Menuju konten utama

Penampilan United Menurun: Bukan Salah Paul Pogba

Jose Mourinho dan Ole Gunnar Solskjaer mempunyai solusi berbeda untuk memaksimalkan Paul Pogba. Namun, penampilan United tetap begitu-begitu saja.

Penampilan United Menurun: Bukan Salah Paul Pogba
Paul Pogba.Twitter/paulpogba

tirto.id - Paul Pogba, gelandang Manchester United, berhasil mencetak dua gol kemenangan Setan Merah atas West Ham United pada Sabtu (13/4/18) kemarin. Dalam laga yang berakhir dengan skor 2-1 tersebut, dua gol Pogba terjadi lewat tendangan penalti. Opta, penyedia data statistik sepakbola, lantas mencatat Pogba telah berkontribusi langsung terhadap 21 gol (12 gol dan 9 assist) yang dicetak MU di Premier League musim ini.

Pencapaian Pogba tersebut jelas tidak bisa dianggap sebelah mata. Meski MU masih berjuang keras untuk menembus posisi empat besar, tapi itu adalah pencapaian terbaik Pogba di sepanjang karier profesionalnya. Sebelumnya, baik saat bermain untuk United maupun untuk Juventus, Pogba tak pernah berkontribusi langsung terhadap gol sebanyak itu dalam satu musim kompetisi.

Penampilan apik Pogba tersebut tentu tak lepas dari peran Ole Gunnar Solskjaer, pelatih anyar Manchester United. Di bawah asuhan Solskjaer, Pogba mampu mencetak 9 gol dan 6 assist. Bandingkan dengan penampilan Pogba saat berada di bawah asuhan Jose Mourinho pada musim ini: hingga Desember 2018 lalu, ia hanya mampu mencetak 3 gol dan mencatkan 3 assist.

Lantas, apa yang menjadi penyebab utama dari perbedaan permainan Pogba di bawah asuhan Jose Mourinho dan Ole Gunnar Solskjaer?

Cara Mourinho Memainkan Pogba

Setelah sukses membawa Prancis menjadi juara Piala Dunia 2018, Art De Roche, dalam salah satu analisisnya di Total Football Analysis, menjelaskan perbedaan Didier Deschamp dan Jose Mourinho dalam menggunakan Paul Pogba. Singkat kata, meski sama-sama memainkan Pogba lebih dalam, Deschamp lebih memberikan kebebasan terhadap Pogba untuk menunjukkan kreativitasnya.

Namun, Deschamp tentu tidak asal-asalan dalam melakukan pendekatan itu. Sering memainkan formasi 4-2-3-1 asimetris, Deschamps memainkan Balise Matuidi sebagai sayap kiri yang bisa merapat ke tengah saat Pogba maju ke depan serta N’golo Kante sebagai holding midfielder. Tujuannya jelas, ketika Pogba meluncur ke depan pada saat-saat menentukan, Prancis tidak kehilangan keseimbangan.

Sementara itu, cara Mourinho berbeda. De Roche menulis, “Peran yang ia [Pogba] mainkan bersama United jauh lebih terbatas dan cenderung aman, yang bisa diartikan bahwa dia memiliki lebih sedikit peluang untuk bersinar seperti saat tampil untuk negaranya.”

De Roche pun lantas mengambil kesimpulan bahwa, jika ingin memaksimalkan Pogba, Mourinho harus mencontoh cara Deschamps dalam memainkannya.

Namun Michael Cox, analis sepakbola asal Inggris, ternyata tak sepenuhnya setuju dengan analisis De Roche tersebut. Pogba memang perlu diberikan kebebasan, tapi memainkannya lebih dalam bukanlah sebuah solusi. Alasan Cox pun bisa dibilang sangat masuk akal.

Menurut Cox, kultur sepakbola internasional sangat berbeda dengan jalannya pertandingan liga terutama dalam bertahan. Sementara tim-tim internasional lebih sering langsung mundur ke belakang saat kehilangan bola, tim-tim di liga tak jarang melakukan pressing. Itu artinya, saat Pogba dimainkan lebih dalam, bukan tidak mungkin ia akan menjadi sasaran tembak dari pressing lawan.

Masalah lain United yakni tidak mempunyai pemain yang mampu mendukung Pogba untuk melakukan pendekatan seperti itu.

Akhirnya, dengan peran yang sebetulnya dibatasi, Pogba pun seperti berusaha seorang diri untuk membuat United tampil lebih baik. Pogba bermain layaknya seorang holding midfielder, pemain kreatif, breaker, sekaligus penuntas serangan dalam satu waktu bersamaan. Data statistik setidaknya bisa menjadi bukti.

Hingga Oktober 2018, Pogba berhasil mengirimkan 384 umpan ke daerah lawan, terbaik kedua di Premier League setelah Jorginho. Mantan pemain Juventus tersebut juga melakukan 121 duel, terbanyak di antara gelandang-gelandang Premier League lainnya.

Pogba menyentuh bola sebanyak 718 kali, terbanyak ketiga di antara geladang-gelandang Premier League lainnya. Ia juga kehilangan bola sebanyak 158 kali, terbanyak kedua di antara gelandang-gelandang Premier League lainnya.

