Menuju konten utama

Pemilu 2024 di Bawah Bayang-Bayang Ratusan Plt. Siapa yang Untung?

Peneliti Perludem Fadli Ramadhanil menilai pembahasan soal penempatan Plt kepala daerah jelang pemilu serentak 2024 penting diselesaikan.

Pemilu 2024 di Bawah Bayang-Bayang Ratusan Plt. Siapa yang Untung?
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian (kanan) bersama Ketua KPU Ilham Saputra (tengah) dan Anggota KPU Hasyim Asy'ari (kiri) mengikuti rapat kerja dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/9/2021). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc.

tirto.id - Pemerintah dan DPR mulai membahas serius soal pelaksanaan Pemilu 2024. Setelah dilakukan konsiyering, pemerintah akhirnya mendorong agar Pemilu 2024 untuk pemilihan Presiden-Wakil Presiden pada April-Mei 2024.

"Kami mengusulkan agar hari pemungutan suaranya dilaksanakan pada April seperti tahun-tahun sebelumnya atau kalau masih memungkinkan Mei 2024," kata Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR RI, KPU, Bawaslu, dan DKPP di DPR, Kamis (16/9/2021).

Di sisi lain, pemerintah sepakat untuk melaksanakan Pilkada 2024 pada 27 November 2024. Hal tersebut sesuai dengan aturan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 bahwa pelaksanaan pilkada serentak harus November 2024.

"Kalau untuk masalah pilkada, karena memang dikunci oleh Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016, harus di bulan November 2024, maka usulan hari Rabu, 27 November, kami kira enggak masalah. Kami dari pemerintah, 27 November tidak jadi masalah dan mendukung," kata Tito.

Meskipun ada kesepakatan soal pelaksanaan pemilu dan Pilkada 2024, Tito juga memberikan sejumlah catatan. Pertama, pemilu harus tetap melihat kondisi stabilitas politik nasional maupun daerah. Ia khawatir pemilu bisa berdampak kepada program pemerintah.

Akan tetapi, anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKS Mardani Ali Sera meminta pemerintah mempertimbangkan soal imbas kelanjutan pelaksanaan pemilu serentak 2024. Salah satu yang menjadi concern adalah kehadiran ratusan pelaksana tugas (plt) kepala daerah yang diangkat mendagri.

"Imbas pemilu serentak 2024, pemerintah berpeluang mengangkat ratusan Plt kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada 2022 dan 2023. Tingkat provinsi ditunjuk oleh mendagri atas persetujuan presiden. Ada beberapa hal yang harus dihindari agar penunjukan Plt ini tidak bersinggungan dengan kepentingan tertentu," kata Mardani dalam keterangan tertulis, Rabu (22/9/2021).

Mardani menilai, penunjukan Plt membuat daerah dipimpin oleh sosok yang tidak memiliki legitimasi politik untuk durasi yang lama. Hal itu bisa membuat kesulitan dalam konsolidasi politik yang stabil. Oleh karena itu, Mardani ingin agar ada penjelasan publik soal penunjukan Plt ini.

"Penunjukan Plt yang demikian banyak untuk durasi yang lama bisa dimanfaatkan untuk konsolidasi politik kelompok tertentu. Karena itu [harus] transparansi, akuntabilitas & partisipasi pengawasan dari publik wajib ditegakkan," kata Mardani.

Mardani menambahkan, "Argumentasi dan informasi penunjukan sosok Plt mesti diumumkan pada publik. Lalu pengawasan dan evaluasi kinerja dan pelaksanaan good governance perlu dilaksanakan dengan intensif. Jika ditemukan penyimpangan bisa segera diganti."

Pembahasan Plt Urgen Jelang Pemilu Serentak 2024

Peneliti dari Perludem Fadli Ramadhanil menilai pembahasan soal penempatan Plt jelang pemilu serentak 2024 penting untuk diselesaikan. Ia beralasan, negara akan kesulitan dalam mengisi posisi Plt kepala daerah di ratusan wilayah.

"Dengan dilaksanakannya pilkada serentak secara nasional di 2024 itu, satu akan ada banyak pejabat bagi daerah-daerah yang masa jabatan kepala daerahnya habis di 2022 dan 2023. Nah mencari atau mengisi jabatan kepala daerah yang notabene itu posisi yang penting untuk menyelenggarakan pemerintah di daerah dalam jumlah yang banyak diisi pejabat itu sudah satu soal," kata Fadli kepada reporter Tirto, Rabu (22/9/2021).

Sebagai catatan, sekitar 7 provinsi, 18 kota dan 76 kabupaten yang menggelar Pilkada 2017 dengan masa jabatan pejabat rerata habis pada 2022. Sementara itu, ada 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten yang akan menyelenggarakan Pilkada 2018. Jika ditotal, maka ada sekitar 272 daerah yang menjalankan Pilkada 2024.

