Menuju konten utama

Pemimpin Hong Kong Carrie Lam Sebut RUU Ekstradisi "Telah Mati"

Pemerintah Hong Kong mengumumkan bahwa membatalkan upaya pengesahan RUU Esktradisi yang menuai kontroversi. 

Pemimpin Hong Kong Carrie Lam Sebut RUU Ekstradisi
Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam berbicara untuk simposium tentang Rencana Pengembangan Garis Besar "Wilayah Teluk" untuk Guangdong-Hong Kong-Makau di Hong Kong, Kamis, 21 Februari 2019. AP / Kin Cheung

tirto.id - Pemimpin Hong Kong, Carrie Lam mengumumkan pada Selasa (9/7/2019) bahwa pemerintah membatalkan upaya pengesahan RUU Esktradisi yang menuai kontroversi.

Namun, tidak jelas apakah undang-undang tersebut ditarik sepenuhnya seperti permintaan demonstran atau tidak.

Lam, sebagaimana dilansir AP News, mencatat bahwa masih ada keragu-raguan di pihak pemerintah,apakah RUU tersebut akan dibahas lebih lanjut di tingkat dewan legislatif atau tidak.

“Namun, saya tegaskan di sini, tidak ada rencana seperti itu. RUU nya telah mati,” tandasnya.

Selama satu bulan terakhir, jutaan warga Hong Kong melancarkan aksi protes terhadap pemerintah yang ingin mengesahkan RUU Ekstradisi ini.

Aksi protes terakhir, pada hari Minggu (7/7/2019), sekitar sepuluh ribu orang meneriakkan “Bebaskan Hong Kong” dan beberapa membawa bendera era kolonial Inggris, sambil berjalan menyusuri stasiun kereta cepat yang menghubungkan Hong Kong dengan Inggris.

Mereka menyatakan bahwa mereka ingin membawa pesan protes damai ke dunia, dan mengatakan bahwa media pemerintah hanya meliput soal bentrokan, kekerasan, dan kerusakan yang ada selama protes berlangsung, alih-alih meliput demonstrasi secara menyeluruh.

Hong Kong mengalihkan poros pemerintahan dari Inggris sejak tahun 1997 dan beralih ke Cina. 1 Juli menandai lepasnya Hong Kong dari persemakmuran Inggris.

Demonstran juga menuntut adanya investigasi terhadap kekerasan yang terjadi selama demo berlangsung, petugas yang menyemprotkan gas air mata dan peluru karet untuk membubarkan massa di jalanan.

Dalam pernyataannya pada Selasa (9/7/2019) Lam juga mengatakan investigasi akan dilakukan di bawah Departemen Pengadilan, sesuai petunjuk bukti, hukum, dan kode persekusi.

Lam mengakui bahwa upaya pemerintah untuk meloloskan RUU ekstradisi Hong Kong telah gagal total.

“RUU Ekstradisi telah mati. Ini adalah deskripsi politis bukan bahasa legislatif,” kata Alvin Yeung, legislator Partai Rakyat, sepperti dikutip BBC.

Ia menambahkan bahwa RUU masih bisa diproses lagi dalam pembacaan teknis kedua. Ia juga menyatakan kenapa Lam tidak menggunakan kata-kata “RUU telah ditarik” untuk mendeskripsikan hal tersebut, namun justru “RUU ekstradisi telah mati”.

Salah seorang aktivis Hong Kong, Joshua Wong juga mngutarakan pendapatnya bahwa Lam, dengan penggunaan bahasanya, berupaya mengibuli rakyat Hong Kong.

“Apa yang #CarrieLam sebut dengan “RUU telah mati” adalah kebohongan lainnya kepada rakyat #HongKong dan media luar negeri karena RUU tersebut masih ada dalam program legislatif hingga Juli tahun depan,” katanya melalui akun twitter @joshuawongcf.

Di satu sisi, Lam, yang jarang muncul selama ini, lalu membuka konferensi pers menyatakan bahwa ia setuju menemui para siswa secara publik tanpa pra-syarat dan menyadari bahwa Hong Kong tengah menghadapi serangkaian tantangan baru yang belum pernah terjadi sebelumnya.

“Saya menyimpulkan bahwa ada permasalahan mendasar dan mendalam di masyarakat Hong Kong,” sebutnya, dilansir oleh Channel News Asia.

“Ini bisa jadi masalah ekonomi, bisa kependudukan, bisa juga divisi politik dalam masyarakat. Jadi, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi masalah fundamental itu dan harapannya kita akan menemukan solusi untuk maju,”

Meski begitu, Lam mnghindari pertanyaan mengenai permintaan para demonstran, seperti memanggil hakim independen untuk investigasi tindakan polisi dalam aksi protes masa. Ia menyatakan bahwa polisi kota saat ini sedang melakukan penyelidikannya sendiri.

Hong Kong, setelah melepaskan diri dari Inggris, menjadi bagian dari Cina dan mengadopsi sistem “satu negara, dua sistem” yang membuatnya memiliki otonomi. Mereka memiliki tata pengadilan sendiri dan sistem legal terpisah dengan Cina.

Baca juga artikel terkait RUU EKSTRADISI atau tulisan lainnya dari Anggit Setiani Dayana

tirto.id - Politik
Kontributor: Anggit Setiani Dayana
Penulis: Anggit Setiani Dayana
Editor: Yandri Daniel Damaledo