Menuju konten utama

Penanganan Kasus RA, Independensi dan Integritas DJSN Diragukan

Haris mengatakan seharusnya DJSN tegas untuk tidak menyampaikan rekomendasi kepada presiden mengenai pengunduran diri SAB karena dia sedang berperkara.

Penanganan Kasus RA, Independensi dan Integritas DJSN Diragukan
Ilustrasi HL Indepth Pelecehan Seksual Regulasi Kampus. tirto.id/Nadya

tirto.id - Kuasa Hukum korban pemerkosaan, RA, Haris Azhar meragukan integritas dan independensi Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) lantaran ada upaya memperlambat penanganan kasus dugaan pemerkosaan oleh Syafri Adnan Baharuddin (SAB) selaku atasan korban.

Syafri ialah anggota Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. “Kami melihat ada upaya sengaja secara bersama-sama di berbagai pihak untuk membela pelaku dan berpotensi menghilangkan jejak kejahatan dan pelanggaran,” kata Haris di kantor Lokataru, Jakarta Timur, Minggu (3/1/2019).

Ia menguraikan bukti lambatnya penanganan kasus RA. Pertama, ketika DJSN menerima surat laporan RA pada 7 Desember 2018, menurut mereka laporan itu tidak lengkap dan harus diperbaiki. Lalu RA kembali mengirimkan surat dan diterima oleh DJSN pada 26 Desember 2018.

Lantas pada 10 Januari 2019, Ketua Tim Panel, Subiyanto Pudin menyatakan telah menerima surat laporan RA pada 16 Desember 2018 yang berisi poin aduan korban terkait dugaan pelecehan seksual.

“Terdapat ketidaksamaan ihwal penerimaan surat laporan RA, kalau DJSN sudah menerima pada 16 Desember, seharusnya Tim Panel terbentuk pada 21 Desember sesuai ketentuan peraturan DJSN Nomor 1 Tahun 2018 Pasal 12,” jelas Haris.

Pasal 12 ayat (1) berbunyi Ketua DJSN setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10 paling lambat lima hari kerja membentuk Tim Panel dalam sidang pleno DJSN.

Kedua, lanjut Haris, DJSN menerima surat pengunduran diri Syafri pada 30 Januari 2019, esok harinya DJSN langsung membentuk Tim Panel untuk menangani aduan RA. Sedangkan DJSN melalui Surat Nomor 779/DJSN/XII/2018 telah merekomendasikan kepada Presiden Jokowi untuk pemberhentian Syafri.

“Seharusnya DJSN tegas untuk tidak menyampaikan rekomendasi kepada presiden pengunduran diri pelaku karena dia sedang berperkara,” sambung Haris.

Maka Haris menilai seharusnya DJSN dapat menarik kembali surat rekomendasi tersebut.

“Karena keanehan-keanehan itu independensi dan kredibilitas DJSN layak diragukan. Kami juga menyayangkan Keputusan Presiden (Keppres) tersebut, seharusnya presiden dan jajaran Sekretariat Negara tidak susah memeriksa secara komprehensif kasus ini,” tutur Haris.

Presiden Jokowi resmi memberhentikan Syafri Adnan Baharuddin dari anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan melalui Keppres Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pemberhentian Dengan Hormat Anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan.

Baca juga artikel terkait KASUS PELECEHAN SEKSUAL atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Nur Hidayah Perwitasari