjadi kesimpangsiuran," katanya.

Sementara itu, Ketua Panitia Diksar Mapala Unisi, Wildan Nuzula menyesalkan peristiwa itu terjadi karena selama bertahun-tahun kegiatan organisasi tersebut dilaksanakan tidak pernah ada yang mengakibatkan korban jiwa.

Wildan membenarkan adanya teguran secara verbal hingga hukuman fisik bagi peserta yang melakukan pelanggaran peraturan lebih dari dua kali, mulai push up, skot jump, hingga jalan berjongkok. Namun demikian, sesuai standar operasional prosedur (SOP) tidak dibenarkan adanya pemukulan.

"Namun tidak menutup kemungkinan ada beberapa panitia yang berlebihan memberikan hukuman, ini ranahnya pihak berwajib untuk menyelidiki," kata dia.

Wildan menjelaskan satu peserta yakni Syaits Asyam yang akhirnya meninggal dunia, justru tidak mengikuti kegiatan survival atau bertahan di alam bebas secara keseluruhan sejak awal karena kondisi kesehatan dan hanya berada di basecamp tidak seperti rekannya yang lain.

Meski Syaits sempat mengajukan pengunduran diri, namun panitia tidak mengizinkan hingga kegiatan usai.

"Berangkat kita 37, pulang juga harus bersama-sama 37. Memang tidak ada SOP pengunduran diri," kata dia.

Menurut Wildan, sesuai silabus yang disusun oleh panitia, sebelum akhirnya dapat mengikuti kegiatan diksar Mapala Unisi, seluruh calon peserta wajib mengisi formulir, melengkapi administrasi, tes fisik, tes kesehatan, diakhiri wawancara.

Setelah terpilih 37 peserta, menurut dia, dilanjutkan dengan pemberian materi di kelas mulai 11-12 Januari. Ada 10 materi yang disajikan, mulai materi hubungan Islam, manusia, dan alam, sejarah Mapala Unisi, sosiologi perdesaan, navigasi darat, survival, lingkungan hidup, manajemen dan jurnalistik alam bebas, SAR, dan P3K.

Seperti telah diketahui, Fadli merupakan mahasiswa Teknik Elektro UII angkatan 2015, asal Batam meninggal dalam perjalanan menuju RSUD Karanganyar, Jumat (20/1). Sementara Asyam mahasiswa Teknik Industri angkatan 2015 asal Yogyakarta meninggal di RS Bethesda, Yogyakarta pada Sabtu (21/1). Korban terakhir adalah Ilham mahasiswa Hukum Internasional angkatan 2015 yang juga meninggal di RS Bethesda, Senin (23/1).

Baca juga artikel terkait KORBAN MAPALA atau tulisan lainnya dari Mutaya Saroh

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mutaya Saroh
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh