Menuju konten utama

Penangkapan Bupati Nganjuk: Dimulai dari Menangkap Camat

Petugas menyita Rp647.900.000 dari sebuah brankas di rumah Bupati Nganjuk, Novi Rahman Hidayat, diduga sebagai uang hasil jual-beli jabatan.

Penangkapan Bupati Nganjuk: Dimulai dari Menangkap Camat
Warga melintas di depan baliho bergambar Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat di lingkungan Pemkab Nganjuk, Jawa Timur, Senin (10/5/2021). Antara Jatim/Prasetia Fauzani/zk

tirto.id - Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi mendapatkan laporan perihal dugaan penerimaan dan pemberian hadiah atau janji yang berkaitan dengan pengisian jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nganjuk.

Lantas anggota kedua instansi itu mulai menelusuri dugaan tindak pidana. Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono menyatakan penyidik polisi dan KPK empat kali berkoordinasi guna mencari tahu dugaan tersebut, mereka saling bertukar data dan informasi temuan. 18 saksi pun telah diperiksa.

Setelah bukti dirasa cukup, mereka beranjak ke Nganjuk untuk meringkus para terduga pelaku.

“Awalnya kami menangkap beberapa camat, kemudian juga ada ajudan bupati. Dari hasil penangkapan bersama itu, akhirnya setelah kami mendapatkan data, kami lakukan penangkapan terhadap Bupati Nganjuk,” kata Argo di Mabes Polri, Selasa (11/5/2021).

Bupati Nganjuk, Novi Rahman Hidayat, menjadi terduga penerima suap. Petugas menyita Rp647.900.000 dari sebuah brankas di rumah Novi, diduga sebagai uang hasil jual-beli jabatan. Juga menyita delapan ponsel, buku tabungan, dokumen terkait tindak pidana tersebut.

Argo menyebutkan peran masing-masing terduga pelaku. Novi Rahman diduga telah menerima hadiah atau janji alias suap ihwal pengisian jabatan lingkungan pemkab; Dupriono (Camat Pace), Edie Srijato (Camat Tanjunganom dan Plt Camat Sukomoro), Haryanto (Camat Berbek), Bambang Subagio (Camat Loceret), dan Tri Basuki Widodo (mantan Camat Sukomoro) sebagai penyuap; dan Izza Muhtadin (ajudan Bupati Nganjuk) sebagai perantara suap.

Usai penangkapan, mereka diperiksa sementara di Polres Nganjuk. Kemudian dibawa ke Jakarta menggunakan bus yang dikawal oleh personal Polda Jawa Timur. Tujuh orang itu tiba di Ibu Kota pada pukul 3 pagi hari ini, kemudian ditahan di Rutan Bareskrim Mabes Polri.

“Koordinasi yang muncul di antara KPK dan kepolisian adalah suatu sinergitas koordinasi. Baru pertama ini KPK dan kepolisian (berhasil) dalam penangkapan terhadap kepala daerah,” ujar Argo.

Para camat dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Mereka terancam maksimal 5 tahun penjara dan dendang paling banyak Rp250 juta.

Kemudian bupati dan ajudan bupati dikenakan Pasal 5 ayat (2) dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tak hanya itu, semua tersangka di-juncto-kan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Selanjutnya, Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan pihaknya menerima laporan dugaan jual-beli jabatan untuk perangkat desa dan camat sejak Maret 2021. Pada saat sama Bareskrim juga menerima laporan. Ketika akan menindak, kedua lembaga saling koordinasi dan sepakat untuk kerja sama.

“Untuk efektivitas dan percepatan maka penyelesaian perkara akan dilanjutkan oleh Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Mabes Polri. KPK akan melakukan supervisi sesuai dengan kewenangan yang dimiliki KPK,” ucap Lili.

Baca juga artikel terkait OTT BUPATI NGANJUK atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Bayu Septianto