Menuju konten utama

Pencucian Uang & Ceramah Provokatif: Alasan India Buru Zakir Naik

Islamic Research Foundation digugat mengolah duit & properti dari sumber mencurigakan senilai lebih dari Rp400 milyar.

Pencucian Uang & Ceramah Provokatif: Alasan India Buru Zakir Naik
Ulama asal India, Ustaz Zakir Naik memberikan paparan saat berkunjung ke gedung MUI, Jakarta, Jumat (31/3). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga.

tirto.id - Seolah tak bisa lepas dari kontroversi, pendakwah Islam Zakir Abdul Karim Naik kembali dijerat tuduhan serius oleh pemerintah India. The Hindu baru-baru ini melaporkan bahwa Direktorat Penegakan (ED) India mengajukan gugatan terhadap Zakir atas kasus pencucian uang.

Gugatan diajukan ke pengadilan khusus Mumbai melalui UU Pencegahan Pencucian Uang pada Kamis (2/5/2019). Langkah tersebut adalah yang kedua kali diajukan oleh ED dan yang pertama kalinya menyasar Zakir Naik beserta orang-orang di sekelilingnya.

Nilainya tidak main-main: lebih dari Rp400 miliar—baik dalam bentuk uang maupun properti. Uangnya ditaruh di 10 rekening bank. Sementara properti yang dimaksud meliputi investasi reksa dana, gedung Islamic International School di Chennai, 10 apartemen, tiga gudang, dua bangunan tambahan, dan lahan di Pune dan Mumbai.

ED mengatakan seluruhnya direncanakan, diorganisir, didanai dan dipromosikan oleh Islamic Research Foundation (IRF) sepanjang tahun 2007 hingga 2011. IRF adalah lembaga kepunyaan Zakir yang berkantor pusat di Mumbai, India.

Di Mumbai juga berdiri Harmony Media. Tugas utama Harmony Media adalah merekam ceramah Zakir lalu mengirim versi yang sudah disunting ke Global Broadcasting Corporation di Dubai dan Islamic Research Foundation International (IRFI) di Amerika Serikat.

Kedua lembaga kemudian menyiarkannya ke seluruh dunia melalui penjualan DVD dan Peace TV—stasiun televisi kepunyaan Zakir.

Menurut ED, IRFI menerima uang dalam jumlah fantastis antara tahun 2003 hingga 2017 yang “sebagian besar berasal dari berbagai sumber yang meragukan, mencurigakan, atau tidak diketahui.”

Sebagian besar dana itu dipakai untuk menyelenggarakan konferensi PEACE. Porsi uang dalam total yang tak kalah banyak juga ditransfer dari akun Zakir di Uni Emirat Arab ke akun pribadinya di India di sepanjang tahun 2012 sampai tahun 2016.

Pemerintah India telah sejak lama “memburu” Zakir, dan gugatan pencucian uang ini bukan kasus yang baru muncul kemarin. Proses investigasinya sudah berjalan sejak dua tahun lalu.

Times of India melaporkan pada pertengahan Maret 2017 ED menginterogasi adik perempuan Zakir, Nailah Noorani, soal ada tidaknya koneksi dengan kasus pencucian uang.

Zakir mengelak dari segala tuduhan. Jawaban yang sama juga ia sebutkan saat pemerintah India menuduhnya sebagai provokator kebencian antar-umat beragama.

Menolak Terorisme Tapi Mematangkan Infrastrukturnya

Provokasi kebencian disampaikan dalam ceramah-ceramah Zakir Naik, baik di dalam dan luar negeri, sejak dekade 1990-an. Pemerintah India menilai kontennya berkontribusi terhadap gesekan antar kelompok beragama di India sampai menginspirasi para teroris untuk melancarkan aksinya.

Jika tindak pencucian uang dibebankan pada ED, problem ekstremisme dalam khotbah Zakir ditangani oleh Badan Penyelidikan Nasional India (NIA). NIA tidak mendasarkan tuduhannya pada asumsi belaka. Para pengamat terorisme juga sudah sering memaparkan ancaman-ancaman di balik gaya ceramah Zakir.

Contohnya Praveen Swami, seorang jurnalis dan penulis buku yang BBC sebut sebagai salah satu pakar terorisme Islamis paling terkemuka di India.

Praveen pernah menulis “The Well-Tempered Jihad: the Politics and Practice of Post-2002 Islamist Terrorism in India” di Jurnal Contemporary South Asia (Volume 16, September 2008).

Di dalamnya ia menilai Zakir sebagai bagian dari infrastruktur ideologis yang mendukung tujuan politik ekstrimis Islam. Meski Zakir sendiri menolak terorisme, Praveen tetap melihat ada kemiripan ajaran antara organisasi Zakir dengan organisasi Islam garis keras yang terbiasa menganjurkan kekerasan.

Pada awal Agustus 2016 Times of India melaporkan data NIA yang menyebutkan bahwa retorika Zakir jadi salah satu inspirasi jihad 50 pelaku dan tertuduh teroris.

