Menuju konten utama
Siapa saja mereka?

Pemimpin-Pemimpin Negara yang Diancam Pembunuhan

Berbagai presiden di dunia pernah mendapat ancaman. Apa saja hukuman bagi mereka?

Pemimpin-Pemimpin Negara yang Diancam Pembunuhan
Ilustrasi orang bersenjata api. FOTO/istockphoto

tirto.id - Beberapa hari lalu, sempat viral di media sosial video seorang pria yang mengancam akan memenggal kepala Presiden Jokowi. Pada Minggu, 12 Mei 2019, Polda Metro Jaya menangkap pria berinisial HS tersebut di Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Penangkapan HS dilakukan sekitar pukul 08.00 WIB oleh Subdit Jatanras Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya. Argo mengatakan pelaku diduga melakukan tindak pidana terhadap keamanan negara dan bidang ITE dengan modus pengancaman pembunuhan presiden.

Video ancaman pembunuhan tersebut dilakukan ketika tersangka mengikuti aksi di depan kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pada Jumat (10/5/2019), sekitar pukul 14.40 WIB.

“Kita siap penggal kepalanya Jokowi, demi Allah!” kata HS dalam video tersebut dengan lantang dan berapi-api.

HS merupakan pemuda kelahiran tahun 1994 dan berdomisili di Palmerah, Jakarta Barat. Kini, polisi masih mengusut perkara tersebut. Atas perbuatannya, HS disangkakan Pasal 104 KUHP, Pasal 27 ayat (4) juncto Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Ancaman terhadap Presiden Banyak Terjadi di AS

Tindakan HS mengancam presiden menjadi pembicaraan karena diunggah ke media sosial dan menyebar luas. Jauh sebelum era internet, pada 30 November 1957, nyawa Presiden Sukarno nyaris karena ledakan granat di Sekolah Rakjat Tjikini atau Perguruan Cikini (Percik).

Bagaimana di belahan dunia lain? Di Amerika Serikat, ada empat presiden terbunuh saat menjabat: Abraham Lincoln, James A. Garfield, William McKinley, John F. Kennedy. Negara ini memang punya tingkat ancaman dan percobaan pembunuhan presiden yang cukup tinggi.

Pada 22 Februari 1974, pria bernama Samuel Byck berencana membunuh presiden Richard Nixon dengan menabrakkan sebuah pesawat komersial ke Gedung Putih. Namun, setelah ia berhasil membajak pesawat, blok roda rupanya masih melekat di ban sehingga tak bisa lepas landas. Byck yang panik kemudian pilot dan kopilot, sebelum akhirnya melakukan bunuh diri.

Setahun berselang, 5 September 1975, Lynette Fromme, sosok wanita yang juga merupakan anggota sekte Charles Manson, menembakkan sebuah pistol Colt M1911 kaliber 45 kepada Presiden AS ke-30, Gerald Ford, saat berada di tengah keramaian. Namun, pistol yang berisi empat peluru tersebut gagal lantaran ruang tembak pistol kosong. Fromme segera ditahan, lalu dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, sebelum akhirnya dibebaskan pada tanggal 14 Agustus 2009, hampir 3 tahun setelah kematian Ford.

Ketika kembali ke dalam limosinnya usai menyampaikan pidato di hotel Hilton Washington pada 30 Maret 1981, Ronald Reagan dan tiga orang lainnya ditembak oleh John Warnock Hinckley Jr. Tiga orang tersebut antara lain adalah Sekretaris Pers Gedung Putih James Brady, agen Dinas Rahasia Tim McCarthy, dan seorang polisi bernama Thomas Delahanty. Brady mengalami luka paling parah sehingga harus cacat permanen seumur hidup. Reagan berhasil pulih setelah menjalani operasi di George Washington University Hospital

Yang mengherankan dari upaya pembunuhan ini adalah: Hinckley melakukannya bukan karena motif politik, melainkan “sekadar” untuk menarik perhatian Jodie Foster, aktris Hollywood yang kala itu masih belia dan mulai dikenal sejak bermain dalam film Taxi Driver pada 1976. Sebab itulah, pengadilan akhirnya memutuskan Hinckley tak bersalah karena ia dianggap mengidap gangguan jiwa dan ia pun ditempatkan di RSJ.

April 1993, tujuh belas orang menyelundupkan sebuah bom mobil ke Kuwait dengan maksud membunuh George H.W. Bush saat berpidato di Universitas Kuwait. Rencana tersebut digagalkan ketika seorang polisi Kuwait menemukan bom tersebut dan menangkap para tersangka. Para agen intelijen Irak, khususnya Directorate 14, diduga berada di balik rencana pembunuhan tersebut.

Lagi-lagi hanya setahun berselang, tepatnya pada 29 Oktober 1994, pria bernama Francisco Martin Duran menembakkan 29 tembakan ke Gedung Putih dengan senapan semi-otomatisnya. Ia melakukannya setelah menduga salah satu pria dalam setelan gelap yang berdiri di depan Gedung Putih adalah Presiden AS kala itu, Bill Clinton—ia sejatinya berada di dalam ruangan sedang menonton pertandingan American Football.

Duran kemudian berhasil diamankan oleh tiga orang wisatawan yang tengah berada di sekitar, Harry Rakosky, Ken Davis dan, Robert Haines kemudian meringkus Duran. Setelah diserahkan ke pihak kepolisian, ditemukan surat berisi pesan bunuh diri di kantung Duran. Ia pun dijatuhi hukuman 40 tahun penjara akibat perbuatannya.

