Menuju konten utama

Peneliti LIPI: Kasus Slamet Maarif Tak Bisa Disebut Kriminalisasi

Slamet Maarif ditetapkan sebagai tersangka karena diduga berkampanye di luar jadwal KPU.

Peneliti LIPI: Kasus Slamet Maarif Tak Bisa Disebut Kriminalisasi
Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212 Slamet Ma'arif, (dua dari kanan) saat akan menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan pelanggaran Pemilu di Mapolresta Surakarta. FOTO/Antaranews

tirto.id - Peneliti Politik LIPI Wasisto Raharjo Jati menegaskan, penetapan tersangka Ketua Persaudaraan Alumni 212 Slamet Maarif tidak bisa diartikan sebagai sikap anti-Islam kepemimpinan Jokowi atau pun kriminalisasi ulama. Sebab, menurut Wasisto, kasus ini merupakan murni dugaan pelanggaran hukum.

"Kasus Slamet Maarif kan jelas dalil kasus dan pasal pelanggarannya. Kalau misal ada sentimen seperti itu, sama aja berperilaku kekanak-kanakan karena selalu menggunakan agama untuk mengalihkan pertanggungjawaban hukum," kata Wasisto kepada Tirto, Senin (11/2/2019).

Hari ini, Slamet Maarif ditetapkan sebagai tersangka dugaan pelanggaran pemilu saat kegiatan Tablig Akbar Persaudaraan Alumni (PA) 212 di Solo Raya. Dalam acara itu, Ma'arif sempat menyebutkan soal ‘2019 Ganti Presiden'. Sehingga, ia diduga berkampanye di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU.

Penetapan tersangka itu kemudian dinilai Ketua Media Center PA 212 Novel Bakmumin sebagai bukti bahwa pemerintahan Jokowi anti-Islam dan menambah daftar panjang kriminalisasi ulama.

Menurut Novel, Slamet hanya menjalankan kewajibannnya sebagai mubalig saat diundang dalam acara tersebut. Selain itu, Slamet juga bukan tim sukses atau juru kampanye Prabowo-Sandi, orang partai atau PNS.

Wasisto mengatakan, setidaknya ada dua potensi efek elektoral yang terjadi bila kader FPI itu dijebloskan ke penjara sebelum Pilpres 2019. Pertama, suara Jokowi akan naik karena 212 tersebut sebagai gerakan politik. Kedua, suara Jokowi justru turun karena dinilai tidak memberi peluang kebebasan berbicara sesuai amanat UUD.

Namun, menurut Wasisto, justru Jokowi yang lebih untung daripada Prabowo atas kasus ini. "Untuk saat ini lebih ke [nomor] 1 karena ini didasari tidak ada tanggapan konstruktif BPN yang cenderung diam," kata Wasisto.

Dalam kasus ini, Ma’arif diduga telah melanggar Pasal 280 ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, g, h, i, j tentang kampanye di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Baca juga artikel terkait PA 212 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Alexander Haryanto