Kesimpulan ini adalah hasil dari pemeriksaan lebih dari 80 orang yang ditangkap akibat terlibat dalam kasus terorisme di seluruh India. Beberapa di antaranya ada yang berstatus anggota Students Islamic Movement of India (SIMI), Indian Mujahideen, dan Lashkar-e-Toiba. Mereka aktif sepanjang pertengahan dekade 2000-an.

Sejak saat itu nama Zakir Naik makin dipandang kontroversial dalam perbincangan publik. ABC News melaporkan Zakir disebut-sebut turut menginspirasi setidaknya satu orang pelaku penembakan massal dan pengeboman kafe di Dhaka pada awal Juli 2016—tragedi yang menewaskan 22 warga sipil, 2 orang polisi, dan melukai 50-an lainnya.

Pemerintah Bangladesh saat itu segera mengambil keputusan tegas. Salah satunya dengan melarang penyiaran Peace TV di negaranya. Otoritas India memberlakukan kebijakan yang sama. New York Times memberitakan pemerintah India juga membekukan seluruh aktivitas IRF hingga lima tahun ke depan.

Memasuki tahun 2017 NIA mengencangkan proses penyelidikan terhadap Zakir Naik. Pada 14 Maret 2017 NIA memanggil pria kelahiran Mumbai pada 18 Oktober 1965 itu karena diduga melanggar Pasal 153a & 153b Indian Kanoon.

Pasal tersebut serupa dengan Pasal 156 dan 156a KUHP Indonesia tentang ketertiban umum dan penodaan agama. Ceramah dan aktivitas Zakir dianggap telah “menyebarkan permusuhan atas dasar agama” dan “mengganggu harmoni sosial dan keagamaan”.

Sayangnya, Zakir mangkir. Indian Express melaporkan NIA kembali memanggil Zakir untuk hadir pada tanggal 30 Maret 2017. Lagi-lagi ia tidak memenuhinya. Undangan ketiga sudah berstatus surat perintah tak terbantahkan (Red Notice), yakni agar Zakir datang ke kantor NIA pada 21 April 2017. Zakir tetap tidak mau datang.

Pemerintah India akhirnya mencabut paspor Zakir. Karena saat pencabutan ia tidak sedang berada di India, status Zakir otomatis menjadi buron. Pencabutan paspor dilakukan untuk membatasi pergerakan Zakir yang sempat bepergian ke Arab Saudi, Malaysia, dan negara-negara lain sejak 13 Mei 2016.

INFOGRAFIK Zakar Turun

undefined

Pada 11 Desember 2017 Interpol dimintai bantuan otoritas India untuk memberikan status red corner notice (RNC) kepada Zakir Naik. Jika RNC berhasil terbit, Interpol bisa bergerak lintas-negara untuk mencari lokasi serta menangkap target yang dikenai RNC.

Seminggu kemudian Interpol menyatakan menolak. India Today memberitakan alasannya karena komisi Interpol menilai data yang diberikan pemerintah India kurang kuat.

Di Balik Tragedi Paskah di Sri Lanka

Setahun berselang, belum ada tanda-tanda Zakir takluk oleh perburuan pemerintah India. Ia masih hidup dengan tenang di tanah pengasingan.

Sementara itu aksi terorisme atas nama jihad masih bermunculan. Salah satunya adalah serangan bom bunuh diri pada Minggu (21/4/2019), bertepatan dengan perayaan Hari Paskah, yang menyasar tiga gereja dan tiga hotel Sri Lanka.

Serangan itu mengakibatkan 138 orang meninggal dunia dan ratusan lainnya dirawat di rumah sakit karena luka-luka. Tragedi tercatat sebagai aksi kekerasan terbesar di negara Asia Selatan itu sejak berakhirnya perang saudara pada satu dekade sebelumnya.

France24 melaporkan sehari setelah kejadian otoritas Sri Lanka mengumumkan bahwa pelakunya adalah kelompok militan lokal bernama National Thowheeth Jama’ath (NTJ).

NTJ dikenal sering menjalankan program indoktrinasi ideologi ekstrimis, mendorong gesekan dengan kelompok biksu Buddhas, dan diduga terlibat dalam kerusuhan anti-muslim di Sri Lanka pada tahun 2018.

Salah satu anggotanya sekaligus otak pemboman Hari Paskah adalah Moulavi Zahran Hashim. Ia memiliki laman Facebook pro-ISIS bernama Al-Ghuraba dan menyebarkan pemikiran-pemikiran radikalnya melalui kanal YouTube.

Telegraph mencatat Moulavi rupanya memuji Zakir Naik dan ceramahnya sebab mampu menebarkan hasutan pada umat muslim tanpa mendapat pelarangan.

Kaitan-kaitan itu membuat dua penyedia layanan TV kabel besar di Sri Lanka, Dialogue dan SLT, menghapus Peace TV dari daftar salurannya. Pemerintah Sri Lanka hingga saat ini belum melakukan pelarangan serupa secara resmi.

Baca juga artikel terkait UJARAN KEBENCIAN atau tulisan lainnya dari Akhmad Muawal Hasan

tirto.id - Hukum
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Windu Jusuf