Menuju konten utama

Penerbitan Green Bonds PGEO Dinilai Tak Logis, Kenapa?

Green bonds oleh PT Pertamina Geothermal Energy Tbk untuk refinancing dinilai tidak logis dalam tata kelola keuangan berbasis Good Corporate Governance.

Penerbitan Green Bonds PGEO Dinilai Tak Logis, Kenapa?
Pekerja memperbaiki sumur KRH 4-1 saat proses pemeliharaan Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) di Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Karaha, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Selasa (25/2/2020). ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/aww.

tirto.id - Penerbitan surat utang berwawasan hijau alias green bonds yang dilakukan oleh PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) untuk refinancing dinilai tidak logis dalam tata kelola keuangan berbasis Good Corporate Governance (GCG).

Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad mengatakan, sejatinya refinancing hanya sebuah aktivitas menunda kewajiban membayar utang pada saat jatuh tempo dengan melakukan utang kembali karena debitur tidak mampu membayar kewajibannya dengan aset yang dimiliki.

“Jika alokasi untuk capex lebih kecil atau tidak ada sama sekali dalam penerbitan surat utang itu, artinya klaim meleverage laba itu tidak tepat. Perseroan hanya mau men-delay kewajibannya saja karena mungkin tidak mampu membayar utang dari kas internal,” ujarnya di Jakarta, Jumat (5/5/2023).

Menurut Tauhid, salah satu faktor kuat pendorong pengambilan opsi refinancing karena PGEO tidak mampu mengoptimalkan modal pinjaman sebelumnya dalam menjalankan aktivitas operasional.

“Harusnya modal pinjaman sebelumnya bisa menghasilkan, sehingga utang-utangnya dapat terbayar," imbuhnya.

Tauhid menilai, meningkatnya rasio utang terhadap ekuitas (DER) perseroan dalam penerbitan obligasi ini berisiko menimbulkan permasalahan di kemudian hari. Apalagi jika cucu usaha Pertamina ini tidak mampu menjaga proyeksi pendapatannya.

“Ada risiko yang harus ditanggung kalau ternyata perkiraan dari revenue mereka meleset sedikit saja. Kalau project revenue, EBITDA dan lain-lain tidak kuat, lalu DER makin tinggi, maka kondisi keuangan mereka akan semakin buruk nantinya," katanya.

Terakhir, Tauhid berharap agar PGEO dapat memastikan performa keuangan hingga operasionalnya secara optimal agar dapat meyakinan para shareholder. “Kalau kondisi perusahaannya berat ‘kan siapa yang mau beli saham atau surat utangnya, jangan-jangan ngga laku,” tutup dia.

PGEO berencana menerbitkan green bond di luar wilayah Indonesia sebesar 400 juta dolar AS atau sekitar Rp6 triliun dengan kupon 5,15 persen per tahun yang jatuh tempo pada 2028.

Corporate Secretary PT Pertamina Geothermal Energy, Muhammad Baron mengklaim, penggunaan dana untuk pembayaran utang juga sudah sesuai dengan Eligibility Criteria yang telah ditetapkan dalam Green Financing Framework PGE.

"Sehingga tidak akan berisiko bagi keberlangsungan Perseroan," katanya kepada Tirto.

Di sisi lain dari tingkat kupon yang diberikan atas obligasi yang diterbitkan Perseroan masih berada dalam batas wajar. Hal ini karena berada di dalam kisaran kupon surat utang pembanding dengan rating serupa dan jatuh tempo berkisar pada tahun 2027-2029.

Baron mengatakan jika dibandingkan pinjaman bank yang memiliki rate dan risiko lebih tinggi, green bond yang pada dasarnya merupakan bentuk fundraising berwawasan lingkungan.

"Ini lebih menguntungkan karena dapat memberikan premium/discount dari investor fixed income yang memiliki kepedulian terhadap pengembangan bisnis berwawasan lingkungan, misalnya panas bumi," tandasnya.

Baca juga artikel terkait GREEN BOND atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Bisnis
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang