Menuju konten utama

Pemprov DKI Punya Program Baru untuk Cegah Pencurian Air Tanah

Badan Pajak dan Retribusi Daerah dapat mendata apartemen dan gedung mana saja yang menggunakan sumur-sumur ilegal.

Pemprov DKI Punya Program Baru untuk Cegah Pencurian Air Tanah
Gedung bertingkat di Jakarta yang menyebabkan penurunan permukaan air tanah. tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bakal mengintegrasikan semua data di seluruh Satuan Kinerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam program "Satu Jakarta". Program itu diinisiasi Bambang Widjojanto, mantan komisioner KPK yang kini Ketua Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) bidang Pencegahan Korupsi.

Program ini dapat digunakan untuk berbagai kepentingan seperti menaikkan pendapatan daerah dari sektor pajak, pencegahan korupsi, hingga pengambilan kebijakan berdasarkan fakta.

"Untuk penerimaan pajak, pemprov dapat memanfaatkan database yang telah terintegrasi itu untuk menginventarisasi mana saja sumber-sumber pajak yang potensial untuk ditingkatkan," ujar pria yang kerap disapa BW ini, di Balai Kota, Jakarta Pusat, Rabu (17/1/2018).

Ia mencontohkan target pendapatan pajak air tanah yang cenderung stagnan dari tahun ke tahun sebesar Rp 100 miliar, padahal berdasarkan perbandingan pemakaian PAM dengan total kebutuhan air di Jakarta terdapat selisih besar yang menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Jakarta masih menggunakan air tanah.

Dengan program "Satu Jakarta", Badan Pajak dan Retribusi Daerah dapat mendata apartemen dan gedung mana saja yang menggunakan sumur-sumur ilegal. Caranya, dengan melihat data kebutuhan air dan membandingkannya dengan data pemakaian air PAM per bulan.

"Misalnya, apartemen itu ditempati 10 ribu orang. Berarti per-sepuluh ribu orang itu kita lihat jumlah kebutuhan orangnya berapa per meter kubik. Bagaimana kita tahu dia pakai air tanah? Tinggal bandingkan berapa persen pemakaian PAM dengan kebutuhan air per meter kubiknya," papar Bambang.

Bambang menjelaskan, "Jakarta Satu" akan divisualisasikan dalam bentuk peta tata ruang interaktif untuk memudahkan pengambil kebijakan maupun warga Jakarta melakukan monitoring terhadap data yang telah terintegrasi. Dengan demikian, kata Bambang, "Kita bisa tahu mana daerah-daerah merah karena dia belum pajak PBB."

Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah Edi Sumantri mengatakan sebelumnya penurunan penerimaan pajak dari sumber air tanah memang dinilai sebagai hal yang positif. Permasalahannya, pengenaan pajak air tanah memang lebih bertujuan untuk konservasi serta untuk mengontrol pengambilan air tanah di Jakarta.

"Dia [pajak air tanah] fungsinya memang lebih mengendalikan. Jadi semakin sedikit pajak, bisa jadi semakin sedikit pemakaian air tanah," kata Edi saat dikonfirmasi.

Belakangan, Edi mengatakan dirinya menyadari bahwa penurunan pajak tak selalu berbanding lurus dengan pengurangan pemakaian air tanah. "Ada banyak sumur-sumur ilegal yang belum terdata di PTSP. Nanti kita akan integrasikan data-data itu supaya target pajak air tanah bisa kita genjot dalam perencanaan," imbuhnya.

Hal tersebut juga pernah diungkapkan Direktur Amrta Institute Nila Ardhiani. Menurutnya, persentase penggunaan air tanah untuk memenuhi kebutuhan air di Jakarta relatif tidak berkurang selama 15 tahun.

Data Amrta Institute menunjukkan sebanyak 63-65 persen dari total kebutuhan air di Jakarta diambil dari bawah tanah sejak 2000 hingga 2015. Angka tersebut didapat dari total air PAM yang dijual ke masyarakat (M3) dikurangi total kebutuhan air di Jakarta selama periode tersebut.

“Sisanya bisa dipastikan itu pakai air tanah. Karena di Jakarta itu kan air permukaan kayak air danau itu tidak bisa langsung dipakai. Jadi memang sisanya masih memakai air tanah,” papar Nila.

Dengan demikian, kata Nila, potensi pendapatan dari sumber pajak air tanah masih sangat besar lantaran tak ada perpindahan signifikan dari pengguna air tanah ke PAM. Apalagi, ungkap dia, banyak perusahaan terutama yang seharusnya wajib pajak air tanah sampai sekarang belum bayar pemakaiannya.

Baca juga artikel terkait TGUPP DKI atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Mufti Sholih & Maulida Sri Handayani