Menuju konten utama

Pemred Cenderawasih Pos: Jurnalis Tak Punya Akses ke Nduga

Wartawan tidak bisa benar-benar mengetahui konflik yang sedang berlangsung.

Pemred Cenderawasih Pos: Jurnalis Tak Punya Akses ke Nduga
Ilustrasi Media Siluman Papua. tirto.id/Gerry

tirto.id - Pemimpin Redaksi Cenderawasih Pos, Lucky Ireeuw, menyampaikan sulitnya akses wartawan ke Nduga, Papua, membuat berita soal Nduga hanya didapatkan dari kacamata tunggal, yakni apa yang dikatakan aparat, baik polisi atau tentara.

“Jurnalis tidak bisa mengakses, hanya mendapatkan narasumber tunggal,” kata Lucky dalam diskusi di kawasan Jakarta Pusat, pada Kamis (14/2/2019).

Lucky menilai hal tersebut menjadi masalah. Pasalnya, wartawan tidak bisa benar-benar mengetahui konflik yang sedang berlangsung, serta tidak bisa mengetahui apa yang terjadi dari masyaraakat sipil.

Permasalahan lain, kata Lucky, adalah saat wartawan mencoba untuk mewawancarai pihak lain, seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), atau kepala dinas, dan sebagainya. Sejumlah orang yang diwawancarai malah dipanggil oleh pihak kepolisian.

“ini yang terjadi hari ini di Papua,” kata Lucky.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen, Abdul Manan, menyampaikan bahwa memang masih sulit bagi sejumlah wartawan untuk mengangkat isu terkait Papua, sehingga banyak permasalahan atau informasi tentang Papua, yang tidak sampai pada publik. Salah satu akar permasalahan sulitnya pengangkatan isu Papua adalah masalah akses.

“Praktiknya, sumber yang dicari adalah sumber yang paling mudah ditelepon, yakni aparat keamanan,” kata Abdul dalam diskusi di kawasan Jakarta Pusat, pada Kamis (14/2/2019).

Abdul menjelaskan bahwa satu-satunya akses yang memberikan informasi adalah aparat penegak hukum, baik tentara, atau kepolisian. Jarang ada peliputan ke lokasi kejadian dan tidak menggunakan warga sipil di Papua sebagai narasumber. Sejumlah permasalah tersebut akhirnya hanya memberikan informasi dari perspektif aparat, dan mengabaikan perspektif lainnya.

“[Permasalahan] akses ini akhirnya sangat memengaruhi media, dan akhirnya memengaruhi publik,” kata Abdul.

Kasus yang terjadi di Nduga secara khusus, dan Papua secara umum, akhirnya tidak dapat diketahui secara utuh oleh publik. Dengan itu, Latifah Anum Siregar, dari Aliansi Demokrasi untuk Papua (AIDP), menuntut pemerintah agar menyelesaikan masalah ini.

“Kalau bicara soal negara, ini harus diselesaikan, kecuali kalau ada kepentingan orang-orang atas nama negara,” kata Anum dalam diskusi di kawasan Jakarta Pusat, pada Kamis (14/2/2019).

Anum menjelaskan bagaimana kondisi masyarakat di Nduga memang mulai panas selepas Pemilihan Gubernur (Pilgub) pada tahun 2018. Konflik yang hingga kini belum mencapai kejelasan menimbulkan sejumlah peristiwa lain.

“Hal yang penting adalah investigasi.Sekarang banyak sekali pengungsi. Tidak ada bantuan kemanusiaan [di Nduga],” tegas Anum.

Baca juga artikel terkait JURNALIS atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Hukum
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Nur Hidayah Perwitasari