Menuju konten utama

Penantian Panjang Kereta Bandara Soekarno-Hatta

Sempat direncanakan akan beroperasi awal 2014, layanan kereta Bandara Soekarno-Hatta tak kunjung hadir. Berselang empat tahun lamanya janji itu pun bakal tiba pada awal 2018.

Penantian Panjang Kereta Bandara Soekarno-Hatta
Rangkaian KRL Commuter Line melintas di proyek pembangunan stasiun kereta Bandara Soekarno-Hatta di Stasiun Sudirman Baru, Jakarta, Jumat (19/5). ANTARA FOTO/Reno Esnir

tirto.id - Jalan Tol Sedyatmo menuju dan dari Bandara Soekarno-Hatta terpaksa ditutup mulai Jumat pukul 14.00, 1 Februari 2008. Kejadian hampir 10 tahun lalu ini menjadi tamparan bagi pemerintah, akses utama bandara internasional terbesar di Indonesia itu lumpuh total karena banjir. Kejadian itu bukan kali pertama, pada 2002 masalah yang sama pernah terjadi.

Semenjak kejadian itu, keinginan membangun akses alternatif dari dan menuju Soekarno-Hatta makin kuat bergulir. Pilihannya jatuh pada kereta api, dengan pertimbangan sebagai layanan yang andal di saat akses jalan tol juga sering didera kemacetan. Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sempat menargetkan pembangunan jalur kereta commuter line menuju Bandara Soekarno-Hatta ini beroperasi awal 2014.

"Kami berkoordinasi menjaga supaya awal 2014 target tercapai dengan beroperasinya kereta api ke Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng," kata Bambang Susantono, yang kala itu menjabat Wakil Menteri Perhubungan seperti dikutip dari Antara.

Setelahnya, kehadiran kereta bandara tak pernah terealisasi meski ditargetkan terealisasi pada tahun-tahun setelahnya. Persoalan pembebasan lahan hingga pendanaan menjadi persoalan krusial proyek ini. Namun, setelah empat tahun proyek terus molor, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia Edi Sukmoro sempat sesumbar menargetkan layanan kereta mulai beroperasi akhir November 2017.

"Awal Oktober akan kita uji coba, kita lihat lagi tanggal 10 (Oktober), akhir November beroperasi," kata Budi Karya seperti dikutip Antara.

Namun, lagi-lagi target itu kembali meleset. Kereta bandara yang ditunggu-tunggu dipastikan "terlambat datang". PT KAI memperkirakan layanan kereta bisa beroperasi pada tahun depan.

“Rencana 25 November akan dilakukan uji coba. Beroperasi awal 2018,” kata Humas PT KAI, Agus Komarudin kepada Tirto.

Target yang kembali molor memang cukup beralasan, karena progres proyek yang digarap PT KAI dan Angkasa Pura II (AP II) ini hingga awal September 2017 baru mencapai 82 persen. Kedua perusahaan tersebut membentuk perusahaan yang diberi nama PT Railink sebagai pengelola kereta bandara. PT Railink juga mengelola kereta Bandara Kuala Namu di Sumatera Utara yang lebih dulu beroperasi 25 Juli 2013.

Kereta bandara yang akan beroperasi di Soekarno-Hatta dirakit oleh PT INKA dengan mesin produksi Bombardier. Rencananya dalam satu rangkaian kereta terdiri dari enam gerbong kereta yang masing-masing mampu mengangkut 272 penumpang. Rencananya akan ada 81 kali perjalanan kereta dalam sehari.

Jelang beroperasinya kereta bandara, persoalan tarif kereta Bandara Soekarno Hatta yang dianggap terlalu mahal mencuat. Tarif Kereta Bandara Soekarno-Hatta diperkirakan akan lebih mahal daripada Kuala Namu, padahal jaraknya tak jauh berbeda.

Infografik Kereta Bandara

Tarif Kereta yang Dianggap Mahal

“Lebih pilih naik Bus Damri, murah cuma Rp40 ribu. Biasanya 45 menit sampai, paling kalau macet 1 jam," kata Neni Harahap (30), seorang karyawati swasta menanggapi soal tarif Kereta Bandara Soekarno-Hatta.

Bagi Neni yang tinggal di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, tarif Rp100.000 untuk kereta bandara relatif mahal ketimbang layanan Damri di Stasiun Gambir. Apa yang dikatakan Neni bisa jadi benar, karena konsumen tentu akan mencari moda transportasi yang paling memungkinkan terjangkau bagi kantong. Namun, PT Railink selaku operator sudah menetapkan kisaran tarif berada di angka Rp100.000-Rp150.000 sekali perjalanan.

Waktu tempuh yang ditawarkan Kereta Bandara dianggapnya tidak terlalu berbeda dengan moda transportasi lainnya. Kereta Bandara akan melalui lima stasiun yaitu Stasiun Manggarai, Stasiun Sudirman Baru, Stasiun Duri, Stasiun Batu Ceper, dan Stasiun Bandara Soekarno-Hatta. Jarak tempuh dari rute tersebut sepanjang 36,4 kilometer (Km) dengan waktu tempuh sekitar 55 menit.

Namun, persoalan waktu tempuh ini menjadi begitu relatif ketika mempertimbangkan kondisi di Jakarta yang selalu macet setiap hari. Bagi yang mempertimbangkan kepastian waktu perjalanan, tentu layanan kereta memang bisa jadi pilihan untuk menuju dan dari bandara.

Direktur Utama PT Railink Heru Kuswanto menjelaskan alasan tingginya kisaran tarif kereta bandara karena masih bersifat hitungan internal perusahaan. Namun, angka-angka yang diproyeksikan sudah berdasarkan studi kelayakan yang dilakukan pihak independen. Selain itu, adapula perhitungan biaya investasi yang murni berasal dari kas induk perusahaan, yakni PT KAI (Persero) dan PT Angkasa Pura II (Persero).

“Pertimbangan tarifnya lebih kepada faktor komersial, karena kami sama sekali tidak menggunakan dana APBN,” kata Heru.

Sebagai kompensasi dari tarif tersebut, Railink menjanjikan fasilitas yang memanjakan penumpang. Fasilitas tersebut antara lain ticketing counter, tapping gate, eskalator, commercial area, toilet, dan mushola. Khusus di Stasiun Bandara Soekarno-Hatta bahkan dilengkapi dengan public hall, waiting lounge, konektivitas ke integrated building, dan APMS/skytrain.

Dalam waktu dekat kereta bandara di Soekarno-Hatta akan tiba melayani penumpang. Namun, kereta yang sudah lama ditunggu-tunggu oleh publik ini jangan sampai menjadi antiklimaks saat tarif yang ditawarkan tak kompetitif dengan layanan transportasi lainnya. Namun, kehadiran kereta bandara setidaknya bisa jadi pilihan bagi publik terhadap akses dari dan menuju bandara yang utamanya selama ini dilayani jalan tol yang tak bebas dari kemacetan.

Baca juga artikel terkait KERETA BANDARA atau tulisan lainnya dari Dano Akbar M Daeng

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dano Akbar M Daeng
Penulis: Dano Akbar M Daeng
Editor: Suhendra