Berdasarkan pengakuan Ronald Kessler selaku penulis buku President's Secret Service (2009), Barack Obama menerima ancaman pembunuhan lebih dari 30 kali dalam sehari sejak terpilih sebagai presiden AS pada 20 Januari 2009 lalu. Itu artinya, lanjut Kessler, ancaman tersebut meningkat 300 persen dibanding ancaman yang diterima pendahulunya, George W. Bush.

Beberapa kasus ancaman berhasil diungkap. Salah satunya, yang cukup fenomenal, dilakukan oleh kelompok pendukung supremasi kulit putih di Tennessee. Tak hanya hendak ingin membunuh Obama, kelompok tersebut juga berencana menghabisi 88 orang kulit hitam dan menggorok 14 lainnya.

Bagaimana dengan Donald Trump? Dengan persona yang kontroversial, Trump tentu juga tidak luput dari ancaman pembunuhan. Belum lama ini, seorang pria asal Connecticut bernama Gary Gravelle ditangkap karena telah mengancam membunuh Trump serta membuat ancaman serangan bom di beberapa tempat.

Seturut keterangan Jaksa Agung AS, John Durham, Gravelle pernah dihukum pada 2013 karena mengirim pesan berisi ancaman. Namun, dia dibebaskan di bawah pengawasan federal. September 2018 lalu, ia kembali mengancam Trump lewat sebuah amplop berisi bubuk putih dengan pesan tulisan tangan berbunyi "You Die." Kini, Gravelle didakwa dengan 16 tuduhan dan jika terbukti bersalah, ia bisa dijatuhi hukuman penjara maksimum 140 tahun.

Di AS, mengancam presiden termasuk ke dalam kejahatan kelas E di bawah “Kode Amerika Serikat Bab 18, Pasal 871”. Ancaman tersebut antara lain tindakan yang disengaja, baik melalui kiriman paket hingga “ancaman mengambil nyawa, menculik, atau melukai tubuh secara fisik Presiden Amerika Serikat ”.

Pelaku dapat dihukum hingga 5 tahun penjara, denda maksimum $250.000, penilaian khusus $100, dan 3 tahun dibebaskan dalam pengawasan. Bila imigran yang melakukan kejahatan ini, ia dapat dideportasi.

Ancaman terhadap Pemimpin Negara Lain

Jika ada pemimpin negara yang paling sering mendapat ancaman pembunuhan, Fidel Castro sudah pasti salah satu jawabannya. Sejak awal memimpin Kuba, Castro sudah lebih dari 600 kali menghadapi percobaan pembunuhan terhadap dirinya.

Dilansir Vox, CIA menjadi pihak paling sering mencoba menghabisi Castro. Mulai dari menggunakan cerutu beracun, es krim beracun, manipulasi mata-mata wanita, kulit kerang berisi bahan peledak, hingga menebar bubuk talium yang beracun di sepatu Castro untuk merontokkan jenggotnya. Kendati yang terakhir hanya bertujuan untuk mempermalukan Castro, cara tersebut juga tak pernah dilakukan karena dirasa terlalu absurd.

Infografik Ancaman kepada pemimpin negara

Infografik Ancaman kepada pemimpin negara. tirto.id/Nadia

Pada 2018, aparat keamanan Malaysia menahan tujuh orang yang diduga terkait ISIS. Salah satu dari mereka turut mengirimkan ancaman pembunuhan terhadap Raja Muhammad V dan Perdana Menteri Mahathir Mohamad.

Sementara pada Agustus 2016, Kanselir Jerman, Angela Merkel, sempat mengalami percobaan pembunuhan ketika berkunjung ke Praha, Cekoslowakia. Namun, pihak kepolisian Praha berhasil menggagalkan usaha pembunuhan yang dilakukan oleh seorang pria yang mengendarai mobil Mercedes hitam berjenis 4x4 itu.

Ketika masih menjadi Uni Soviet, beberapa pemimpin mereka juga kerap diteror dengan ancaman pembunuhan. Dimulai dari usainya Revolusi Oktober 1917, Vladimir Lenin mengalaminya pada 1 Januari 1918. Ketika itu, sekelompok teroris menembak mobilnya di Leningrad, namun beruntung Lenin masih bisa selamat.

Lalu, pada 30 Agustus 1918, giliran seorang wanita berusia 28 tahun bernama Fanny Kaplan yang menjadi pelakunya. Kaplan, seorang anggota Revolusioner Sosialis, menembak Lenin tiga kali ketika ia meninggalkan sebuah pabrik di Moskwa. Hal itu dilakukan karena Kaplan memandang Lenin sebagai ‘pengkhianat revolusi’. Atas tindakannya tersebut, ia dijatuhi hukuman mati.

Pada akhir 1930-an, seorang polisi rahasia Uni Soviet yang membelot bernama Genrikh Lyushkov, sempat berupaya melakukan pembunuhan kepada Joseph Stalin ketika ia tengah berada di Sochi, Jepang. Namun, rencana itu digagalkan oleh informan Stalin.

Dua belas tahun berselang, perwira Soviet bernama Savely Dmitriev, yang juga berkhianat, menembaki sebuah mobil di Lapangan Merah. Dmitriev menduga ada Stalin di dalamnya, tetapi yang ada justru Anastas Mikoyan, salah satu menteri di pemerintahan Soviet kala itu.

Apa hukuman bagi Dmitriev? Tentu saja ia ditangkap dan langsung dieksekusi mati.

Baca juga artikel terkait ANCAMAN PEMBUNUHAN atau tulisan lainnya dari Eddward S Kennedy

tirto.id - Politik
Penulis: Eddward S Kennedy
Editor: Maulida Sri Handayani