Menuju konten utama

Pengertian Postmodern & Contoh Tokohnya: Lyotard hingga Baudrillard

Apa yang dimaksud dengan era postmodern dan postmodernisme? Berikut penjelasan mengenai pengertian istilah itu dan contoh tokoh-tokoh pemikirnya.

Pengertian Postmodern & Contoh Tokohnya: Lyotard hingga Baudrillard
Ilustrasi Buku. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Berbagai perubahan drastis di dunia abad 20 telah membawa masyarakat pada era postmodern. Menurut Anthony Giddens, dalam buku The Consequences of Modernity, postmodernisme memiliki ciri khusus yaitu sistemnya lebih kompleks secara institusional. Giddens menyebut postmodernisme sebagai sesuatu yang melampaui modernisme.

Perspektif (cara pandang) postmodernisme bisa dikatakan muncul sebagai kritik terhadap paradigma modernisme yang dinilai gagal mengangkat martabat manusia. Kemajuan ilmu pengetahuan beserta teknologi yang mengalami lompatan jauh, terutama sejak revolusi industri lahir, dianggap belum memajukan peradaban manusia. Perang dan kerusakan lingkungan merupakan contoh kegagalan cara pandang modernisme.

Salah satu pemikir yang paling awal melontarkan istilah postmodernisme adalah Jean-Francois Lyotard. Mengutip penjelasan Ali Maksum, dalam Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik hingga Posmodernisme (2014:305-306), istilah tersebut muncul di buku karya Lyotard yang berjudul The Postmodern Condition: A Report on Knowledge. Lyotard, dalam buku yang muncul di tahun 1979 itu, mendefinisikan postmodernisme sebagai kritik terhadap pengetahuan universal, tradisi metafisik, fondasionalisme, dan modernisme.

Sementara itu, Charles Jencks, arsitek yang menggunakan istilah postmodern di dunia arsitektur untuk pertama kali, dalam buku karyanya yang terbit di tahun 1977, The Language of Post-modern Architecture, merumuskan 4 definisi untuk istilah postmodernisme.

Pertama, menurut Jencks, postmodernisme merupakan aliran, pemikiran maupun sikap yang menjadi bagian dari kebudayaan populer atau kritik teoritis, dengan ciri pemihakan pada relativitas, anti-universalitas, dan nihilis. Oleh karena itu, ia memuat kritik terhadap rasionalisme, universalisme, dan fundametalisme sains.

Kedua, Jencks juga mendefinisikan postmodernisme sebagai aliran pemikiran atau filsafat yang berkembang pada abad 20 dan memuat pandangan kritis terhadap rasionalisme dan sains dalam alam pikiran Barat.

Ketiga, Jencks mencatat, di bidang sosiologi, postmodernisme didefinisikan sebagai aliran ataupun gerakan yang menandai peningkatan pada pelayanan ekonomi, peran media massa, saling ketergantungan dalam perekonomian dunia, perubahan pola konsumsi masyarakat, dan yang paling penting, pengaruh globalisasi.

Keempat, dalam pandangan Jencks, postmodernisme pun bisa didefinisikan sebagai aliran atau pemikiran yang berkaitan dengan reaksi atas kegagalan arsitektur modern. Kegagalan itu ditandai oleh lenyapnya identitas dari tempat (lokasi), tampilan bentuk yang membosankan, serta dominannya pengaruh dari efisiensi, produksi massal dan industrialisasi.

Dalam perkembangannya, perspektif postmodernisme diperkaya oleh pemikiran dan teori dari sosiolog dan filsuf di tahun 1960-1980an. Beberapa contoh tokoh pemikir tersebut bisa dicermati dalam pemaparan di bawah ini.

1. Jean Francois Lyotard

Filsuf asal Prancis, Jean-Francois Lyotard adalah salah satu tokoh yang paling sering disebut dalam pembahasan tentang postmodernisme. Salah satu karyanya yang banyak dirujuk adalah The Postmodern Condition: A Report on Knowledge.

Dalam buku tersebut, Lyotard menjelaskan beberapa sebab kemunculan postmodernisme. Salah satu penyebab, menurut Lyotard, adalah perubahan yang terjadi pada ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang terjadi sejak tahun 1950-an.

