Menuju konten utama

Pengertian Desa Siaga Beserta Ciri-ciri, Tujuan, & Indikatornya

Berikut ini pengertian Desa Siaga beserta penjelasan ciri-ciri, tujuan pembentukan, dan indikatornya.

Pengertian Desa Siaga Beserta Ciri-ciri, Tujuan, & Indikatornya
(Ilustrasi) Warga berusia lanjut memeriksa kondisi kesehatan di pos pelayanan terpadu (posyandu) manula, Desa Ilie, Banda Aceh, Aceh, Jumat (17/5/2019). ANTARA FOTO/Irwansyah Putra/nz.

tirto.id - Desa Siaga adalah desa dengan penduduk punya kesadaran dan siap secara sumber daya maupun kemampuan untuk mencegah sekaligus menangani masalah-masalah kesehatan, bencana, hingga situasi kedaruratan secara mandiri. Istilah ini dapat merujuk kepada desa atau kelurahan, hingga berbagai bentuk kesatuan wilayah sejenis, seperti nagari dan kampung adat.

Desa Siaga menjadi konsep yang diterapkan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan RI untuk memberdayakan masyarakat desa agar sadar serta mampu mencegah hingga mengatasi pelbagai masalah kesehatan dan lingkungan. Masalah itu bisa berupa penyakit menular, gizi buruk, dampak bencana, kecelakaan, dan lain sebagainya.

Berdasarkan penjelasan dari Kementerian Kesehatan RI di situs web Promkes Kemkes, penerapan konsep Desa Siaga menjadi bagian dari respons pemerintah guna menekan tingginya angka kasus masalah kesehatan di Indonesia.

Contoh masalah-masalah itu ialah kematian ibu dan bayi, gizi kurang maupun gizi buruk, dampak bencana alam, masih adanya penyakit endemik lama yang terus merebak seperti diare dan demam berdarah, hingga kemunculan penyakit endemis baru semacam HIV/AIDS, SARS, Flu Burung, serta lain sebagainya.

Strategi berbasis konsep Desa Siaga mengusung ide perubahan orientasi pelayanan kesehatan di Indonesia, dari semula cenderung top down menjadi bottom up atau lebih partisipatif. Karena itu, arah dari penerapannya adalah pemberdayaan masyarakat di level desa.

Rumusan tentang konsep Desa Siaga tertuang di Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 564/MENKES/SK/VI II/2006. Keputusan Menkes RI ini menerangkan pedoman mewujudkan pengembangan Desa Siaga.

Secara koseptual, program Desa Siaga diterapkan dengan membangun sistem di suatu desa yang mendorong masyarakat secara mandiri mampu memelihara kesehatannya. Pembentukan sistem itu melibatkan bidang, kader desa, serta pengurus dari kalangan masyarakat yang terlibat di pelbagai program kesehatan, macam posyandu dan imunisasi anak.

Tujuan Desa Siaga

Desa Siaga dibentuk untuk mewujudkan sejumlah tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum Desa Siaga adalah untuk mewujudkan masyarakat desa yang sehat, peduli, dan tanggap terhadap masalah kesehatan di wilayahnya.

Adapun tujuan khusus Desa Siaga ada tiga, yakni:

1. Peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya kesehatan.

2. Peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap risiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan (bencana, wabah, kegawadaruratan, dan sejenisnya).

3. Peningkatan kesehatan lingkungan di desa yang ditandai dengan membaiknya kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk mandiri di bidang kesehatan.

Ciri-ciri Desa Siaga

Kementerian Kesehatan telah merumuskan ciri-ciri atau karakteristik sebuah Desa Siaga. Mengutip dari laman Promkes Kemkes, berikut ciri-ciri Desa Siaga:

1. Memiliki minimal pos kesehatan desa yang bisa memberi pelayanan dasar. Pos kesehatan desa itu setidaknya punya 1 tenaga kesehatan dan sarana fisik bangunan, perlengkapan komunikasi ke masyarakat dan puskesmas;

2. Memiliki sistem penanganan kegawatdaruratan berbasis masyarakat;

3. Memiliki sistem pembiayaan kesehatan secara mandiri;

4. Memiliki penduduk yang menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.

Indikator Desa Siaga

Kementerian Kesehatan RI juga telah menentukan beberapa indikator Desa Siaga yang terdiri dari 4 kelompok. Keempatnya ialah indikator input, proses, output, dan outcome. Detail dari indikator-indikator itu, seperti dilansir laman Promkes Kemkes, terperinci di bawah ini:

1. Indikator Input

  • Jumlah kader desa siaga;
  • Jumlah tenaga kesehatan di poskesdes;
  • Tersedia sarana (obat dan alat) sederhana;
  • Tersedia tempat pelayanan seperti posyandu;
  • Tersedia dana operasional desa siaga;
  • Tersedia data/catatan jumlah KK dan keluarganya;
  • Tersedia pemetaan keluarga sesuai masalah kesehatan yang dialami;
  • Tersedia data kesehatan (jumlah bayi yang diimunisasi, jumlah penderita gizi kurang, jumlah penderita TB, dan lain sebegainya).

2. Indikator proses

  • Ada atau tidaknya forum rutin masyarakat desa (bulanan, 2 bulanan, dan lainnya);
  • Berfungsi atau tidaknya kader desa siaga;
  • Berfungsi atau tidaknya poskesdes;
  • Berfungsi atau tidaknya UKBM/posyandu yang ada;
  • Berfungsi atau tidaknya sistem penanggulangan masalah kesehatan berbasis masyarakat;
  • Ada atau tidaknya kegiatan kunjungan rumah untuk kadarzi, PHBS, dan lainnya;
  • Ada atau tidaknya kegiatan rujukan penderita ke poskesdes dari masyarakat.

3. Indikator Output

  • Jumlah persalinan dalam keluarga yang dilayani;
  • Jumlah kunjungan neonatus (pemeriksaan bayi baru lahir);
  • Jumlah BBLR (bayi berat badan kurang) yang dirujuk;
  • Jumlah bayi dan anak balita BB tidak naik ditangani;
  • Jumlah balita gakin umur 6-24 bulan yang mendapat MPASI;
  • Jumlah balita yang mendapat imunisasi;
  • Jumlah pelayanan gawat darurat dan KLB dalam tempo 24 jam;
  • Jumlah keluarga yang punya jamban;
  • Jumlah keluarga yang dibina sadar gizi;
  • Jumlah keluarga menggunakan garam beryodium;
  • Adanya data kesehatan lingkungan;
  • Jumlah kasus sakit dan kematian akibat penyakit menular tertentu yang jadi masalah;
  • Adanya peningkatan kualitas UKBM yang dibina.

4. Indikator outcome

  • Meningkatnya jumlah penduduk yang sembuh/membaik dari sakit;
  • Bertambahnya jumlah penduduk yang melaksanakan PHBS;
  • Berkurangnya jumlah kematian ibu melahirkan;
  • Berkurangnya jumlah balita dengan gizi buruk.

Baca juga artikel terkait DESA atau tulisan lainnya dari Nurul Azizah

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Nurul Azizah
Penulis: Nurul Azizah
Editor: Addi M Idhom