Selain itu, di antara gelandang-gelandang Premier League lainnya, Pogba merupakan gelandang yang tembakannya paling sering diblok oleh lawan, yakni sebanyak 26 kali.

Dalam salah satu analisisnya di The Times, Tom Clarke lantas mempertanyakan kinerja Pogba tersebut: ”Apakah usahanya terlalu berlebihan? Dalam sebuah tim yang sedang berjuang untuk tampil konsisten baik soal hasil maupun taktik, apakah bintang lapangan tengah United itu – mungkin karena frustasi dengan kesalahan pemain depan atau kesalahan pemain belakang – mencoba menyelamatkan United seorang diri?”

Bagi Mourinho, jawaban pertanyaan Clarke itu tentu “iya”. Namun, karena menganggap cara bermain Pogba itu tidak sesuai dengan keinginannya, Mourinho pun lebih sering bersitegang dengan Pogba daripada memujinya.

Pogba Sebagai Pusat Permainan MU

Melihat hal itu, Ole Gunnar Solskjaer lantas menggunakan pendekatan yang berbeda. Daripada memainkannya lebih dalam, pelatih asal Norwegia tersebut justru memainkan Pogba lebih ke depan, memberikan kebebasan untuk memaksimalkan kemampuannya dalam menyerang. Selain itu, ia juga menjadikan Pogba sebagai pusat permainan United.

Semula, pendekatan Soksjaer tersebut berbuah manis. Dalam 11 pertandingan, United menang 10 kali dan hanya sekali bermain imbang. Pogba tentu berperan besar dalam hasil-hasil ciamik yang diraih United tersebut: ia mencetak 8 gol dan mencatatkan 6 assist.

Namun, setelah United kalah 0-2 dari Paris Saint-Germain pada 12 Februari 2019, laju Pogba dan United mulai tersendat-sendat. Dalam 10 pertandingan, Pogba hanya mampu mencetak 3 gol (2 gol melalui tendangan penalti) dan 2 assist. United hanya menang 5 kali, imbang 1 kali, dan kalah 4 kali.

Saat Setan Merah kalah dari PSG, pelatih PSG Thomas Tuchel melakukan pendekatan taktik yang menarik. Kala itu, ia menginstruksikan Marquinhos untuk melakukan man-to-man marking terhadap Pogba. Alhasil, Pogba pun tak bisa berbuat apa-apa bahkan sampai mendapatkan kartu merah karena frustasi terhadap penjagaan Marquinho. Setan Merah pun ikut menanggung akibatnya karena Pogba merupakan pusat permainan United dan mereka tak berdaya di sepanjang pertandingan.

Menariknya, tim-tim lain kemudian juga berusaha untuk mereduksi peran Pogba terhadap permainan United. Soton dan Arsenal pernah mencoba menjaga ketat Pogba dengan dua hingga tiga orang pemain. Sementara itu, saat dua kali mengalahkan United, Wolves mencoba menghambat umpan-umpan pemain United ke arah Pogba. Saat Pogba diperlakukan seperti itu, jika tidak sampai kalah, permainan United pun jauh dari meyakinkan.

Dari sana, dapat disimpulkan bahwa menjadikan Pogba sebagai pusat permainan sebetulnya bukan solusi yang tepat untuk memperbaiki penampilan Setan Merah. Mengapa? Sebagai seorang gelandang serba guna, Pogba lebih berguna sebagai penyeimbang tim, membantu dalam bertahan, mengontrol pertandingan, serta memberikan bantuan saat menyerang.

Menurut Jonathan Wilson, analis sepakbola dunia, sepakbola modern adalah tentang pemain spesialis (pemain-pemain dengan peran khusus seperti holding midfielder, false nine, playmaker hingga defensive forward). Tanpa pemain spesialis yang mumpuni, sebuah tim tidak akan mampu mencapai prestasi yang signifikan. Tak heran jika Bacelona, Real Madrid, hingga Juventus pernah berjaya kerena pernah atau masih memiliki pemain-pemain spesialis semacam Sergio Busquets, Lionel Messi, Andrea Pirlo, Casimero, serta Cristiano Ronaldo.

Lantas, jika dilihat dari kinerja Pogba pada era Mourinho hingga era Ole Gunnar Solskjaer, bagaimana kinerja pemain-pemain spesialis yang dimiliki oleh United?

Dibandingkan saat bermain untuk Chelsea, Nemanja Matic, holding midfielder United, sudah jauh mengalami penurunan. Juan Mata, yang pernah menjadi salah satu pemain paling kreatif di Premier League, juga sudah mulai kehilangan sentuhannya. Sementara itu di lini depan United musim ini, bomber-bomber United bahkan tak ada yang lebih tajam daripada Pogba dalam urusan membobol gawang lawan.

Untuk semua itu, sehebat apa pun penampilan Pogba, tanpa kinerja apik dari pemain-pemain spesialis yang dimiliki United, Setan Merah tentu tak akan pernah "meraih apa-apa".

Baca juga artikel terkait LIGA INGGRIS atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Gilang Ramadhan