Lyotard juga yang menyatakan bahwa postmodernisme tidak mengenal narasi besar atau narasi kecil. Narasi besar yang berpengaruh di era modernisme, menurut Lyotard telah runtuh, dan diikuti dengan berkembangnya teknologi komputerisasi. Lyotard meyakini bahwa kebenaran di era postmodernisme tidak lagi bersifat mutlak.

2. Jean Baudrillard

Filsuf dan sosiolog asal Prancis, Jean Baudrillard melontarkan banyak pemikiran menarik tentang hiperealitas, era masyarakat konsumsi, dan postmodernisme. Di antara karya Baudrillard yang cukup berpengaruh ialah Simulacra and Simulation (1981) dan The Consumer Society (1970).

Menurut Baudrillard, perkembangan media elektronik menjadi faktor pendorong terbesar postmodernisme. Media, dalam penilaiannya, telah mengubah hubungan manusia dengan sejarah dan menciptakan tatanan baru.

Baudrillard juga meyakini bahwa kehidupan sosial manusia pada era postmodern dipengaruhi oleh sign atau tanda yang muncul melalui media. Salah satu contoh ialah peristiwa kematian Putri Diana pada 1997 yang menimbulkan duka di seluruh dunia. Menurut Baudrillard, kabar duka tersebut tersebar melalui media dengan membawa sign untuk orang-orang di luar Inggris yang hanya mengenal sosok Putri Diana melalui televisi. Fenomena ini disebut the dissolution of life into TV.

Masyarakat postmodern, menuru Baudrillard, juga identik dengan konsumerisme. Dalam The Consumer Society, Baudrillard menjelaskan bahwa masyarakat era postmodern menggemari produk-produk mass-market dan mass-culture yang mendorong konsumerisme.

3. Zygmunt Bauman

Zygmunt Bauman merupakan teoritikus kritis asal Polandia yang masuk dalam daftar sosiolog paling berpengaruh di Eropa. Bauman pun masuk dalam kategori pemikir postmodernisme.

Bauman menilai kemunculan postmodernisme adalah sebagai hasil dari kegagalan modernisme. Menurut Bauman, masyarakat modern membutuhkan keteraturan, tetapi hal tersebut gagal diwujudkan oleh modernisme. Bagi dia, modernisme telah gagal mewujudkan dunia yang rasional sesuai harapan.

Bauman pun memiliki pandangan yang sama dengan Baudrillard, bahwa perkembangan pesat media massa turut mendorong kemunculan postmodernisme. Di saat bersamaan, terjadi perubahan sosial, perkembangan teknologi, dan perputaran informasi yang semakin pesat di dunia. Bauman sepakat bahwa ilmu sosiologi postmodern perlu dikembangkan untuk memahami masyarakat postmodern.

Namun, Bauman menilai istilah ‘postmodern' kurang cocok untuk digunakan. Untuk itu, Bauman memilih ‘liquid modernity’ sebagai istilah yang sesuai dengan kondisi postmodern. Di era liquid modernity, Bauman menyatakan bahwa modernitas berubah secara cair dan penuh ketidakpastian.

4. Jacques Derrida

Di antara banyak filsuf Prancis yang berpengaruh, nama Jacques Derrida tidak bisa diabaikan. Derrida merupakan filsuf yang percaya pada konsep dekonstruksi dan mendobrak cara berpikir logosentris.

Dia menilai logosentrisme mengakar pada filsafat Barat. Cara berpikir ini bersifat hierarkis dengan menganggap beberapa narasi sebagai pusat, sedangkan lainnya dianggap pinggiran.

Derrida percaya bahwa dekonstruksi dapat menggugat cara berpikir logosentrisme. Menurut Derrida, dekonstruksi dapat menjadi kritik untuk melawan irasionalitas. Dekonstruksi akan membawa kembali keberagaman pemikiran dari kelompok marginal yang tertindas modernitas.

Baca juga artikel terkait ILMU SOSIAL atau tulisan lainnya dari Tara Resya Ayu

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Tara Resya Ayu
Penulis: Tara Resya Ayu
Editor: Addi M Idhom