Fadli mengatakan, persoalan yang terjadi saat penentuan Plt kepala daerah akan membawa turunan. Selain soal mencari kandidat yang tepat, Plt tersebut kemungkinan akan mengangkat Plt lain bila berstatus Plt kepala daerah tingkat provinsi.

Di sisi lain, Plt juga membawa persoalan karena tidak mempunyai rancangan pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD). Ia juga khawatir pelaksanaan pilkada bisa terganggu karena Plt harus bertugas dalam jangka waktu lama di daerah, sementara Plt punya tugas sebagai pemimpin dinas atau direktorat jenderal tertentu.

Terkait jangka waktu, Fadli juga mengingatkan bahwa batas waktu seorang Plt tidak diatur secara detail dalam UU 10 tahun 2016 tentang Pilkada. Ia beralasan, Plt hanya bertugas selama dua tahun sementara ada daerah yang masa waktu kekosongan lebih dari dua tahun.

Ia mencontohkan masa kerja gubernur-wagub DKI Jakarta berakhir pada Oktober 2022, sementara proses pemilihan kepala daerah DKI serentak dilakukan pada November 2024. Dengan demikian, waktu yang dibutuhkan lebih dari 2 tahun sementara amanat undang-undang hanya dua tahun.

"Jadi isu banyaknya daerah yang akan diisi oleh pejabat itu satu persoalan yang krusial. Isu yang lainnya ada banyak daerah yang nanti akan mengalami kebuntuan. Sudah diisi oleh pejabat pun masih belum cukup waktu sampai terpilihnya kepala daerah definitif," kata Fadli.

Oleh karena itu, Fadli menyarankan agar pemerintah memperbaiki regulasi soal penunjukan Plt. Ia ingin agar permasalahan penunjukan Plt diatur secara baik dan pelaksanaan pemilihan dilakukan secara transparan.

Pemerintah juga harus menjelaskan secara transparan soal penunjukan Plt karena Plt bertugas untuk menyukseskan Pemilu 2024, apalagi kursi kepala daerah adalah jabatan politik disertai momentum politik pemilu yang memicu adanya politik transaksional, kata dia.

"Kalau memang akan ada penunjukan Pj dan pejabat sebanyak itu harus transparan, harus dijelaskan betul alasan ini memilih dengan siapa dan paling penting mempertimbangkan porsi tugasnya karena yang dihadapi juga memastikan penyelenggaraan Pemilu 2024 berjalan dengan baik dan kepala daerah kan juga punya fungsi dan peran yang cukup sentral untuk memastikan itu," kata Fadli.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai pemerintah tidak perlu mengubah soal regulasi penunjukan Plt saat ini. Namun Dedi tidak memungkiri bahwa perlu ada pembahasan lanjutan soal penentuan pengangkatan plt.

"Meskipun untuk provinsi yang banyak pilkada kota maupun kabupaten, semestinya perlu bahasan lebih lanjut jika terjadi kekurangan Plt, terlebih jika masa Plt cukup panjang," kata Dedi kepada reporter Tirto.

Dedi pun menilai tidak ada pihak yang diuntungkan secara politik bila ada penunjukan Plt. Sebab, kata Dedi, penunjukan Plt di kota dan kabupaten otomatis ditunjuk pejabat provinsi yang miliki syarat minimal tingkat jabatan, begitu halnya di provinsi akan ditunjuk dari Kementerian Dalam Negeri. Akan tetapi, ia menilai tetap ada keuntungan di balik posisi Plt tersebut.

"Dengan kondisi ini seharusnya sulit terjadi intervensi. Namun, ada kekurangan dalam regulasi Pemilu 2024 ini terkait Plt, yakni tidak adanya larangan Plt untuk mengikuti pilkada yang diselenggarakan tahun 2024, sehingga memungkinkan adanya ruang Plt secara tiba-tiba mendaftar pilkada, sementara ia miliki akses program pemerintah yang bisa berorientasi pada politik," kata Dedi.

Di sisi lain, Dedi tidak memungkiri ASN yang ditunjuk sebagai Plt melakukan transaksional dengan pihak-pihak tertentu, termasuk partai politik. Oleh karena itu, Dedi mendorong agar ada pengaturan lebih spesifik soal Plt dalam menjalankan tugas, apalagi jumlah daerah dengan Plt kepala daerah banyak.

"Untuk itu, pemerintah perlu membuat aturan yang tegas, di mana Plt tidak dapat menunjuk Plt kembali, tidak dapat mengubah program dan hanya menjalankan pemerintahan transisi yang normatif. Selama itu tidak terjadi, maka penyimpangan program pemerintah secara politis akan tetap ada," kata Dedi.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz