Menuju konten utama

Pengamat Militer Sebut Gatot Sedang "Bela" TNI AD di Kasus Soenarko

Aris Santoso menilai, pernyataan Gatot sebagai upaya untuk membela kesatuan TNI AD.

Pengamat Militer Sebut Gatot Sedang
Mantan Panglima TNI, Gatot Nurmantyo. tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Mantan Panglima TNI Jenderal (purn) Gatot Nurmantyo, dalam acara di TVOne, sempat menyatakan bahwa penggunaan diksi “makar” kepada purnawirawan TNI yang sedang terjerat kasus “sangat menyakitkan”. Hal itu disampaikan Gatot saat merespons konferensi pers Polri berjudul “Mencari Dalang Kerusuhan 21-22 Mei”, Selasa (11/6/2019).

Pengamat militer Aris Santoso menilai, pernyataan Gatot sebagai upaya untuk membela kesatuan TNI AD. Menurut Aris, Gatot sedang membuat publik tidak perlu terlalu percaya tentang opini tersebut, meski dia mengakui hasil penyidikan kepolisian.

"Pak Gatot ini kan dia percaya bahwa ini memang hasil kepolisian seperti itu. Tapi tidak secara tegas mengakui bahwa polisi itu benar, jadi dia sebenarnya masih meragukan hasil kepolisian cuma dia enggak mau mengaku terus terang aja," kata Aris kepada reporter Tirto, Rabu (12/6).

Aris menduga, Gatot tengah berupaya mengikuti langkah Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dalam membela Angkatan Darat. Ryamizard memang sempat tidak percaya bahwa mantan Danjen Kopassus, Mayjen (purn) Soenarko dan Mayjen (purn) Kivlan Zen menyelundupkan senjata, seperti yang dituduhkan polisi. Meski belakangan ia mendukung untuk memproses hukum.

Namun, kata Aris, Gatot tidak secara spesifik memberikan kritik maupun dukungan kepada polisi dalam menangani kasus tersebut. Sebab, apabila purnawirawan TNI memberikan dukungan, maka bisa menjadi angin segar kepada polisi untuk bertindak.

Hanya saja, kata Aris, Gatot terkesan seperti membela karena pernah menjadi petinggi TNI AD sama seperti Ryamizard.

"Ingat mereka dua-duanya KSAD. Mantan KSAD artinya mereka punya legitimasi untuk melindungi korpsnya itu sudah pasang badan. Udah enggak mungkin terungkap ini. Ini hanya akan menjadi misteri jadi kalah pertanyaannya siapa dalangnya itu cuma berhenti jadi pertanyaan," kata Aris.

Terkait dengan pernyataan Gatot yang mengatakan “tuduhan makar menyakitkan” bagi purnawirawan, Aris menilai, Gatot sedang membela senior-seniornya yang tersandung proses hukum. Menurut dia, hal itu terlihat saat Gatot lebih spesifik berbicara tentang Soenarko, padahal sebelumnya, ia membahas konsep Sandhi Yudha.

"Komentar yang berpanjang-panjang Gatot itu akhirnya mentah sendiri ketika dia memberikan pembelaan kepada Soenarko. Jadi segala penjelasan yang di depan-depan itu jadi dia ngomong Sandi Yudha kemampuan bergerak di belakang garis lawan itu cuma bunga-bunga aja," kata Aris.

Aris pun menerangkan, ujaran Gatot kalau Panglima TNI dan Presiden saja yang tahu operasi pun tidak sepenuhnya akurat. Sepengetahuan Aris, tidak semua operasi perlu diketahui presiden. Umumnya, operasi yang diketahui presiden adalah operasi internasional. Dalam kasus 21-22 Mei, Presiden tentu tahu, tetapi tidak sampai melibatkan tim Sandhi Yudha secara khusus.

Aris mengingatkan, dirinya sudah menyinggung kalau aksi penembakan hanya sebuah skenario. Aris menduga skenario penembakan pun memang sengaja digagalkan. Selain itu, kata Aris, Gatot pun tidak mampu menjelaskan dalang yang dimaksud meski sudah menjelaskan panjang lebar karena operasi penembakan sudah direncanakan untuk digagalkan.

"Gatot enggak menjelaskan apa-apa soal pertanyaan besar itu, enggak menjelaskan apa apa artinya bahwa sampai kapan pun ini akan menjadi misteri karena apa ini operasi yang kalau bahasa gue itu ini kayak peristiwa 65 jadi operasi yang sengaja dibikin gagal," kata Aris.

Dalam wawancara dengan TvOne, Gatot Nurmantyo menyatakan dia agak tidak setuju dengan judul konferensi pers Polri “Mencari Dalang Kerusuhan 21-22 Mei”, karena terkesan menggiring opini publik.

Selain itu, Gatot juga menyoroti pernyataan Kadiv Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal. Saat konferensi pers, Iqbal sempat menegaskan bahwa sejak awal polisi tidak memakai peluru tajam dalam mengamankan aksi.

Sementara di sisi lain, ada kasus pengiriman senjata dari Aceh yang melibatkan mantan Danjen Kopassus Mayjen TNI (purn) Soenarko. Dalam hal ini, menurut Gatot, Soenarko terkesan menjadi dalang kerusuhan atau penembakan, padahal belum tentu demikian.

"Seolah-olah masuknya satu senjata ini mewakili semua senjata yang menembak para rakyat," kata Gatot.

Namun, Gatot menghargai kinerja Polri yang memaparkan fakta hukum. Hanya saja, dia tidak percaya Soenarko sengaja mengirim senjata untuk aksi 22 Mei 2019.

Gatot bahkan sempat menyinggung agar saksi ahli dalam persidangan nanti adalah orang yang benar "laki-laki." "Opini ini kan dibentuk. Ini yang harus diluruskan," ucap Gatot lagi.

Baca juga artikel terkait AKSI 22 MEI atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Alexander Haryanto