Menuju konten utama

Penertiban Truk Kelebihan Muatan Dinilai Pengaruhi Biaya Distribusi

Penertiban ODOL dinilai akan menaikkan biaya distribusi dan harga produk ke konsumen.

Penertiban Truk Kelebihan Muatan Dinilai Pengaruhi Biaya Distribusi
Sejumlah truk melintasi jalur pantura Lohbener, Indramayu, Jawa Barat, Selasa (5/6/2018). ANTARA FOTO/Dedhez Anggara

tirto.id - Penertiban truk kelebihan muatan dan dimensi (over dimensions, over loading/ODOL) oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dinilai Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) akan menaikkan biaya distribusi logistik 30 persen.

Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Adhi S. Lukman mengatakan bahwa pihaknya belum siap untuk menghadapi kebijakan pemerintah soal ODOL.

"Ini sangat berat sekali," ujar Adhi di Kompleks Gelora Bung Karno Jakarta pada Minggu (5/8/2018).

Dia mengakui, selama ini truk pengangkut dari industri makanan/minuman seringkali mengoptimalkan muatan dengan cara mengangkut 30 persen lebih banyak dari kapasitas.

"Kami terbiasa melebihi muatan sekitar 30 persen dari kapasitasnya. Kalau ini dibatasi, ujung-ujungnya akan terjadi kenaikan biaya logistik. Perkiraan saya sekitar 30 persen ke biaya distribusi," ujar Adhi.

Kenaikkan biaya distribusi logistik 30 persen, menurut Adhi, secara otomatis akan mendorong kenaikkan harga jual produk makanan/minuman ke konsumen (end user).

"Kalau distribusi bahan [baku] itu pasti langsung naik harganya [jual]. [Biaya distribusi] produk olahan mungkin pengusaha masih bisa nahan [produk], tidak naikan harga dan perusahaan menanggung beban itu. Tapi, kalau dampaknya ke bahan makanan langsung," ujarnya.

Pada akhirnya nanti, kata Adhi, dapat mendorong inflasi. "Ini akan berdampak luas sekali, terutama terhadap inflasi, karena pangan olahan dan bahan makanan ini menduduki kontribusi terbesar dalam pembentukan inflasi," ujarnya.

Kemudian, ia mengatakan nilai tukar (kurs) rupiah yang masih terdepresiasi dalam di level Rp14.498 terhadap dolar AS (data Bloomberg pada 3/8/2018), semakin berat bagi industri makanan/minuman. Ia memperkirakan kenaikkan harga jual produk makanan/minuman dari adanya pelemahan nilai tukar, biaya distribusi logistik, biaya impor bahan baku, ada 3-5 persen.

"Bisa [mengembalikan] margin, tetapi kan kami khawatir penjualan turun. Itu yang menjadi pertimbangan," ujarnya.

Sejak usai masa Lebaran saja, kata Adhi, penjualan makanan/minuman mulai menyusut. Ia mengakui itu sudah menjadi siklus tahunan, namun tetap dikhawatirkan berlanjut dengan adanya ketidakpastian ekonomi global maupun kebijakan-kebijakan penyesuaian dari pemerintah dalam negeri.

"Kami harapkan ke depan penjualan meningkat khususnya karena Asian Games, IMF WB Forum. Diharapkan naik, tapi jangan sampai terganggu gara-gara ini [penerapan ODOL]," ujarnya.

Penertiban ODOL digalakkan pemerintah untuk penghematan biaya perbaikan jalan yang seringkali rusak akibat truk yang melebihi kapasitas muatan dan dimensi. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menganggarkan perbaikan jalan sebanyak Rp43 triliun.

Lebih lanjut, ia mengatakan mengenai harga jual produk makanan/minuman dapat naik kembali, sesuai perhitungan dari masing-masing perusahaan.

"Kalau melihat kondisi sudah tidak memungkinkan untuk menahan margin, ya mau tidak mau, dari pada rugi, ya harus naik. Tapi, itu jalan terakhir," ujarnya.

Baca juga artikel terkait MUATAN BARANG atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Dipna Videlia Putsanra