Menuju konten utama

Pemprov DKI Bisa Gagal Jika Gugat HGB Pulau D ke PTUN

"Kalau gugat sekarang terkait dengan HGB itu, sudah lewat waktu 90 hari. Pasti gugatannya nanti akan dikalahkan," kata Tigor Hutapea.

Pemprov DKI Bisa Gagal Jika Gugat HGB Pulau D ke PTUN
Aktifitas pembangunan gedung-gedung di Pulau D Reklamasi Teluk Jakarta, Jakarta, Selasa (31/10/2017). tirto.id/Arimacs Wilander.

tirto.id - Pengacara Koalisi Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Tigor Hutapea menyarankan agar Pemprov DKI Jakarta tidak menggugat penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) Pulau D ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Salah satu aktivis Koalisi Nelayan Teluk Jakarta—organisasi penolak reklamasi—menilai peluang keberhasilan gugatan ke PTUN tersebut kecil. Sebab, waktu pendaftaran gugatan ke PTUN sudah lewat dari 90 hari dari keluarnya sertifikat HGB salah satu pulau hasil reklamasi Teluk Jakarta itu.

Aturan tenggang waktu itu tertuang dalam Undang-undang No 5 Tahun 1986 tentang PTUN. Dalam pasal 55 UU tersebut, dijelaskan bahwa waktu 90 hari itu harus dihitung sejak pihak penggugat mengetahui adanya keputusan yang merugikannya.

"Kalau gugat sekarang terkait dengan HGB itu, sudah lewat waktu 90 hari. Pasti gugatannya nanti akan dikalahkan. Kalau kami kan menggugatnya (HGB-nya) enggak lewat waktu itu," kata Tigor saat dihubungi Tirto, pada Kamis (11/1/2018).

Menurut Tigor, salah satu alternatif pilihan bagi Pemprov DKI Jakarta dalam upaya pembatalan Sertifikat HGB pulau-pulau reklamasi ialah dengan terus mendorong Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk mencabutnya.

Menurut Tigor, Pemprov DKI dapat mendorong BPN untuk melakukan pencabutan Sertifikat HGB pulau D yang telah diberikan ke pengembang PT Kapuk Naga Indah sejak akhir Agustus 2017 tersebut.

Alasan Tigor ialah karena BPN memiliki kewenangan untuk melakukan evaluasi penerbitan sertifikat HGB dan melakukan pencabutan sebagaimana diatur pasal 106 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.

Aturan soal keputusan pembatalan hak atas tanah dalam pasal tersebut, memberikan kewenangan kepada BPN untuk mencabut HGB jika dalam penerbitannya, terjadi kecacatan hukum administratif.

"Maka akan dilihat apakah ini bermasalah atau enggak. Kalau bermasalah, (BPN) akan membatalkan," ujarnya.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sudah berkirim surat ke Kementerian ATR/BPN untuk meminta pembatalan serta penundaan pemberian Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) pulau-pulau reklamasi di pantai Utara Jakarta.

Permintaan tersebut tercantum dalam surat resmi Gubernur bernomor 2373/-1.794.2 yang diterbitkan dua hari lalu (9/1/2018). Namun, hari ini, Kementerian ATR/BPN membalas surat tersebut dan menolak permohonan yang diajukan Anies selaku kepala daerah DKI Jakarta.

Dalam salinan Surat Kementerian ATR/BPN kepada Pemprov DKI yang diterima Tirto, salah satu alasan penolakan itu karena menganggap penerbitan HGB sesuai prosedur dan ketentuan administrasi pertanahan yang berlaku.

Sebab, hal itu dilakukan atas permintaan Pemprov DKI Jakarta dan didasarkan pada surat-surat dari Pemprov DKI yang mendukungnya. "Sehingga berlakulah asas presumptio justice causa," demikian isi surat Kementerian ATR/BPN.

Asas tersebut memungkinkan setiap tindakan administrasi selalu dianggap sah menurut hukum sehingga dapat dilaksanakan sebelum dinyatakan oleh Hakim yang berwenang sebagai keputusan yang melawan hukum. Artinya, Pemprov DKI harus menempuh jalur hukum dengan menggugat penerbitan HGB ke PTUN untuk dapat membatalkannya.

Baca juga artikel terkait REKLAMASI TELUK JAKARTA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Hukum
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Addi M Idhom